DINASTI ABBASIYAH
A. Sejarah
Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan
dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman Rasulullah, sementara
Khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash- Sahffah bin
Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib.Pada tahun 132 H/750
M, oleh Abul abbas Ash- saffah,dan sekaligus sebagai khalifah pertama.Selama
lima Abad dari tahun 132-656 H ( 750 M- 1258 M).Kemenangan pemikiran yang
pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim ( Alawiyun ) setelah meninggalnya
Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunana
Rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum
berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat
kegiatan, anatara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam
memainkan peranya untuk menegakan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah,
Abbas bin Abdul Muthalib.Dari nama Al- Abbas paman Rasulullah inilah nama ini
di sandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah,dan khurasan.
Di kota
Mumaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya bernama Al-imam
Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya dinasti
Abbasiyah.Para penerang Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para pimpinannya
yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin Ali.
Propaganda
Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan
rahasia.Akan tetapi,imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan
mendirikan kekuasaan Abbasiyah,gerakannya diketahui oleh khalifah Ummayah
terakhir,Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti
Umayyah dan dipenjarakan di haran sebelum akhirnya diekskusi. Ia mewasiatka
kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia
akan terbunuh,dan memerintahkan untuk pindah ke kufah.Sedangkan pemimpin
propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.Segeralah Abul Abbas pindah dari
Humaimah ke kufah di iringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu
Ja’far,Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.
Penguasa
Umayyah di kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukan oleh Abbasiyah dan di
usir ke Wasit.Abu Salamah selanjutnya berkemah di kufah yang telah di taklukan
pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abbul Abbas di
perintahkan untuk mengejar khaliffah Umayyah terakhir, marwan bin Muhammad
bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat di pukul di
dataran rendah sungai Zab. Khlifah itu melarikan diri hingga ke fustat di
mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M.
Dan beririlah Dinasti Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu
Abbul Abbas Ash- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.
B. Sistem
Pemerintahan
Penggantian
Umayyah oleh Abbasiyah ini di dalam kepimpinan masyarakat islam lebih dari
sekedar penggantian dinastiIa merupakan revolusi dalam sejarah islam,revolusi
prancis dan revolusi Rusia did lam sejarah barat.Seluruh anggota keluarga Abbas
dan pimpinan umat islam mengatakan setia kepada Abbul Abbas Ash-shaffah sebagai
khaliffah mereka. Ash- Shaffah kemudian pindah ke Ambar, sebelah barat sungai
Eufrat dekat Baghdad.
Kekhaliffahan
Ash-Shaffah hanya bertahan selama 4 tahun,9 bulan.Ia wafat pada tahun 136 H di
Abar ,Satu kota yang telah di jadikanya sebagai tempat kedudukan
pemerintahan.Ia berumur tidak lebih dari 33 tahun. Bahkan ada yang mengatakan
umur ash-Shaffah ketika meinggal dunia adalah 29 tahun.
Selama dinasti
Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terpkan berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik,social, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola
pemerintahan dan politik itu, para sejarahwan biasanya membagi masa
pemerintahan bani Abbasiayah dalam 4 periode berikut.
1.
Masa Abbasiyah 1, yaitu semenjak
lahirnya Daulah Abbasiyah tahun 132 H ( 750 M) sampai meninggalnya khaliffah
Al- Wastiq 232 H ( 847 M ).
2.
Masa Abbasiyah II, yaitu mulai khliffah
Al- Mutawakkil pada tahun 232 H ( 847 M) sampai berdirinya Daulah buwaihiyah di
Baghdad pada tahun 334 H (946 M).
3.
Masa Abbasiyah III, yaitu dari
berdirinya daulah Buwahiyah tahun 334 H (946 M ) sampai masuknya kaum saljuk ke
Baghdad tahun 447 H (1055 M).
4.
Masa Abbasiyah IV,yaitu masuknya
orang-orang saljuk ke Baghdad tahun447 H (1055 M ).Sampai jatuhnya Baghdad
ketangan bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H (1258 M
).
C. Kemajuan
– kemajuan Dinasti Abbasiyah
Sebagai sebuah
dinasti, kekhalifahan Bani Abbasiyah yang berkuasa lebih dari lima abad, telah
banyak memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
peradaban Islam. Dari sekitar 37 orang khalifah yang pernah berkuasa, terdapat
beberapa orang khalifah yang benar-benar memliki kepedulian untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, serta berbagai bidang lainnya, seperti
bidang-bidang sosial dan budaya.
Diantara
kemjuan dalam bidang sosila budaya adalah terjadinya proses akulturasi dan
asimilasi masyarakat. Keadaan sosial masyarakat yang majemuk itu membawa dampak
positif dalam perkembangan dan kemajuan peradaban Islam pada masa ini. Karna
dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, dapat dipergunakan
untuk memajukan bidang-bidang sosial budaya lainnya yang kemudian menjadi
lambang bagi kemajuan bidang sosial budaya dan ilmu pengetahuan lainnya.
Diantara kemajuan ilmu pengetahuan sosial budaya yang ada pada masa Khalifah
Dinasi Abbasiyah adalah seni bangunan dan arsitektur, baik untuk bangunan
istana, masjid, bangunan kota dan lain sebagainya. Seni asitektur yang dipakai
dalam pembanguanan istana dan kota-kota, seperti pada istana Qashrul dzahabi,
dan Qashrul Khuldi, sementara banguan kota seperti pembangunan kota Baghdad,
Samarra dan lain-lainnya
.Kemajuan juga
terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada mas inilah lahir seorang
sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu Nawas, Abu Athahiyah, Al
Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-lainnya. Karya buah pikiran mereka
masih dapat dibaca hingga kini, seperti kitab Kalilah wa Dimna. Sementara tokoh
terkenan dalam bidang musik yang kini karyanya juga masih dipakai adalah Yunus
bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad, pencipta teori musik Islam, Al farabi dan
lain-lainnya.
Selain bidang –bidang tersebut diatas, terjadi juga kemajuan dalam bidang pendidikan. Pada masa-maa awal pemerinath Dinasti Abbasiyah, telah banyak diushakan oleh para khalifah untuk mengembangakan dan memajukan pendidikan. Karna itu mereka kemudian mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga tingakat tinggi.
Selain bidang –bidang tersebut diatas, terjadi juga kemajuan dalam bidang pendidikan. Pada masa-maa awal pemerinath Dinasti Abbasiyah, telah banyak diushakan oleh para khalifah untuk mengembangakan dan memajukan pendidikan. Karna itu mereka kemudian mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga tingakat tinggi.
1.
Kemajuan dalam bidang politik dan militer
Di
antara perbedaan karakteristik yang sangat mancolok anatara pemerinatah Dinasti
Bani Umayyah dengan Dinasti Bani Abbasiyah, terletak pada orientasi kebijakan
yang dikeluarkannya. Pemerinath Dinasti Bani Umayyah orientasi kebijakan yang
dikeluarkannya selalu pada upaya perluasan wilayah kekuasaanya. Sementara
pemerinath Dinasti Bani Abbasiyah, lebih menfokuskan diri pada upaya
pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga masa pemerintahan
ini dikenal sebagai masa keemasan peradaban Islam. Meskipun begitu, usaha untuk
mempertahankan wilayah kekuasaan tetap merupakan hal penting yang harus
dilakukan. Untuk itu, pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah memperbaharui sistem
politik pemerintahan dan tatanan kemiliteran.
Agar
semua kebijakan militer terkoordinasi dan berjalan dengan baik, maka pemerintah
Dinasti Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan keamanan, yang disebut
diwanul jundi. Departemen inilah yamg mengatur semua yang berkaiatan dengan
kemiliteran dan pertahanan keamanan.Pembentuka lembaga ini didasari atas
kenyataan polotik militer bahwa pada masa pemertintahan Dinasti Abbasiyah,
banayak terjadi pemebrontakan dan bahkan beberapa wilayah berusaha memisahkan
diri dari pemerintahan Dinasyi Abbasiyah
2.
Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan
Keberahasilan
umat Islam pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah dalam pengembangan ilmu
pengetahuan sains dan peradaban Islam secara menyeluruh, tidak terlepas dari
berbagai faktor yang mendukung. Di anataranya adalah kebijakan politik
pemerintah Bani Abbasiyah terhadap masyarakat non Arab ( Mawali ), yang
memiliki tradisi intelektual dan budaya riset yang sudah lama melingkupi
kehidupan mereka. Meraka diberikan fasilitas berupa materi atau finansial dan
tempat untuk terus melakukan berbagai kajian ilmu pengetahuan malalui
bahan-bahan rujukan yang pernah ditulis atau dikaji oleh masyarakat sebelumnya.
Kebijakan tersebut ternyata membawa dampak yang sangat positif bagi
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan sains yang membawa harum dinasyi
ini.
Dengan
demikian, banyak bermunculan banyak ahli dalam bidang ilmu pengetahaun, seperti
Filsafat, filosuf yang terkenal saat itu antara lain adalah Al Kindi ( 185-260
H/ 801-873 M ). Abu Nasr al-faraby, ( 258-339 H / 870-950 M ) dan lain-lain.
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan peradaban islam juga terjadi pada bidang ilmu sejarah,
ilmu bumi, astronomi dan sebagainya. Dianatar sejarawan muslim yang pertama
yang terkenal yang hidup pada masa ini adalah Muhammad bin Ishaq ( w. 152 H /
768 M ).
3.
Kemajuan dalam ilmu agama islam
Masa
pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang berlangsung lebih kurang lima abad (
750-1258 M ), dicatat sebagai masa-masa kejayaan ilmu pengetahuan dan peradaban
Islam. Kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam ini, khususnya kemajuan
dalam bidang ilmu agama, tidak lepas dariperan serta para ulama dan pemerintah
yang memberi dukungan kuat, baik dukungan moral, material dan finansia, kepada
para ulama. Perhatian yang serius dari pemeruntah ini membuat para ulama yang
ingin mengembangkan ilmu ini mendapat motivasi yang kuat, sehingga mereka
berusaha keras untuk mengembangkan dan memajukan ilmu pengetahuan dan perdaban
Islam. Dianata ilmu pengetahuan agama Islam yang berkembang dan maju adalah
ilmu hadist, ilmu tafsir, ilmu fiqih dan tasawuf.
D. Faktor
Eksternal dan internal kejatuhan Dinasti Abasiyah
1.
