hemmh.....

hemmh.....
Kebersamaan Menjadi Modal Utama

Jumat, 14 Oktober 2011

Ilmu Mawarits


Bevel: MATERI
ILMU MAWARIS









DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA PELAJARAN
FIQIH I
NAMA DOSEN : H. NUR ZAIDI SALIM, M.SI

OLEH : 
1. FATKHUR ROZAQ  : 02.8196
2. MUHAMMAD SOWAM : 
3. NUR HADI   : 
4.      : 
5.      : 
6.      : 



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MAMBA’UL ULUM SURAKARTA
TAHUN 2011
ILMU MAWARIS


A.            ILMU MAWARIS
1.      Pengertian dan Hukum Mawaris
a.      Pengertian Mawaris(موارث)
            Menurut bahasa kata mawaris adalah bentuk Jama’ dari kata “mirats” yang menggunakan makna “mauruts” artinya “harta warisan” yang ditinggalkan oleh mayit. Sedangkan pengertian mawaris menurut istilah syara’ yaitu ilmu yang membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan pembagian harta peninggalan.
            Ilmu mawaris disebut juga ilmu faraid. Secara bahasa faraid  adalah bentuk jama’ dari kata “faridlah” dengan makna “mafrudlah” yang diambil dari kata “fardun” yang berarti “ketentuan atau bagian yang telah ditentukan”.
            Dengan demikian, ilmu ini dinamakan ilmu mawaris karena membahas perkara yang berkaitan dengan harta peninggalan (harta warisan). Disebut ilmu faraid karena membahas ketentuan-ketentuan atau bagian-bagian yang telah ditentukan terhadap masing-masing ahli waris. Sebagaimana definisi faraid di bawah ini :
وأما فى الشرع فاالفرض مقدر شرعا لمستحقه.
Artinya :
Adapun faraid menurut syara’ adalah bagian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’ bagi yang berhak (ahli waris)”.
            Dari pengertian tentang mawaris dan faraid di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu mawaris itu akan terkait dengan beberapa unsur (yang disebut rukun-rukun mawaris). Unsur-unsur tersebut adalah orang-orang yang mendapatkan warisan, orang-orang yang boleh diambil harta warisannya dan harta peninggalan.
            Hal-hal yang terkait dengan pembagian warisan adalah sebagai berikut :
1)        Hak-hak yang terkait dengan pembagian warisan.
2)        Sebab-sebab waris mewarisi.
3)        Halangan waris mewarisi
4)        Orang-orang yang berhak menerima warisan
5)        Penghalang
6)        Ketentuan bagian dari masing-masing ahli waris
7)        Kaidah penghitungan
8)        Cara mempraktikkan pembagian harta warisan.
b.      Hukum Membagi Harta Warisan
            Syari’at Islam yang diterangkan dalam Al Qur’an dan Al Hadits harus diikuti dan dijalankan, selama tidak ada nash lain yang menyalin (mengganti). Baik itu berupa kewajiban yang harus dijalankan, namun larangan yang harus ditinggalkan.
            Demikian halnya syari’at tentang mawaris juga harus dijalankan. Karena itu melanggar perintah Allah (membagi warisan menurut faraid) akan diancam untuk dimasukkan ke dalam neraka. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An Nisa’;
وَمَن يَعْصِ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَاراً خَالِداً فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ ﴿١٤﴾
Artinya:
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan”. (QS. An Nisa’ : 14).
            Demikian juga Rasulullah SAW, memerintahkan agar kita membagi harta warisan menurut kitab Al Qur’an sesuai dengan sabdanya;
أقسموا المال بين أهل الفرائض على كتاب الله. رواه مسلم وابوداود
Artinya :