Faktor Eksternal
Selain
yang disebutkan diatas, yang merupakan faktor-faktor internal kemunduran dan
kehancuran Khilafah bani Abbas. Ada pula faktor-faktor eksternal yang
menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.
1.
Perang
Salib
Kekalahan
tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang dari pasukan Alp Arselan yanag
hanya berkekuatan 15.000 prajurit telah menanamkan benih permusuhan dan
kebencian orang-orang kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertabah
setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa
peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin
berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan
kepada ummat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang kemudian dikenal
dengan nama Perang Salib.
Perang
salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang atau peride telah banyak
menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah melakukan
peperangan antara tahun 1097-1124 M mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa,
Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre. Pengaruh Salib juga terlihat dalam
penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan,
panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena
ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha danKristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang
anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong
ahlul-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan
pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerussalem.
2.
Serangan Mongolia Ke Negeri Muslim dan Berakhirnya
Dinasti Abbasiyah
Orang-orang
Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan terjauh di
China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan
(603-624 H). mereka adalah orang-orang Badui-sahara yang dikenal keras kepala
dan suka aberlaku jahat.Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam,
orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia
dan juga menguasai Asia Kecil. Pada bulan September 1257, Hulagu mengirimkan
ultimatum keada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah
luar diruntuhkan.
Tetapi
Khalifah tetap enggan memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258, asuakn Hulagu
bergerang untuk mengahncurkan tembok ibukota. Sementara itu Khalifah
al-Mu’tashim langsung menyerah dan berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah
itu para pemimpin dan fuqaha juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua
dibunuh. Hulagu mengzinkan pasukannya untuk melakukan aa saja di Baghdad.
Mereka menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung
selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang.Perlu juga
disebutkan disini peran busuk yang dimainkan oleh seorang Syi’ah Rafidhah yaitu
Ibn ’Alqami, menteri al-Mu’tashim, yang bekerjasama dengan orang-orang Mongolia
dan membantu pekerjaan-pekerjaan mereka.
2.
Faktor Internal
Sebagaimana
terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak
periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak
datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama,
hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak
sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila
khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil,
tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping
kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah
menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
a.
Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan
Khalifah
Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.
Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa.
Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani
Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun,
ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada
orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk
melupakan Bani
Umayyah.
Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri
terpecah belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah
Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.
Meskipun
demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka
menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara
itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di
tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa
non-Arab ('ajam) di dunia Islam.Fanatisme kebangsaan ini nampaknya
dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan
sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan
pegawai dan tentara.
Adalah
Khalifah Al-Mu’tashim (218-227 H) yang memberi peluang besar kepada bangsa
Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka di diangkat menjadi orang-orang
penting di pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam kota. Merekapun menjadi
dominan dan menguasai tempat yang mereka diami, sehingga khalifah berikutnya
menjadi boneka mereka.
Setelah al-Mutawakkil (232-247
H), seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki semakin
kuat, mereka dapat menentukan siapa yang diangkat jadi Khalifah. Sejak itu
kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan
orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih,
bangsa Persia, pada periode ketiga (334-447), dan selanjutnya
beralih kepada Dinasti
Seljuk,
bangsa Turki pada periode keempat (447-590H).
b.
Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan
Diri
wilayah
kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas,
meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko,Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India.
Walaupun dalam kentaannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh Khalifah,
secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaaan gubernur-gubernur
bersangkutan. Hubungan dengan Khalifah hanya ditandai dengan pembayaran
upeti.Ada kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah cukup puas dengan pengakuan
nominal, dengan pembayaran upeti. Alasannya, karena Khalifah tidak cukup kuat
untuk membuat mereka tunduk, tingkat saling percaya di kalangan penguasa dan
pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga para penguasa Abbasiyah lebih
menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan
ekspansi. Selain itu, penyebab utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan
diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat
yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki.
Akibatnya
propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa
Bani Abbas. Ini bisa terjadi dengan dua cara, pertama, seorang peminpin lokal
memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti
daulat Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Marokko. Kedua, seorang yang ditunjk
menjadi gubernur oleh Khalifah yang kedudukannya semakin kuat, seerti daulah
Aghlabiyah di Tunisiyah dan Thahiriyyah di Khurasan.Dinasti yang lahir dan
memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di
antaranya adalah:
1.
Yang berkembasaan Persia: Thahiriyyah di Khurasan
(205-259 H), Shafariyah di Fars (254-290 H), Samaniyah di Transoxania (261-389
H), Sajiyyah di Azerbaijan (266-318 H), Buwaihiyyah, bahkan menguasai Baghdad
(320-447).
2.
Yang berbangsa Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292
H), Ikhsyidiyah di Turkistan (320-560 H), Ghaznawiyah di Afganistan (352-585
H), Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya.
3.
Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H),
Abu Ali (380-489 H), Ayubiyah (564-648 H).
4.
Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko
(172-375 h), Aghlabiyyah di Tunisia (18-289 H), Dulafiyah di Kurdistan (210-285
H), Alawiyah di Tabaristan (250-316 H), Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil
(317-394 H), Mazyadiyyah di Hillah (403-545 H), Ukailiyyah di Maushil (386-489
H), Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).
5.
Yang Mengaku sebagai Khalifah : Umawiyah di
Spanyol dan Fatimiyah di Mesir.
3.
Kemerosotan Perekonomian
Pada
periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana
yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta.
Perekonomian masyarakat sangat maju terutama dalam bidang pertanian,
perdagangan dan industri. Tetapi setelah memasuki masa kemunduran politik,
perekonomian pun ikut mengalami kemunduran yang drastis.Setelah khilafah
memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negara menurun sementara
pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan
oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang
mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya
dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti.
Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para
khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para
pejabat melakukan korupsi.Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan
perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk
memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling
berkaitan dan tak terpisahkan.
4.
Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme
Keagamaan
Karena
cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai
untuk menjadi penguasa, maka kekecewaan itu mendorong sebagian mereka
mempropagandakan ajaranManuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme.
Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan
para khalifah.Adalah khalifah Al-Manshuryang berusaha keras memberantasnya,
beliau juga memerangi Khawarij yang mendirikan Negara Shafariyah di
Sajalmasah pada tahun 140 H. setelah al Manshur wafat digantikan oleh putranya Al-Mahdi yang
lebih keras dalam memerangi orang-orangZindiq bahkan beliau mendirikan
jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan mereka serta melakukan mihnah dengan
tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak
menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golonganZindiq berlanjut
mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran, sampai
kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah
contoh konflik bersenjata itu.
Pada
saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran Syi'ah,
sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim)
dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang
dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah.
Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan
penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballadihancurkan.
Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali
memperkenankan orang syi'ah "menziarahi" makam
Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam
khilafah Abbasiyah melalui Bani
Buwaih lebih
dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah diMarokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah
dua dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.
Selain
itu terjadi juga konflik dengan aliran Islam lainnya seperti perselisihan
antara Ahlusunnah dengan Mu'tazilah, yang dipertajam oleh al-Ma'mun,
khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan mu'tazilah sebagai
mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861
M), aliran Mu'tazilahdibatalkan sebagai aliran negara dan
golongan ahlusunnah kembali naik daun. AliranMu'tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih.
Namun pada masa dinasti
Seljukyang
menganut paham Asy'ariyyah penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai
dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa, aliran Asy'ariyah tumbuh
subur dan Berjaya.
E.
Kesimpulan
Pemerintahan
dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman Rasulullah, sementara
Khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash- Sahffah bin
Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib.Pada tahun 132 H/750
M, oleh Abul abbas Ash- saffah,dan sekaligus sebagai khalifah pertama.Selama
lima Abad dari tahun 132-656 H ( 750 M- 1258 M).Kemenangan pemikiran yang
pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim ( Alawiyun ) setelah meninggalnya
Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunana
Rasulullah dan anak-anaknya.
Kekhaliffahan
Ash-Shaffah hanya bertahan selama 4 tahun,9 bulan.Ia wafat pada tahun 136 H di
Abar ,Satu kota yang telah di jadikanya sebagai tempat kedudukan
pemerintahan.Ia berumur tidak lebih dari 33 tahun. Bahkan ada yang mengatakan umur
ash-Shaffah ketika meinggal dunia adalah 29 tahun.
Selama dinasti
Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terpkan berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik,social, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola
pemerintahan dan politik itu, para sejarahwan biasanya membagi masa
pemerintahan bani Abbasiayah dalam 4 periode berikut.
1.
Masa Abbasiyah 1, yaitu semenjak lahirnya Daulah
Abbasiyah tahun 132 H ( 750 M) sampai meninggalnya khaliffah Al- Wastiq 232 H (
847 M ).
2.
Masa Abbasiyah II, yaitu mulai khliffah Al-
Mutawakkil pada tahun 232 H ( 847 M) sampai berdirinya Daulah buwaihiyah di
Baghdad pada tahun 334 H (946 M).
3.
Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya daulah
Buwahiyah tahun 334 H (946 M ) sampai masuknya kaum saljuk ke Baghdad tahun 447
H (1055 M).
4. Masa Abbasiyah
IV,yaitu masuknya orang-orang saljuk ke Baghdad tahun447 H (1055 M ).Sampai
jatuhnya Baghdad ketangan bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada
tahun 656 H (1258 M ).
DAFTAR PUSTAKA
Syalabi A, Sejarah dan Kebudayaan Islam,
Pustaka Alhusna, Jakarta.1983
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam ,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.1983
Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam,
Amzah, Jakarta.2009
Wahid N. Abbas, Kazanah Sejarah Kebudayaan
Islam, PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo. 2009
DINASTI
AGHLABIYAH
Dinasti Aghlabiyah adalah salah satu
Dinasti Islam di Afrika Utara yang berkuasa selama
kurang lebih l00 tahun (800-909 M). Wilayah kekuasaannya meliputi Ifriqiyah, Algeria dan Sisilia. Dinasti ini didirikan oleh
Ibnu Aghlab (Mufradi, 1997:116). Para penguasa
Dinasti Aghlabiyah yang pernah memerintah adalah sebagai berikut :
1.
Ibrahim I ibn al-Aghlab (800-812 M)
2.
Abdullah I (8l2-817 M)
3.
Ziyadatullah (817-838 M)
4.
Abu ‘Iqal al-Aghlab (838-841 M)
5.
Muhammad I(841-856 M)
6.
Ahmad (856-863 M)
7.
Ziyadatullah (863- M)
8.
Abu Ghasaniq Muhammad II (863-875 M)
9.
Ibrahim II (875-902 M)
10.
Abdullah II (902-903 M)
11.
Ziyadatullah III (903-909 M)
Aghlabiyah memang merupakan Dinasti
kecil pada masa Abbasiyah, yang para penguasanya adalah berasal dari keluarga
Bani al-Aghlab, sehingga Dinasti tersebut dinamakan Aghlabiyah. Awal mula terbentuknya Dinasti
tersebut yaitu ketika Baghdad di bawah
pemerintahan Harun ar-Rasyid. Di bagian Barat Afrika Utara, terdapat dua bahaya besar yang mengancam kewibawaannya. Pertama dari
Dinasti Idris yang beraliran Syi’ah dan
yang kedua dari golongan Khawarij.
Dengan adanya dua ancaman tersebut
terdoronglah Harun ar-Rasyid untuk menempatkan
balatentaranya di Ifrikiah di bawah pimpinan Ibrahim bin Al-Aghlab. Setelah berhasil mengamankan wilayah tersebut, Ibrahim bin
al-Aghlab mengusulkan kepada Harun ar-Rasyid supaya wilayah
tersebut dihadiahkan kepadanya dan anak keturunannya secara permanen. Karena jika hal itu terjadi, maka
ia tidak hanya mengamankan dan memerintah wilayah tersebut, akan
tetapi juga mengirim upeti ke Baghdad setiap tahunnya sebesar 40.000 dinar. Harun ar-Rasyid menyetujui
usulannya, sehingga berdirilah Dinasti kecil
(Aghlabiyah) yang berpusat di Ifrikiah yang mempunyai hak otonomi penuh.
Meskipun demikian masih tetap mengakui akan
kekhalifahan Baghdad (Hoeve,1994: 65).
Pendiri Dinasti ini adalah Ibrahim
ibn al-Aghlab pada tahun 800 M. Pada tahun itu Ibrahim
diberi provinsi Ifriqiyah (Tunisia Modern) oleh Harun al-Rasyid sebagai imbalan atas pajak tahunan yang besarnya 40.000 dinar dan
meliputi hak-hak otonom yang besar (Bosworth,1980:.46).
Untuk menaklukkan wilayah baru dibutuhkan suatu proses yang panjang dan perjuangan yang besar, namun tidak
seperti Ifriqiyyah yang sifatnya adalah pemberian.
Dinasti Aglabiyah berkuasa kurang lebih
dari satu abad, mulai dari tahun 800-909 M. Nama Dinasti Aglabiyah ini diambil
dari nama ayah Amir yang pertama, yaitu Ibrahim bin al-Aglab. Ia adalah seorang pejabat Khurasan
dalam militer Abbasiyah. Pada tahun 800 M. Ibrahim
I diangkat sebagai Gubernur (Amir) di Tunisia oleh Khalifah Harun ar-Rasyid. Karena ia sangat pandai
menjaga hubungan dengan Khalifah Abbasiyah seperti membayar pajak tahunan yang
besar, maka Ibrahimi I diberi kekuasaan oleh Khalifah, meliputi hakhak
otonomi yang besar seperti kebijaksanaan politik, termasuk menentukan penggantinya tanpa campur tangan dari penguasa Abbasiyah. Hal ini dikarenakan jarak yang cukup jauh antara Afrika Utara dengan Bagdad. Sehingga Aglabiyah tidak terusik oleh pemerintahan Abbasiyah.
otonomi yang besar seperti kebijaksanaan politik, termasuk menentukan penggantinya tanpa campur tangan dari penguasa Abbasiyah. Hal ini dikarenakan jarak yang cukup jauh antara Afrika Utara dengan Bagdad. Sehingga Aglabiyah tidak terusik oleh pemerintahan Abbasiyah.
Pemerintahan Aghlabiyah pertama
berhasil memadamkan gejolak yang muncul dari Kharijiyah
Barbar di wilayah mereka. Kemudian di bawah Ziyadatullah I, Aglabiyah dapat merebut pulau yang terdekat dari Tunisia, yaitu
Sisilia dari tangan Byzantium 827 M, dipimpin
oleh panglima Asad bin Furat, dengan mengerahkan panglima laut yang terdiri dari 900 tentara berkuda dan 10.000 orang pasukan
jalan kaki. Inilah ekspedisi laut
terbesar. Ini juga peperangan akhir yang dipimpin panglima Asad bin Furad karena itu, ia meninggal dalam pertempuran. Selain untuk memperluas wilayah penaklukan terhadap Sicilia juga bertujuan untuk berjihad melawan orang-orang kafir. Wilayah tersebut menjadi pusat penting bagi penyebaran peradaban Islam ke Eropa Kristen.
terbesar. Ini juga peperangan akhir yang dipimpin panglima Asad bin Furad karena itu, ia meninggal dalam pertempuran. Selain untuk memperluas wilayah penaklukan terhadap Sicilia juga bertujuan untuk berjihad melawan orang-orang kafir. Wilayah tersebut menjadi pusat penting bagi penyebaran peradaban Islam ke Eropa Kristen.
Aspek yang menarik pada Dinasti
Aghlabiyah adalah ekspedisi lautnya yang menjelajahi pulau-pulau di Laut Tengah
dan pantai-pantai Eropa seperti pantai Italia Selatan, Sardinia, Corsica, dan
Alpen. Selain itu juga
berhasil menaklukan kota-kota pantai Itali,
Brindisi, Napoli, Calabria, Totonto, Bari, dan Benevento. Dan pada tahun 868 M, mampu menduduki Malpa. Dengan berhasilnya
penaklukan-penaklukan di atas Dinasti
Aghlabiyah menjadi Dinasti yang kaya, sehingga para penguasa Aghlabiyah antusias dalam bidang pembangunan.
Aghlabiyah menjadi Dinasti yang kaya, sehingga para penguasa Aghlabiyah antusias dalam bidang pembangunan.
Keberhasilan penguasaan seluruh
pulau Sisilia inilah yang membuat Aglabiyah unggul
di Mediterania Tengah. Kemudian Aglabiyah melanjutkan serangan-serangannya ke pulau lainnya dan pantai-pantai di Eropa, termasuk
berhasil menaklukan kota-kota pantai Italia
Brindisi (836/221 H.) Napoli (837M), Calabria (838 M), Toronto (840 M ), Bari
(840 M), dan Benevento (840 M). Karena tidak
tahan terhadap serangan berkepanjangan dari pasukan
Aghlabiyah pada Bandar-bandar Itali, termasuk kota Roma, maka Paus Yonanes
VIII (872– 840 M) terpaksa minta perdamaian dan bersedia membayar upeti sebanyak 25.000 uang perak pertahun kepada Aglabiyah.
VIII (872– 840 M) terpaksa minta perdamaian dan bersedia membayar upeti sebanyak 25.000 uang perak pertahun kepada Aglabiyah.
Pasukan Aglabiyah juga berhasil
menguasai kota Regusa di pantai Yugoslavia (890 M), Pulau Malta (869 M),
menyerang pulau Corsika dan Mayorka, bahkan mengusai kota Portofino di pantai
Barat Italia (890), kota Athena di Yunani-pun berada dalam jangkauan penyerangan
mereka.
Dengan keberhasilan
penaklukan-penaklukan tersebut, menjadikan Dinasti Aglabiyah kaya raya, para penguasa bersemangat membagun
Tunisia dan Sisilia. Ziyadatullah I membangun
masjid Agung Qairuan, sedangkan Amir Ahmad membangun masjid Agung Tunis dan juga membangun hampir 10.000 benteng
pertahanan di Afrika Utara. Tidak cukup
itu, jalan-jalan, pos-pos, armada angkutan, irigasi untuk pertanian (khususnya
di Tunisia Selatan, yang tanahnya
kurang subur), demikian pula perkembangan arsitektur,
ilmu, seni dan kehidupan keberagamaan.
ilmu, seni dan kehidupan keberagamaan.
Selain sebagai ibu kota Dinasti
Aghlabiyah, Qoiruan juga sebagai pusat penting munculnya mazhab Maliki, tempat
berkumpulnya ulama-ulama terkemuka, seperti Sahnun yang wafat (854 M) pengarang
mudawwanat, kitab fiqih Maliki, Yusuf bin Yahya, yang wafat (901 M), Abu
Zakariah al-Kinani, yang wafat (902 M), dan Isa bin Muslim, wafat (908 M). Karya-karya para ulama-ulama pada
masa Dinasti Aghlabiyah ini tersimpan baik di Masjid Agung Qairuan.
1.
Langkah-langkah Pemimpin Aghlabiyah
a.
Penguasa Aghlabiyah pertama berhasil memadamkan
gejolak Kharijiyah Berber di wilayah mereka.
b.
Dilanjutkan dengan dimulainya proyek besar merebut
Sisilia dari tangan Bizantium pada tahun 827 M, dibawah
Ziadatullah I yang amat cakap dan energik, dengan meredakan
oposisi internal di Ifriqiyyah yang dilakukan Fuqaha’ (pemimpin–pemimpin religius) Maliki di Qayrawan (Cairovan). Disamping
itu, suatu armada bajak laut dikerahkan, sehingga membuat
Aghlabiyah unggul di Mediterania Tengah dan membuat
mereka mampu mengusik pantai Italia Selatan, Sardinia, Corsica, dan Meriteran Alp. Kemudian Aghlabiah juga berhasil
merebut Malta pada tahun 868 M.
Daerah-daerah tersebut yang menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Aghlabiyah. Dengan demikian, pada tahun 878 M sempurnalah penguasaan atas Sisilia, kemudian pulau itu dibawah pemerintahan Muslim. Pertama di bawah kekuasaan Aghlabiyah dan kedua di bawah Gubernur-Gubernur Fathimiyah, sampai penaklukan oleh Norman pada abad XI. Pulau itu menjadi pusat bagi penyebaran kultur Islam ke Eropa KRISTEN.