“Bagilah harta warisan antara ahli-ahli waris menurut kitab Allah (Al Qur’an) (HR.Muslim dan Abu Dawud).
c.       Hukum Mempelajari Ilmu Mawaris
            Hukum mempelajari ilmu mawaris adalah fardlu kifayah, yakni apabila dalam satu daerah/kelompok ada salah satu seorang yang telah mempelajari ilmu ini, maka yang lain sudah gugur kewajibannya lagi. Hal ini dimaksudkan apabila dalam suatu daerah/kelompok muncul permasalahan tentang warisan, orang tersebut dapat memcahkan masalah tersebut sesuai dengan kaidah-kaidah syari’at Islam.
            Meskipun hukum mempelajari ilmu faraidl adalah fardlu kifayah namun ilmu sini sangat penting dalam agama islam. Sehingga Rasulullah SAW, bersabda;
عن إبن مسعود قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: تعلموا القران وعلموه الناس وتعلموا الفرائض وعلموها فإنى أمرؤ مقبوض والعلم مرفوع ويوشك يختلف إثنان فى الفريضة والمسألة فلا يجدان أحدا يخبرهما. رواه أحمد
Artinnya:
“Dari ibnu Mas’ud berkata; Rasulullah SAW bersabda: Belajarlah kamu semua Al Qur’an dan ajarkanlah kemapda manusia dan belajrlah ilmu faraidl dan ajarkanlah (kepada manusia), sesungguhnya saya adalah seorang yang akan diambil (meninggal dunia) dan ilmu faraidl akan diangkat dan hamper ada dua orang yang berbeda pendapat di dalam masalah faraidl (bagian mereka) dan mereka tidak menemukan seorang pun yang memberitahu (yang menyelesaikan) mereka” (HR. Ahmad).  
2.      Tujuan Ilmu Mawaris
         Tujuan ilmu mawaris adalah agar kaum muslimin dapat bertanggungjawab dalam melaksanakan syari’at Islam bidang pembagian harta warisan, dapat memberikan solusi terhadap pembagian harta warisan yang sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, dan dapat terhindar dari pembagian yang salah (menurut kepentingan pribadi. Bagi umat Islam, segala persoalan hidup manusia baik yang terkait dengan Allah (…) dan yang terkait dengan manusia lainnya  adalah diatur didalam syari’at Islam. Sehingga semua bentuk prilaku manusia, baik yang berbentuk ibadah maupun muamalah yang tidak sesuai dengan syari’at/perintah agama adalah suatu dosa yang mengakibatkan hukuman di akhirat nanti. Sebagaiman firman Allah SWT dalam surat An Nisa’ Ayat 14 :
وَمَن يَعْصِ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَاراً خَالِداً فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ ﴿١٤﴾
Artinya:
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan”. (QS. An Nisa’ : 14).
3.      Kedudukan Ilmu Mawaris
        Ilmu mawaris atau ilmu faraidl dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting. Karena dengan membagi harta warisan secara benar maka salah satu urusan hak Adami manusia bias terselesaikan secara baik. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa manusia itu akan dihadapkan pada hak dan kewajiban, yaitu dengan Allah  dan dengan manusia. Hal itulah yang menyebabkan ilmu mawaris atau faraidl mempunyai kedudukan yang sangat penting, sehingga Al Qur’an menjelaskan hal mawaris ini secara terperinci. Bahkan hamper semua masalah pembagian harta warisan diatur secara jelas dan terperinci dalam ayat Al Qur’an.
        Demikian juga Nabi Muhammad SAW, menganggap pentingnya ilmu faraidl ini, dan mengkhawatirkan kalau ilmu faraidl ini akan terlupakan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW;
عن أبى هريرة رضى الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: تعلموا الفرائض وعلموها قإنها نصف العلم وهو ينسى وهو أول شيئ ينزع من امتى. رواه إين ماجه والدار قطنى.