Daerah-daerah tersebut yang menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Aghlabiyah. Dengan demikian, pada tahun 878 M sempurnalah penguasaan atas Sisilia, kemudian pulau itu dibawah pemerintahan Muslim. Pertama di bawah kekuasaan Aghlabiyah dan kedua di bawah Gubernur-Gubernur Fathimiyah, sampai penaklukan oleh Norman pada abad XI. Pulau itu menjadi pusat bagi penyebaran kultur Islam ke Eropa KRISTEN.
2.
Peninggalan-peninggalan Bersejarah
Dinasti Aghlabiah Aghlabiyah adalah pembangun yang
penuh semangat. Diantara bangunan-bangunan peninggalan Aghlabiah adalah:
a.
Pembangunan kembali Masjid Agung Qayrawan oleh
ZiyadatullahI
b.
Pembangunan Masjid Agung Tunis oleh Ahmad.
c.
Pembangunan karya-karya pertanian dan irigasi yang
bermanfaat, khususnya di Ifriqiyah selatan yang kurang subur.
3.
Kemunduran Dinasti Aghlabiyah
Menjelang akhir abad IX, posisi Aghlabiah di
Ifqriqiyah menjadi merosot. Hal ini disebabkan
karena amir terakhirnya yaitu Ziyadatullah III tenggelam dalam kemewahan (berfoya-foya), dan seluruh pembesarnya tertarik
pada Syi’ah, juga propaganda Syi’iah, Abu Abdullah.
Perintis Fatimiyah, Mahdi Ubaidillah mempunyai pengaruh yang cukup besar di Barbar, yang akhirnya menimbulkan pemberontakan
militer, dan Dinasti Aghlabiyah dikalahkan oleh Fatimiyah (909 M),
Ziyadatullah III di usir ke Mesir setelah melakukan upaya-upaya yang sia-sia demi untuk mendapatkan
bantuan dari Abbasiah untuk
menyelamatkan Aghlabiah (Bosworth,1993:47).
menyelamatkan Aghlabiah (Bosworth,1993:47).
DINASTI
FATHIMIYAH
A.
Pendahuluan
Fatimiyah merupakan Dinasti Syi’ah
Isma’iliyah yang pendirinya adalah Ubaidillah al- Mahdi yang datang dari Syiria
ke Afrika Utara yang menisbahkan nasabnya sampai ke Fatimah putri Rasulullah
dan isteri Khalifah keempat Ali bin Abi Thalib. Karena itu menamakan Dinasti Fatimiyah (Hoeve,
1994: 8). Namun kalangan Sunni mengatakan Ubaidiyun. Konsep yang digunakan
adalah Syi’ah radikal Isma’iliyah dengan doktrin- doktrinnya yang berdimensi
politik, agama, filsafat, dan sosial. Serta para pengikutnya mengharapkan
kemunculan al–Mahdy.
Ubaidillah dengan dukungan kaum Barbar, pertama dapat
mengalahkan Gubernur- Gubernur Aghlabiyah di Ifriqia, Rustinia Khoriji di Tahar
dan menjadikan Idrisiyah Fez sebagai bawahannya, saat pemerintah pertama kali
ialah di al-Mahdiyah sekitar Qairawan yang kemudian Fatimiyah mengembangkan
sayapnya ke daerah sekitarnya serta menduduki Mesir yang kemudian mendirikan
kota baru yang diberi nama Kairo (al-Qohirah “yang berjaya”) atas prakarsa
jenderal Jauhar Atsaqoli (Mufrodi,1997: 116).
Dalam bersaing dengan pemerintahan Abbasiyah, Fatimiyah memindahkan
ibukotanya dari al-Mahdi ke Kairo. Dan Juga memberi gelar kepada
Khalifah-Khalifah Fatimiyah sebagai Khalifah sejati. Begitu juga dia
menyebarkan dai-dainya keluar Mesir yang mereka itu lulusan dari Universitas
al-Azhar. Pada masa pemerintahan Fatimiyah timbul perang Salib dan muncul
gerakan-gerakan Syi’ah yang ekstrim yang disebut Druze yang dipimpin oleh
Darazi (Bosworth, 1993: 71).
B.
Kondisi Politik dan Pemerintahan
Fathimiyyah adalah Dinasti syi’ah yang dipimpin oleh 14
Khalifah atau imam di Afrika dan Mesir tahun 909–1171 M, selama lebih kurang
262 tahun. Para kahlifah tersebut adalah :
1.
‘Ubaidillah al Mahdi
2.
Al–Qa’im (924-946 M)
3.
Al–Manshur (946-953 M)
4.
Al–Mu’izz (953-975 M)
5.
Al–‘Aziz (975-996 M)
6.
Al–Hakim (996-1021 M)
7.
Azh–Zhahir (1021-1036 M)
8.
Al–Musthansir (1036-1094 M)
9.
Al Musta’li (1094-1101 M) (909-924 M)
10. Al–Amir
(1101-1131 M)
11. Al–Hafizh
(1131-1149 M)
12. Azh–Zhafir
(1149-1154 M)
13. Al–Faiz
(1154-1160 M)
14. Al–‘Adhid
(1160–1171 M)
Namun sejak tahun 1131 M, merupakan masa peralihan
pemerintahan dari “Khalifah” ke “wali”. Hal ini terjadi ketika Dinasti
Fatimiyah diperintah oleh al–Hafizh (sebagai wali bukan sebagai Khalifah).
Pada tahun 1094 M, setelah al-Muntasir wafat, terjadi
perpecahan dalam gerakan ma’iliyah, yaitu kelompok Nizar yang sangat ekstrim
dan Musta’ali yang lebih moderat. Dia mempertahankan kekhalifahan, namun basis
kespiritualan lebih banyak melemah.
Berdirinya Dinasti ini bermula menjelang abad ke-X, ketika
kekuasaan Bani Abbasiyah di Baghdad mulai melemah dan wilayah kekuasaannya yang
luas tidak terkordinir lagi. Kondisi seperti inilah yang telah membuka peluang
bagi munculnya Dinasti-Dinasti kecil di daerah-daerah, terutama di daerah yang
Gubernur dan sultannya memiliki tentara sendiri. Kondisi ini telah menyulut
pemberontakan-pemberontakan dari kelompok-kelompok yang selama ini merasa
tertindas serta memberi kesempatan bagi kelompok Syi’ah, Khawarij, dan kaum
Mawali untuk melakukan kegiatan politik.
Dinasti Fathimiyah bukan hanya sebuah wilayah gubernuran yang
independen, melainkan juga merupakan sebuah rezim revolusioner yang mengklaim
otoritas universal. Mereka mendeklarasikan adanya konsep imamah yakni para
pemimpin dari keturunan Ali yang mengharuskan sebuah redefinisi mengenai
pergantian sejarah Imam atau mengenai siklus eskatologis sejarah.
Dinasti Fathimiyah berkuasa mulai (909–1173 M) atau kurang
lebih 3 abad lamanya. Dinasti ini mengaku keturunan Nabi Muhammad melalui jalur
Fatimah az-Zahro. Kelompok Syi’ah berpendapat bahwa Ismail bin Ja’far as-Sadiq
yang wafat (765 M), bukannya Musa saudaranya Ismail, yang berperan sebagai imam
ketujuh menggantikan ayah mereka (imam Ja’far). Berdasarkan kepemimpinan Ismail
inilah sebuah gerakan politik keagamaan Ad da’wah Fatimiyah diorganisir.
Gerakan ini berhasil merealisir pertama kali pembentukan pemerintahan Syi’i
yang eksklusif. Sedangkan kebanyakan kaum sunni yang mengatakan bahwa Dinasti
Fatimiyah keturunan dari Ubaidillah al- Mahdi, disebut Dinasti Ubaydiun
(Khalifah I Dinasti Fatimiyah) dan berasal dari Yahudi.
Gerakan Syi’ah Fatimiyah ini membuktikan pada Dunia, bahwa
potensi doktrin mesianik dan sentralistik. Walaupun Syi’ah menganggap Ismail
sebagai Imam mereka, tetapi Isma’il tidak berperan secara independen, karena ia
mati muda, bahkan sebelum ayahnya (Imam Ja’far). Kondisi inipun tidak
menghalangi perkembangan doktrin Ismaili, dengan dominasi dari bani Abbasiyah,
karena dua golongan ini merasa bersaudara. Ini berangkat dari Umul Fadhl pernah
menyusui Husain anak Fatimah dan Ali, ketika ia melahirkan Dotham. Jadi menurut
mereka bani Abbasiyah dan Syi’ah Fatimiyah merupakan saudara sesusuan.
Keberhasilan menancapkan doktrin Ismaili, dalam
perkembangannya mampu memberi perlindungan imam-imam mereka di Salamiyah, Siria
dan telah memudahkan pengorganisasian dakwah Fatimiyah. Meskipun dakwah
Fatimiyah ini dimulai sejak dini, namun baru pada masa Abu Ubaidillah Husein,
generasi keempat setelah Ismaili, baru mulai berkembang pesat. Doktrin dakwah
populer yang disebarkan pada saat itu ialah berhaknya anak Ubaidillah atas
posisi penyelamat (al-Mahdi). Doktrin ini menggunakan sistem jaringan para agen
(du’ah jamak dari da’i), sehingga sangat efektif dan terorganisir secara rapi.
Ubaidillah yang memimpin dakwahnya dari Salamiyah dan Siria
ke Afrika Utara, dimana propaganda Syi’ah telah berkembang dengan pesat. Ia
memimpin dakwahnya dengan memenangkan dukungan luas dari daerah-daerah yang
kurang diperhatikan oleh Kholifah Abbasiyah. Lewat da’i seperti Ali bin Fadl
al-Yamani dan Ibnu al-Hawsyab al-Kufy, Yaman, termasuk ibu kotanya, dapat
direbut. Dengan dikuasainya Yaman, ia dapat menyebarkan para da’i ke berbagai
daerah, termasuk Afrika Utara, belahan timur antara Arabia dan India. Juga
Afrika Barat dengan da’i Abu Abdullah asy-Syi’i. Yang mengemukakan konsep akan
datangnya Imam Mahdi , dari keturunan Nabi. Para da’i tersebut akhirnya
berhasil menjadikan kaum Barbar sebagai pendukung kepemimpinan Ubaidillah
al-Mahdi. Selanjutnya, atas dukungan besar inilah, asy-Syi’i berhasil menduduki
Roaqadah, pusat pemerintahan Dinasti Aghlabiyah. Akhirnya al-Mahdi yang baru
menggantikan ayahnya, datang ke Tunis untuk dinobatkan sebagai Khalifah (909
M).
Karena tidak menguasai daerah
kekuasaannya, maka ia banyak menggantungkan pada da’i, seperti asy-Syi’i. Namun
karena yang disebut belakangan rupanya banyak memberikan harapan dan konsesi
terhadap penduduk lokal, maka ia dianggap kurang memenuhi program al-Mahdi yang
luas. Kemudian al-Mahdi membersihkan figur-figur yang dicurigai, termasuk
asy-Syi’i. Dalam masa pemerintahannya, untuk memperluas kekuasaannya, yang bermaksud
memberikan kompensasi pada kaum Barbar, ia mengadakan ekspedisi wilayah laut
tengah, seperti; Genoa, Sisilia, Mesir.
Keberhasilan pemerintahan Fatimiyah ini ditandai dengan
pindahnya pusat pemerintahan ke Kairo. Hampir seluruh daerah Afrika Utara
bagian Barat dapat dikuasai Fatimi, terutama setelah menaklukan wilayah Maghrib
yang dipimpin Jawhar asy-Siqilli (969 M) dan menaklukkan Dinasti terakhir di
Fusthath Ikhsyidiyyah. Disana juga mulai membangun ibu kota baru di Mesir,
yaitu al-Qohirah (970 M) serta Masjid al-Azhar sebagai pusat pendidikan para
da’i dan Khalifah al Muizz pindah ke ibu kota baru tahun (973 M). Dinasti
Fatimiyah ini akhirnya makin berkembang dalam berbagai aspek kehidupan, karena
ditopang dengan kekuasaan yang luas dan mampu membangkitkan berbagai macam aksi
yang bersifat wacanis (keilmuan), perdagangan, keagamaan, walaupun peralihan
kekuasaan ke wilayah timur, berlahan-lahan melenyapkan kekuasaan mereka
dibagian Barat. Terbukti, wakil mereka di Tunis, Bani Ziri (1041 M) menyatakan
tak terikat dengan pemerintahan Fatimiyah.
Pada masa pemerintahan al-Mustanshir (1036-1094 M) Dinasti
Fatimiyah mencapai puncak kekuasaannya setelah terlibat konflik dengan Yunani
tentang masalah Suriah. Para Khalifah Fatimi umumnya membina hubungan damai
dengan Byizantium, kemudian bersatu karena ancaman-ancaman Petualang Seljuk dan
Trukmen di Suriah dan Anatholia pada abad II.
Tetapi pada akhir abad 11 terjadi aksi Salib I yang mengancam
penguasa-penguasa Turki Suriah. Para Khalifah Fatimiyah, pada pertengahan abad
12 bekerja sama dengan Dinasti Zangiyyah; Nuruddin dari Aleppo dan Damasqus
untuk melawan tentara Salib (The Crusaders II). Setelah Ascalon jatuh ke tangan
tentara Salib, Dinasti Fatimiyah mulai terpecah-belah. Para Khalifah kehilangan
kekuasaan dan para Wazirnya (Gubernur) memegang kepemimpinan ekskutif dan
militer. Dari sini Dinasti Fatimiyah di akhiri oleh serangan Sahadin
(Shalahudin), keponakan yang cakap sebagai pengganti Syirkuh yang menguasai
Mesir (1173 M) di bawah pemerintahan Nuruddin putra Zangi dari Dinasti
Ayyubiyah.
Sekitar tahun 1171 M, Dinasti Fatimiyah ini berakhir. Dinasti
ini banyak mencapai kemajuan peradaban dan peningkatan ekonomi dan penyebab
kemunduran dan kehancuran Fatimiyah disebabkan karena perpecahan di antara para
khalifahnya (Glasse,1996:43).
C.
Kemajuan-Kemajuan Dinasti Fatimiyah
Selama kurun waktu 262 tahun, Fatimiyah telah mencapai
kemajuan yang pesat terutama pada masa Al-Muiz, Al-Aziz dan Al-hakim.
Kemajuan-kemajuan itu mencakup berbagai bidang, yaitu :
a.
Kemajuan dalam hubungan perdagangan dengan Dunia
non Islam, termasuk India dan negeri-negeri Mediteramia yang KRISTEN.
b.
Kemajuan di bidang seni, dapat dilihat pada
sejumlah dekorasi dan arsitektur istana.
c.
Dalam bidang pengetahuan dengan dibangunnya
Universitas Al–Azhar.
d.
Di bidang ekonomi, baik sektor pertanian,
perdagangan maupun industri.
e.
Di bidang keamanan.
D.
Kemunduran Dinasti Fatimiyah
Sesudah berakhirnya masa pemerintahan Al-Aziz, pamor Dinasti
Fatimiyyah mulai menurun. Kalaupun pada masa al-Munthasir sempat mengalami
kejayaan, itu tidaklah seperti apa yang telah dicapai oleh al-Aziz.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Dinasti
Fathimiyah adalah :
a.
Para penguasa yang selalu tenggelam dalam
kehidupan yang mewah.
b.
Adanya pemaksaan ideologi Syi’ah kepada
masyarakat yang mayoritas Sunni.
c.
Terjadinya persaingan perebutan wazir.
d.
Kondisi al-‘Adhid (dalam keadaan sakit) yang
dimanfaatkan oleh Nur ad-Din.
e.
Dalam kondisi khilafah yang sedang lemah, konflik
kepentingan yang berkepanjangan diantara pejabat dan militer. Merasa tidak
sanggup, akhirnya al-Zafir meminta bantuan kepada Nur al-Din dengan pasukan
yang dipimpin oleh Salah al-Din Al-Ayyubi. Mula-mula ia berhasil membendung
invasi tentara Salib ke Mesir. Akan tetapi kedatangan Salah al Din untuk yang kedua
kalinya tidak hanya memerangi pasukan Salib, tetapi untuk menguasai Mesir.
f.
Dengan dikalahkannya tentara Salib sekaligus
dikuasainya Mesir, maka berakhirlah riwayat Dinasti Fatimiyah di Mesir pada
tahun 1171 M yang telah bertahan selama 262 tahun.
E.
Peninggalan Bersejarah Dinasti Fatimiyah
Di antara peninggalan Dinasti Fatimiyah, ada dua bangunan
yang amat bersejarah dan keberadaannya hingga kini masih bisa dirasakan, bahkan
mengalami perkembangan pesat. Peninggalan-peninggalan itu adalah :
a.
Universitas Al–Azhar yang semula adalah masjid
sebagai pusat kajian. Masjid ini didirikan oleh al-Saqili pada tanggal 17
Ramadlan (970 M). Nama Al–Azhar diambil dari al-Zahra, julukan Fatimah, putri
Nabi SAW dan istri Ali bin Abi Thalib, imam pertama Syi’ah.
b.
Dar al-Hikmah (Hall of Science), yang
terinspirasi dari lembaga yang sama yang didirikan oleh al-Ma’mun di Baghdad.
DINASTI
AYYUBIYAH
kebijaksanaan
aktivis Shalahuddin memberikan tempat sebagai hubungan detentedan damai dengan
orang-orang Frank. Setelah kematian Shalahuddin, Ayyubiyah melanjutkan
pemerintahan Mesir dan pemerintahan Syiria (sampai tahun 1260 M).
Keluarga Ayyubiyah membagi imperiumnya menjadi sejumlah kerajaan kecil Mesir,
Damaskus, Alleppo, dankerajaan Mosul sesuai dengan gagasan Saljuk bahwa negara
merupakan warisan keluarga raja. Meskipun demikian, Ayyubiyah tidak
mengalami perpecahan,karena dengan loyalitas kekeluargaan . Mesir
diintegrasikan berbagai imperium. Mereka menata pemerintahan dengansistem
birokrasi masa lampau yang telah berkembang di negara-negara Mesir danSyiria
melalui distribusi iqta’ kepada pejabat-pejabat militer yang berpengaruh.Ayyubiyah
secara khusus enggan melanjutkan pertempuran melawan sisa-sisakekuatan pasukan
Salib. Mereka lebih memprioritaskan untuk mempertahankan Mesir karena
kesatuan mulai melemah.
Pada tahun
1229 M Ayyubiyah menegosiasikan sebuah perjanjian dengan Fedrick II. Ini
adalah puncak kebijaksanaan baru, dan pada periode damai inilahmembawa
keuntungan ekonomi yang besar bagi Mesir dan Syiria, termasuk hidupnya
kembali perdagangan dengan kekuatan-kekuatan KRISTEN Mediterania.3. Kemunduran
Dinasti AyyubiyahSepeninggal Al-Kamil tahu 1238 M, Dinasti Ayyubiyah terkoyak
oleh pertentanganpertentangan intern. Serangan Salib keenam dapat diatasi,
dan pimpinannya, Raja Perancis St. Louis ditangkap. Namun pada tahun 1250
Mkeluarga Ayyubiyah diruntuhkan oleh sebuah pemberontakan oleh salah
saturesimen budak (Mamluk)nya, yang membunuh penguasa terakhir Ayyubiyah,
danmengangkat salah seorang pejabat Aybeng menjadi sultan baru.
Keruntuhan ini
terjadi di dua tempat, di wilayah Barat Ayyubiyah berakhir olehserangan Mamluk,
sedangkan di Syiria dihancurkan oleh pasukan Mongol.Dengan demikian berakhirlah
riwayat Ayyubiyah oleh Dinasti Mamluk. Dinastiyang mampu mempertahankan pusat
kekuasaan dari serangan bangsa Mongol.4. Kemajuan-Kemajuan Yang dan Peninggalan
Dinasti AyyubiyahSebagaimana Dinasti-Dinasti sebelumnya, Dinasti Ayyubiyah pun
mencapaikemajuan yang gemilang dan mempunyai beberapa peninggalan
bersejarah.Kemajuan-kemajuan itu mencakup berbagai bidang, diantaranya adalah :
1. Bidang Arsitektur dan PendidikanPenguasa Ayyubiyah telah berhasil
menjadikan Damaskus sebagai kota pendidikan. Ini ditandai dengan
dibangunnya Madrasah al–Shauhiyyah tahun1239 M sebagai pusat pengajaran empat
madzhab hukum dalam sebuah lembagaMadrasah. Dibangunnya Dar al Hadist
al-Kamillah juga dibangun (1222 M) untuk mengajarkan pokok-pokok hukum
yang secara umum terdapat diberbagaimadzhab hukum sunni. Sedangkan dalam bidang
arsitek dapat dilihat pada monumen Bangsa Arab, bangunan masjid di Beirut yang
mirip gereja, sertaistana-istana yang dibangun menyerupai gereja.