Artinya :
“Dari Abi Hurairah RA, bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda belajarlah ilmu faraidl dan ajarkanlah kepada mansuia maka sesungguhnya (ilmu) faraidl adalah separuh ilmu agama dan ia akan dilupakan (oleh manusia) dan mrupakan ilmu yang pertama diambil dari umatku” (HR. Ibnu Majah dan Daruqutni).
4.      Dasar Hukum dan Ayat-Ayat tentang Mawaris
         Ilmu mawaris termasuk ilmu syari’ah, yakni ilmu yang terkait dengan masalah ibadah dan muamalah yang segala hokum dan tatacaranya didasarkan pada syara’ (agama). Sumber utama ilmu mawaris adalah Al Qur’an. Bahkan dalam Al Qur’an persoalan Mawaris dijelaskan secara rinci dalah surah An Nisa’ ayat 7-12 dan ayat 176, dan sebagaimana diterangkan dalam surah yang lain.
         Selanjutnya hal yang belum dijelaskan dalam Al Qur’an dijelaskan dalam Sunnah Rasul SAW, sebagai sumber hukum yang kedua, ijma’ ulama’ dan ijhtihat sahabat.
         Melihat banyaknya ayat-ayat Al Qur’an yang secara terperinci menerangkan tentang pembagian harta warisan, maka dapat dipahami bahwa masalah faraidl (ilmu mawaris) adalah sangat penting. Hal tersebut juda bisa dilihat dari sabda Nabi Muhammad SAW, yang meletakkan ilmu faraidl sebagai salah satu dari tiga pilar agama.
عن إبن عمر ر.ض قال: قال رسول الله ص.م, العلم ثلاثة وماسوى ذلك فضل. ايةمحكمة أوسنة أوفريضة عادلة. رواه أبو داود وإبن ماجه
Artinya :
“Ilmu itu ada tiga macam, dan selain yang tiga macam itu dianggap sebagai tambahan, yaitu ayat yang kuat (muhkamat), sunnah yang tegak (dating dari Nabi) dan faridhoh (faraidl) yang adil” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
5.      Hikmah Mawaris
        Sudah tentu bahwa setiap hukum (syariat) pasti mengandung suatu hikmah. Demikian halnya mengenai hukum tentang warisan pasti juga mengandung hikmah. Hikmah pokok (dasar) dari disyariatkan pembagian warisan adalah terciptanya saling tolong dan membantu dan saling berpesan kebenaran dan keadilan di antara kerabata keluarga.
        Hikmah Khusus dari pembagian warisan adlah sebagai berikut :
1)        Upaya meneruskan (mengganti) kedudukan mayat dalam martabat dan kemuliaan, karena setiap orang pasti berusaha agar mendapatkan keturunan yang bias menempati kedudukan dan martabatnya apabila ia sudah meninggal.
2)        Terciptanya rasa pengabdian, kasih sayang, dan persaudaraan di antara kerabat keluarga.
3)        Mengamalkan ayat-ayat Al Qur’an dan As Sunnah Rasul yang terkait dengan harta warisan. Karena di dalam pengamalan tersebut terkandung nilai-nilai keadilan, kedamaian, dan kebersamaan di dalam keluarga sesuai dengan kodrat dan tanggungjawabnya. Sebagaimana perbedaan antara hak anak laki-laki dan anak perempuan, adanya hijab (penghalang), adanya asabah (sisa), dan lain-lain.