2. Bidang Filsafat dan KeilmuanBukti konkritnya adalah
Adelasd of Bath yang telah diterjemahkan, karya-karyaorang Arab tentang
astronomi dan geometri, penerjemahan bidang kedokteran. Di bidang
kedokteran ini telah didirikan sebuah rumah sakit bagi orang yang
cacat pikiran.
3. Bidang IndustriKemajuan di bidang ini dibuktikan dengan dibuatnya kincir
oleh seorang Syiriayang lebih canggih dibanding buatan orang Barat. Terdapat
pabrik karpet, pabrik kain dan pabrik gelas.
4. Bidang PerdaganganBidang ini membawa pengaruh bagi Eropa dan
negara–negara yang dikuasai Ayyubiyah.
Di Eropa
terdapat perdagangan agriculture dan industri. Hal inimenimbulkan perdagangan
internasional melalui jalur laut, sejak saat itu Duniaekonomi dan perdagangan
sudah menggunakan sistem kredit, bank, termasuk Letter of Credit
(LC), bahkan ketika itu sudah ada uang yang terbuat dari emas.E. Bidang
Militer Selain memiliki alat-alat perang seperti kuda, pedang, panah, dan
sebagainya, ia juga memiliki burung elang sebagai kepala burung-burung
dalam peperangan.Disamping itu, adanya perang Salib telah membawa dampak
positif, keuntungandibidang industri, perdagangan, dan intelektual, misalnya
dengan adanya irigasi.
Catatan Simpul Dinasti
Ayyubiyah akhirnya berhasil merebut Mesir dari tangan Fathimiyyah.Dinasti ini
didirikan oleh Salah Al Din Al-Ayyubi, seorang Kurdi yang beraliranSunni. Ketika
Ayyubiyah dibawah kekuasaannya perkembagangan yang dialamicukup pesat. Baik
dibidang industri, pertanian, perdagangan, pendidikan,arsitektur, militer, dan filsafat
serta keilmuan. Sedangkan peninggalan yangterpenting adalah Dar al Hadits Al
Kamiliyah yang dibangun pada tahun 1222 Muntuk mengajarkan pokok-pokok hukum
yang secara umum terdapat diberbagaimadzhab hukum sunni.Keberhasilannya yang
gemilang adalah dapat menumpas tentara-tentara Salib danmempersatukan kembali
umat Islam di jalan yang sama. Kondisi ini tidak berlangsung lama,
sepeninggal Salahuddin karena demam yang dideritanya tahun1193 M, Ayyubiyah
mulai menampakkan kemunduran.Dinasti ini mulai terkoyak oleh perselisihan
intern keluarga sepeninggal Al-Kamil. Pada saat itu pemberontakan yang
dilakukan oleh budak (Mamaliknya).Resimen inilah yang akhirnya dapat
menaklukkan Ayyubiyah di bagian Barat pada tahun 1250 M. Sedangkan
Ayyubiyah di Syiria ditaklukan oleh Mongol.
Salahuddin
berjasa mengembangkan Universitas Al-Azhar karena beliaumenghapus paham Syi’ah
. Saat itu paham Syi’ah kurang diminati maka saat ituUniversitas Al-Azhar
kurang diminati karena ada paham Syi’ah di dalamnya .Saat Perang Salib ke-2
tentara kristen Eropa ingin mencuri mayat jenazahRasulullah SAW , namun usaha
tersebut digagalkan oleh Salahuddin Al-Ayyubi bersama Sultan Nuruddin.
Pelakunya ditangkap lalu dibunuh.
Ada beberapa
indikator kemajuan Dinasti Ayyubiyah di bidang pendidikan ,yaitu :
1.
Membentuk Departemen
Khusus Pendididkan dan Penerjemahan .
2.
Mengubah Al-Azhar.
3.
Membangun
lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal disetiap sudut
kota.Pada abad ke-19 M, Al-Azhar mengalami perkembangan dan kemajuan yangsangat
berarti. Saat itu muftinya adalah Muhammad Abduh. Dia mengubah Al-Azhar menjadi
Universitas Islam yang dulunya perguruan tinggi yang terkesantradisional
menjadi perguruan tinggi Islam yang modern . Beliau membuka
fakultas :1) Filsafat2) Farmasi3) Kedokteran4) Teknologi.
DINASTI MURABITHUN DAN MUWAHIDHUN
A.
Latar belakang
Dinasti Murabithun
pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin
di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang
berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas "undangan" penguasa-penguasa
Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan
negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya
memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia.
Karena perpecahan di kalangan raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh
untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu. Akan tetapi,
penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun
1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun di Spanyol
dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun.
Pada masa dinasti
Murabithun, Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M. Di
Spanyol sendiri, sepeninggal dinasti ini, pada mulanya muncul kembali
dinasti-dinasti kecil, tapi hanya berlangsung tiga tahun. Pada tahun
1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah
ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (w. 1128). Dinasti ini
datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun'im. Antara tahun 1114 dan 1154
M, kota-kota muslim penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah
kekuasaannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak
kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi tidak
lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan. Pada tahun 1212 M, tentara
Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa.
Kekalahan-kekalahan yang
dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol
dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali runyam,
berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi
demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang
semakin besar. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan
Seville jatuh tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuatan
Islam.
B.
Murabithun atau
Al Murawiyah di Afrika Utara dan Spanyol (1056-1147 M)
Murabithun atau
Al–Murawiyah merupakan salah satu Dinasti Islam yang berkuasa di Maghrib. Nama
Al- Murabithun berkaitan dengan nama tempat tinggal mereka yang pada awalnya
mereka menempati Ribat (sejenis surau). Asal-usul dinasi ini dari Lemtuna,
salahsatu dari suku Sanhaja, Mereka juga disebut al-Mulassimun (orang-orang
bercadar).
Pada abad kesebelas
pemimpin Sanhaja, Yahya bin Ibrahim, melaksanakan ibadah haji ke Makkah. Dan
sekembalinya dari Arabia, ia mengundang Abdullah bin Yasin seorang alim
terkenal di Maroko, untuk membina kaumnya dengan keagamaan yang baik, kemudian
beliau dibantu oleh Yahya bin Umar dan saudaranya Abu Bakar bin Umar. Perkumpulan
ini berkembang dengan cepat , sehingga dapat menghimpun sekitar 1000 orang
pengikut.
Di bawah pimpinan
Abdullah bin Yasin dan komando militer Yahya bin Umar mereka berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke Wadi Dara, dan kerajaan Sijil Mast
yang dikuasai oleh Mas’ud bin Wanuddin. Ketika Yahya bin Umar meninggal Dunia,
jabatannya diganti oleh saudaranya, Abu Bakar bin Umar, kemudian ia menaklukkan
daerah Sahara Maroko. Setelah diadakan penyerangan ke Maroko tengah dan
selatan selanjutnya menyerang suku Barghawata yang menganut paham bid’ah. Dalam
penyerangan ini Abdullah bin Yasin wafat (1059 M). Sejak saat itu Abu Bakar
memegang kekuasaan secara penuh dan ia berhasil mengembangkannya.
Abu Bakar berhasil menaklukkan
daerah Utara Atlas Tinggi dan akhirnya pada tahun 1070 M, ia dapat menaklukkan
daerah Marrakech (Maroko). Kemudian ia mendapat beritabahwa Buluguan, Raja Kala
dari Bani Hammad mengadakan penyerangan ke Maghrib dengan melibatkan kaum
Sanhaja. Mendengar berita itu ia kembali ke Sanhaja untuk menegakkan
perdamaian. Setelah berhasil memadamkan, ia menyerahkan kekuasaanya kepada
Yusuf bin Tasyfin (2 September 1107), kemudian ia mengatakan bahwa Maroko di
bawah kekuasaannya.
Pada tahun 1062 M,
Yusuf bin tasyfin mendirikan ibu kota di Maroko. Dia berhasil menaklukkan Fez
(1070 M) dan Tangier (1078 M). Pada tahun 1080-1082 M, ia berhasil meluaskan
wilayah sampai ke Al Jazair. Dia mengangkat para pejabat Al-Murabithun untuk
menduduki jabatan Gubernur pada wilayah taklukannya, sementara ia memerintah di Maroko.
Yusuf bin Tasfin meninggalkan Afrika pada tahun 1086 M dan memperoleh
kemenangan besar atas Alfonso VI (Raja Castile Leon) dan Yusuf bin Tasfin
mendapat dukungan dari Muluk At-Thawa’if dalam pertempuran di Zallaqah. Ketika
Yusuf bin Tasfin meninggal Dunia, ia mewariskan kepada anaknya, Abu Yusuf bin
Tasyfin. Warisan itu berupa kerajaan yang luas dan besar terdiri dari
negeri-negeri Maghrib, bagian Afrika dan Spanyol. Ali ibn Yusuf melanjutkan
politik pendahulunya dan berhasil mengalahkan anak Alfonso VI (1108 M).
Kemudian ia ke Andalusia merampas Talavera Dela Rein. Lambat laun Dinasti Al-
Murabithun mengalami kemunduran dalam memperluas wilayah. Kemudian Ali
mengalami kekalahan pertempuran di Cuhera (1129 M). kemudain ia mengangkat
anaknya Tasyfin bin Ali menjadi Gubernur Granada dan Almeria. Hal ini dilakukan
sebagai upaya untuk menguatkan moral kaum Murabithun untuk mempertahankan
serangan dari raja Alfonso VII. Dinasti Al- Murabithun memegang kekuasan selama
90 tahun, dengan enam orang penguasa yaitu :
1.
Abu Bakar bin Umar
(1056-1061 M)
2.
Yusuf bin Tasyfin
(1061-1107 M)
3.
Ali bin Yusuf
(1107-1143 M)
4.
Tasyfin bin Ali
(1143-1145 M)
5.
Ibrahim bin Tasfin
6.
Ishak bin Ali.
Masa terahir Dinasti Al-Murabithun tatkala dikalahkan
oleh Dinasti Muwahiddun yang dipimpin oleh Abdul Mun’im. Dinasti Muwahiddun
menaklukkan Maroko pada tahun 1146-1147 M yang ditandai dengan terbunuhnya
penguasa Al-Murabithun yang terakhir, Ishak bin Ali.
Ketika kekuasaan Bani Umayah Spanyol pecah, ada suatu
kekuatan yang baru muncul di Afrika Barat. Para ketua Muslim di Spanyol
melupakan perbedaan mereka. Pada saat yang kritis itu dan meminta bantuan
kepada Yusuf ibn Tasyfin, Raja al-Murabithun di Afrika Barat. Yusuf menanggapi
permintaan mereka dan menyebrang ke Spanyol pada tahun 1086 M. Pasukan Gabungan
itu bertemu dengan pasukan Alfanso di Zalaqah.
Dalam pertempuran itu Alfanso dikalahkan. Kemenangan ini
membuat Yusuf menjadi Raja. Akan tetapi tidak lama memerintah beliau wafat, dan
di ganti oleh anaknya Abul Hasan. Abul Hasan mempunyai kekuatan yang luar
biasa, Dia mengalahkan orang KRISTEN dalam beberapa pertempuran selama
pemerintahannya. Kekuatan lainnya bernama al-Muahhidun di Afrika
C.
Muwahhidun
atau Al–Muhad di Afrika Utara dan Spanyol (1128-1269 M)
Muwahhiddun merupakan Dinasti Islam yang pernah
berjaya di Afrika Utara selama lebih satu abad. Didirikan oleh Muhammad bin
Tummart. Ibn Tumart menamakan gerakannya dengan Muwahhiddun, karena gerakan ini
bertujuan untuk menegakkan tauhid (Keesaan Allah), menolak segala bentuk
pemahaman anthropormofisme (Tajsim) yang dianut oleh Murabithun. Karena itu
semangat perjuangan Ibn Tumart adalah menghancurkan kekuatan Murabhitun. Pada
tahun 1129 M, di bawah komando Abu Muhammad Al Basyir, kaum Muwahiddun menyerang
ibu kota Murabithun. Peristiwa itu terkenal dengan nama perang Buhairah. Dalam
perang itu Muwahhidun kalah dan mengakibatkan meninggalnya Ibn Tumart. Pada
tahun 1163 M, Abdul Mun’im bin ‘Ali diangkat sebagai pemimpin menggantikan Ibn
Tumart. Di bawah kepemimpinannya Al-Muwahiddun Meraih kemenangan.
Pada tahun 1131 M Muwahiddun menguasai Nadla , Dir’ah
Taigar, Fazar dan Giyasah. Pada tahun 1139 M, Muwahiddun melancarkan serangan
ke pertahanan Murabithun sehingga jatuh ketangan kaum Muwahiddun. Fez kota terbesar
kedua setelah Marrakech, direbut al-Muwahhidun pada tahun 1145 M. Setahun
kemudian berhasil menguasai Marrakech dan menjatuhkan Murabithun.
Setelah berhasil menjatuhkan Murabithun Abdul Mun’im
memperluas wilayah kekuasaannya, pada tahun 1152 M Al-Jazair direbutnya. 6
tahun berikutnya wilayah Tunisia dikuasai dan 2 tahun setelah itu Tripoli jatuh
ketangannya. Kekuasaannya dari Tripoli hingga ke Samudera Atlantik sebelah
Barat, suatu prestasi gemilang dan belum pernah dicapai
oleh Dinasti manapun di Afrika Utara. Pada tahun 1162 M, Abdul Mun’im
memperluas wilayahnya ke daerah yang dikuasai orang Kristen, tetapi pada tahun
itu Abdul Mun’im wafat. Ia diganti puteranya Abu Ya’kup Yusuf Abdul Mun’im
(1184 M). Ia memperluas wilayah di utara dari timur pada tahun 1169 M dibawah
Abu Hafs al Muwahhidun, dia berhasil merebut Toledo.
Dalam beberapa generasi ini Muwahhidun mengalami masa
kemajuan. Akan tetapi setelah kematian Ya’kub Muwahhidun memasuki masa
kemunduran. Bersamaan dengan kemunduran ini, pasukan Salib yang telah
dikalahkan oleh Salahuddin di Palestina kembali ke Eropa dan mulai menggalang
kekuatan baru dibawah pimpinan Alfonso IX. Kekuatan KRISTEN ini mengulangi
serangan ke Andalusia dan kali ini mereka berhasil mengalahkan kekuatan Muslim
Muwahhidun. Setelah beberapa kali mengalami kekalahan dan akhirnya
penguasa muwahhidun meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara (Maroko)
pada tahun 1235 M. Adapun urutan-urutan penguasa Al Muwahhidun sebagai berikut
:
1.
Muhammad bin Tumart Al
Mahdi (1121-1130 M)
2.
Abdul Mun’im bin Ali
(1130-1163 M)
3.
Abu Ya’kub Yusuf
(1163-1184 M)
4.
Abu Yusuf Ya’kub al
Mansur (1184-1198 M)
5.
Muhammad An Nasir
(1198-1214 M)
6.
Abu Yusuf Ya’kub Al
Mustansir (1214-1224 M)
7.
Dsb.
Muhammad ibnu Tumart,
seorang penduduk asli dari suku di Afrika Barat, mengangkat Abdul Mikmin
sebagai wakilnya, setelah Abdul Mukmin wafat di ganti oleh saudaranya Abu Yakub
Yusuf. Dia seorang yang dermawan. Beliau digantikan oleh anaknya yang terkenal
yaitu Ya’kub yang di bawah pemerintahannya, kekuasaan Muwahhidun mencapai
puncaknya. Setelah beliau wafat kekuatan Kristen mulai muncul. Orang Islam di
bawah pemerintahan Muwahhidun melawan orang Kristen di al-Ukab, akhirnya orang
Muahhidun dikalahkan orang Kristen dengan pasukan yang besar (Ali,
Afandi,1995:353-301)
D.
Kesimpulan
Murabithun atau Al–Murawiyah merupakan salah satu
Dinasti Islam yang berkuasa di Maghrib. Nama Al-Murabithun berkaitan dengan
nama tempat tinggal mereka yang pada awalnya mereka menempati Ribat (sejenis
surau). Asal-usul dinasi ini dari Lemtuna, salahsatu dari suku Sanhaja, Mereka
juga disebut al-Mulassimun (orang-orang bercadar).
Di bawah pimpinan
Abdullah bin Yasin dan komando militer Yahya bin Umar mereka berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke Wadi Dara, dan kerajaan Sijil Mast
yang dikuasai oleh Mas’ud bin Wanuddin. Ketika Yahya bin Umar meninggal Dunia,
jabatannya diganti oleh saudaranya, Abu Bakar bin Umar, kemudian ia menaklukkan
daerah Sahara Maroko. Setelah diadakan penyerangan ke Maroko tengah dan
selatan.
Muwahhiddun merupakan Dinasti Islam yang pernah
berjaya di Afrika Utara selama lebih satu abad. Didirikan oleh Muhammad bin
Tummart. Ibn Tumart menamakan gerakannya dengan Muwahhiddun, karena gerakan ini
bertujuan untuk menegakkan tauhid (Keesaan Allah), menolak segala bentuk pemahaman
anthropormofisme (Tajsim) yang dianut oleh Murabithun. Karena itu semangat
perjuangan Ibn Tumart adalah menghancurkan kekuatan Murabhitun. Pada tahun 1129
M, di bawah komando Abu Muhammad Al Basyir, kaum Muwahiddun menyerang ibu kota
Murabithun. Peristiwa itu terkenal dengan nama perang Buhairah. Dalam perang
itu Muwahhidun kalah dan mengakibatkan meninggalnya Ibn Tumart. Pada tahun 1163
M, Abdul Mun’im bin ‘Ali diangkat sebagai pemimpin menggantikan Ibn Tumart.
DAFTAR PUSTAKA
http://bumiayuq.blogspot.com/2007/06/perkembangan-islam-di-spanyol.html
http://muhlis.files.wordpress.com/2007/08/islam-di-spanyol.pdf.
PERANG
SALIB DAN INVASI MONGOL
A. PERANG SALIB
Peristiwa
penting yang dalam gerakan ekspansi yang dilakukan oleh Arp Arselan adalah
peristiwa Manzikart tahun 1071 M). Tentara Arp Arselan dapat mengalahkan
tentara Romawi. Peristiwa ini menamakan benih kebencian dan permusuhan
orang-orang KRISTEN terhadap ummat Islam, yang kemudian mencetuskan Perang
Salib. Kebencian tersebut bertambah setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul
Maqdis tahun 471 H. Orang KRISTEN merasa kesulitan dalam melakukan ziarah ke
tanah sucinya. Untuk memperoleh kembali keleluasaannya, tahun 1095 M, Paus
Urbanus menyeru ummat KRISTEN di Eropa untuk
melakukan perang suci (Nasution, 1985:78). Perang ini di kenal dengan Perang
Salib.
A.
Pengertian
Perang Salib
Kata Salib
berasal dari bahasa Arab (salibun) yang berarti kayu palang/silang
(Heuken, 1994:231). Peperangan tersebut disebut dengan Perang Salib karena didada seragam merah
yang dipakai serdadu tergantung/terjahit tanda Salib, sehingga umat Islam yang
diperangi menyebutnya dengan nama perang Salib (Arsyad, 1993:132).
Perang Salib
merupakan sebuah perang super-maraton yang berlangsung sepanjang 200 tahun,
dimana bangsa-bangsa KRISTEN Eropa bangkit memerangi pusat-pusat negeri Islam
yang selama kurang lebih 90 tahun kerajaan latin tegak di Yerussalem sebelum
pada akhirnya terusir dari sana. Dalam perspektif KRISTEN, perang ini merupakan
serangkaian operasi militer terhadap musuh-musuh gereja yang bertujuan
membebaskan tanah suci dari cengkraman kaum Muslim. Dalam Perang Salib lebih
mengangkat motif agama sebagai masalah utama. Hal tersebut dimaksudkan tidak
lain hanyalah untuk memberi suasana dahsyat pada peperangan itu, yang sulit
diperoleh dan dibangkitkan dengan motif-motif lain. Di kawasan Timur Tengah
jauh sebelum masa masehi orang yang melakukan kejahatan besar dihukum mati
dengan diikat atau dipaku pada Salib. Hukuman kejam itu berasal dari Babilonia
melalui Persia dan Fenisia diterima oleh hukum Romawi.
Menurut Dr. Said
Abdul Fattah Syukur, Perang Salib; “Adalah merupakan gerakan spectakuler dari
pihak Eropa Barat dengan misi imperialisme murni, yang ditujukan kepada
beberapa negeri di belahan Dunia bagian Timur (khususnya negara-negara Islam)
pada abad pertengahan, gerakan dengan bentuknya yang khas ini, pada akhirnya
berhasil pula mempengaruhi dan memporak-porandakan segala aspek kehidupan
bangsa dari negeri-negeri yang menjadi sasarannya, baik sosial, ekonomi,
intelektual, budaya maupun religius” (Syukur, 1993:57). Perang Salib menurut
beberapa pakar sejarah dinilai merupakan kelanjutan misi keagamaan dari para
peziarah KRISTEN ke tempat-tempat suci mereka (Yerussalem), yang dahulunya
dibawah bendera perdamaian, pada perkembangannya berubah niat membawa misi
perang. Hal ini ditunjukkan dengan adanya rombongan peziarah dibawah pimpinan
Mitaz tahun 1064 M yang memimpin 7.000 peziarah bersenjata lengkap, lantaran
termakan isu bahwa penguasa Yerussalem (waktu itu Bani Saljuk) telah melakukan
penganiayaan terhadap para peziarah yang beragama KRISTEN. Sementara
akibat penyerbuan Bani Saljuk ke Antioch telah mengakibatkan orang-orang
Byzantium terusir dari wilayah itu. Hal inilah yang membuat para peziarah menjadi
cemas sehingga mereka wajib mempersenjatai diri ketika berziarah.
Dari pemahaman diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa Perang Salib adalah merupakan gerakan kaum KRISTEN
untuk menguasai tempat-tempat suci, yang kemudian mereka pergi memerangi kaum
muslimin di Palestina secara berulang-ulang dengan tujuan membersihkan tanah
suci mereka (Yerussalem) dari kaum muslimin.
1.
Latar
Timbulnya Perang Salib
Penyebab atau
latar belakang paling utama dari dicetuskannya perang salib oleh paus Urbanus
II adalah adanya permintaan kerajaan Romawi timur (Bizantium) untuk membantu
mereka mengatasi serangan dari dinasti Turki Seljuk. Dalam postingan kali ini
saya membagi latar belakang perang salib kepada 3 sudut pandang, yaitu : agama,
ekonomi dan politik.
Pada kenyataannya
Perang Salib itu terjadi tidak hanya didorong oleh motivasi keagamaan saja,
akan tetapi juga ada beberapa kepentingan yang turut mewarnai dalam Perang
Salib tersebut, diantaranya :
1.
Perang Salib
merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri Barat (pihak KRISTEN) dan
negeri Timur (pihak Muslim) yang mana pada akhir-akhir itu perkembangan dan
kemajuan umat Islam sangat pesat, sehingga menimbulkan kecemasan bagi para
tokoh Barat KRISTEN dan didorong oleh rasa kecemasan itulah mereka melancarkan serangan
terhadap kekuatan Muslim.
2.
Munculnya
kekuatan Bani Seljuk yang berhasil merebut Asia kecil dan Baitul Maqdis setelah
mengalahkan pasukan Bizantium di Manzikart tahun 1071 M dan Dinasti Fathimiah
tahun 1078 M. Kekuatan Seljuk di Asia kecil dan Yersussalem tersebut dianggap
sebagai halangan bagi pihak KRISTEN untuk melaksanakan Haji ke Baitul Maqdis. Padahal pada
pemerintahan Bani Seljuk, umat KRISTEN diberi kebebasan untuk melakukan haji.
Namun dipihak KRISTEN ada yang menyebarkan fitnah bahwa Turki Seljuk telah
melakukan kekejaman terhadap jamaah KRISTEN sehingga hal tersebut menimbulkan
amarah umat KRISTEN-Eropa.
3.
Pasukan Muslim menjadi
penguasa jalur perdagangan di lautan tengah semenjak abad ke-10. Hal tersebut
menyebabkan para pedagang Pisa, Vinesia dan Genoa merasa terganggu sehingga
satu-satunya jalan yang ditempuh untuk memperluas perdagangan mereka adalah
dengan mendesak kekuatan Muslim dari laut tersebut.
4.
Propaganda Alexius
Comnesius kepada Paus Urbanus II untuk membalas kekalahannya dalam peperangan
melawan Pasukan Seljuk. Paus Urbanus II segera meniupkan taufan fanatisme
keagamaan untuk menyalakan Perang Salib besar sehingga seruannya tersebut
disambut oleh ribuan massa Prancis dan Normandia. Hal ini terjadi karena Paus
merupakan sumber otoritas tertinggi di Barat yang didengar dan ditaati
propagandanya.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Perang Salib terjadi karena disebabka oleh beberapa faktor,
diantaranya sebagai berikut:
a.
Faktor Agama
Menguasai kembali
Yerusalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan Muslim yang telah mendominasi sejak
zaman khalifah Umar ibnu Khattab, Direbutnya Baitul Maqdis (471 H) oleh Dinasti
Seljuk dari kekuasaan Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir menyebabkan kaum
KRISTEN merasa tidak bebas dalam menunaikan ibadah di tempat sucinya. Ketika
idealisme keagamaan mulai menguap, para pemimpin politik KRISTEN tetap saja
masih berfikir keuntungan yang dapat diambil dari konsepsi mengenai Perang
Salib, dan untuk memperoleh kembali keleluasaannya berziarah ke tanah suci Yerussalem.
Pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristiani di
Eropa supaya melakukan perang suci. Seruan Paus Urbanus II berhasil memikat
banyak orang-orang KRISTEN karena dia menjanjikan sekaligus menjamin, barang
siapa yang melibatkan diri dalam perang suci tersebut akan terbebas dari
hukuman dosa. Banyak laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum
Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang didapat dari para peziarah
yang pulang ini kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang
Salib pada akhir abad itu. Padahal yang melakukan serangan itu adalah suku-suku
Seljuk dari Turki bukan khalifah resmi yang berada di Mesir. Doktrin bahwa
salah satu syarat agar Yesus Kristus kembali ke dunia adalah kembali berdirinya
Negara Israel raya.
b.
Faktor Politik
Respon atas
permohonan dari Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodox Timur untuk
melawan ekspansi dari dinasti Turki Seljuk yang beragama Islam ke Anatolia Pecahnya
Kekaisaran Carolingian pada akhir Abad Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya
perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slav dan Magyar,
telah membuat kelas petarung bersenjata yang energinya digunakan secara salah
untuk bertengkar satu sama lain dan meneror penduduk setempat. Gereja berusaha
untuk menekan kekerasan yang terjadi melalui gerakan-gerakan Pax Dei dan Treuga
Dei. Usaha ini dinilai berhasil, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman
selalu mencari tempat untuk menyalurkan kekuatan mereka dan kesempatan untuk
memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. bangsa-bangsa di
Eropa Barat tidak terlalu perduli atas dikuasainya Yerusalem – yang berada jauh
di Timur – sampai ketika mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari
orang-orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking
dan Magyar. Akan tetapi, kekuatan bersenjata kaum Muslimlah yang berhasil
memberikan tekanan yang kuat kepada kekuasaan Kekaisaran Byzantium yang
beragama Kristen Orthodox Timur.
Ketika Kaisar
Alexis dari Konstantinopel meminta bantuan Paus melawan orang-orang Muslim
Turki, Urbanus melihat bahwa adanya musuh bersama ini akan membantu mencapai
tujuannya.Tidak masalah meskipun Paus telah mengucilkan patriark
Konstantinopel, serta Katolik dan Kristen Ortodoks Timor tidak lagi merupakan
satu gereja. Urbanus mencari jalan untuk menguasai Timur, sementara ia menemukan cara
pengalihan bagi para pangeran Barat yang bertengkar terus.
Para ahli
sejarah percaya bahwa upaya Urban II didorong oleh keinginannya untuk merintangi
pencalonan seorang pesaingnya dalam kepausan.
Di balik
sambutan penuh semangat dari para raja, pangeran, dan bangsawan Eropa atas
seruan Paus, tujuan mereka pada dasarnya bersifat keduniaan. Ksatria-ksatria
Prancis menginginkan lebih banyak tanah. Pedagang-pedagang Italia berharap
untuk mengembangkan perdagangan di pelabuhan-pelabuhan Timur Tengah. Sejumlah
besar orang miskin bergabung dengan ekspedisi sekadar untuk melarikan diri dari
kerasnya kehidupan sehari-hari. Sepanjang jalan, massa yang serakah ini
membantai banyak orang Muslim, dan bahkan Yahudi, dengan harapan untuk
menemukan emas dan permata. Pejuang-pejuang salib bahkan membelah perut
korban-korban mereka untuk menemukan emas dan batu-batu berharga yang mungkin
telah mereka telan sebelum mati. Begitu besarnya keserakahan para pejuang salib
akan harta, sehingga tanpa sesal mereka merampok kota Kristen Konstantinopel
(Istanbul) pada Perang Salib IV, dan melucuti daun-daun emas dari
lukisan-lukisan dinding Kristiani di Hagia SophiaKekalahan Byzantium(Constantinople/Istambul)
di Manzikart pada tahun 1071 M, dan jatuhnya Asia kecil dibawah kekuasaan
Saljuk telah mendorong Kaisar Alexius I Comneus (kaisar Constantinople) untuk
meminta bantuan Paus Urbanus II, dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya
di daerah-daerah pendudukan Dinasti Saljuk. Dilain pihak Perang Salib merupakan
puncak sejumlah konflik antara negara-negara Barat dan negara-negara Timur,
maksudnya antara umat Islam dan umat KRISTEN. Dengan perkembagan dan kemajuan
yang pesat menimbulkan kecemasan pada tokoh-tokoh Barat, sehingga mereka
melancarkan serangan terhadap umat Islam. Situasi yang demikian mendorong
penguasa-penguasa KRISTEN di Eropa untuk merebut satu-persatu daerah-daerah
kekuasaan Islam, seperti Mesir, Yerussalem, Damascus, Edessca dan lain-lainnya.
c.
Faktor Sosial
Ekonomi
Semenjak abad ke