B.             SEBAB-SEBAB DAN HALANGAN WARIS MEWARISI
1.      Sebab-sebab Waris Mewarisi
        Seseorang tidak akan mempunyai hak waris mewarisi kecuali adanya salah satu dari empat sebab di bawah ini.
a.      Sebab Nasab (hubungan kerabat)
                        Seseorang akan memperoleh warisan sebab adanya hubungan kerabat keluarga. Misalnya, seorang anak akan memperoleh harta warisan dari bapak, dan sebaliknya, seorang akan memperoleh harta warisan dari saudaranya, dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An Nisa’ Ayat 7 ;
لِّلرِّجَالِ نَصيِبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاء نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيباً مَّفْرُوضاً ﴿٧﴾
Artinya :
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan (An-Nisa : 7).
b.      Sebab pernikahan yang sah
                                    Sebab pernikahan yang sah yakni, hubungan suami istri yang diikat oleh adanya akad nikah. Maka apabila salah seorang dari suami istri meninggal dunia maka yang lain bias mengambil harta warisan dari yang lain. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa’ ayat 12 ;
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ  ﴿١٢﴾
Artinya :
“Untuk kamu (suami) separuh dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istri kamu” (QS.An-Nisa’ : 12)


c.       Sebab Wala’  atau sebab jalan memerdekakan budak
                        Seseorang yang memerdekakan budak apabila budak tersebut meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris maka orang yang memerdekakan tersebut berhak menerima harta peninggalan budak tersebut. Rasululloh bersabda ;
الولاء لحمة كلحمة النسب. رواه إبن حبان والحاكم
Artinya :
“Wala’ itu sebagai keluarga seperti keluarga karena nasab “ (HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim)”.
d.      Sebab kesamaan agama
                        Apabila ada orang Islam yang meninggal dunia sedangkan ia tidak mempunyai ahli waris (baik yang sebab nasab, nikah, maupun wala’) maka harta warisan peninggalannya diserahkan kepada baitul mal untuk umat Islam. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW
أناوارث من لاواث له. رواه أحمد وبوداود
Artinya :
“saya adalah ahli waris bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
2.      Halangan Waris Mewarisi  dan Dasar Hukumnya
Coba kamu nalar (berfikir) mengapa orang yang membunuh, seorang budak, dan orang yang berbeda agama tidak boleh menerima harta warisan!
Yang dimaksud dengan halanhan disini adalah seorang ahli waris yang semestinya mendapatkan harta warisan tetapi terhalang karena adanya sebab-sebab tertentu. Orang tersebut disebut juga “Mamnu’ul Irtsy” (orang yang terhalang) atau disebut “Mahjub bil Washfi” (terhalang karena adanya sifat tertentu).
Sifat yang menjadikan penghalang adalah sebagai berikut :
a.      Pembunuh
Orang yang membunuh kerabat keluarganya tidak berhak mendapatkan harta warisan dari yang terbunuh. Sabda nabi Muhammad SAW :
ليس للقاتل من الميراث شيئ. رواه النسائ.
Artinya :
“tidak berhak mendapatkan harta warisan sedikitpun seseorang yang membunuh” (HR. An Nasa’i)


b.      Budak
Seorang yang menjadi budak tidak berhak untuk mendapatkan harta warisan dari tuannya. Tuannya juga tidak berhak untuk mendapatkan harta warisan dari budaknya karena ia orang yang tidak punya hak milik sama sekali. Sebagaimana firma  Allah SWT :
ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً عَبْداً مَّمْلُوكاً لاَّ يَقْدِرُ عَلَى شَيْءٍ ﴿٧٥﴾
Artinya : “Allah telah membuat perumpamaan seorang hamba yang dimiliki, yang tidak berkuasa atas sesuatu” (QS. An Nahl : 75)
c.       Perbedaan agama
Seorang islam tidak dapat mewarisi harta warisan dari orang kafir meskipun masih kerabat keluarganya. Demikian juga sebaliknya. Sebagaimana sabda Rosululloh SAW :
لا يرث المسلم الكافر ولايرث الكافر المسلم. متفق عليه
Artinya :
“orang islam tidak bisa mendapatkan harta warisan dari orang kafir, dan orang kafir tidak bisa mendapatkan harya warisan dari orang islam” (HR. Bukhori Muslim)
3.      Ahli Waris Yang Tidak Bisa Gugur Haknya
         Sebagaimana keterangan diatas bahwa ahli waris untiuk mendapatkan garta warisan terkadang bias terhalangi oleh adanya suatu sebab tertentu atau oleh adanya ahli waris lain. Akan tetapi ada beberapa ahli waris yang tidak bias terhalangi haknya meskipun semua ahli waris itu ada. Mereka itu adalah anak laki – laki,  anak perempuan, bapak, ibu, suami, dan istri.

C.             PERMASALAHAN AHLI WARIS
          Semua ahli waris baik yang mendapatkan bagian tertentu (dzawil furudl) maupun yang ashibah (mendapat sisa), baik yang bias terhalangi (mahjub) maupun yang tidak bisa terhalangi secara global dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Ahli waris
a.      Ahli waris laki – laki ada 15
1)      Anak laki – laki
2)      Cucu laki – laki dari anak laki – laki terus kebawah
3)      Bapak
4)      Kakek atau bapak dari bapak, terus ke atas
5)      Saudara laki – laki sekandung
6)      Saudara laki –laki sebapak
7)      Saudara perempuan seibu
8)      Anak laki-laki dari saudara laki – laki sekandung
9)      Anak laki – laki dari saudara laki – laki seayah
10)  Paman/saudara laki – laki sekandung dari bapak
11)  Paman/saudara laki – laki sebapak dari bapak
12)  Anak laki – laki dari paman sekandung dari bapak
13)  Anak laki – laki dari paman sebapak saja dari bapak
14)  Suami
15)  Tuan laki-laki yang memerdekakan budak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar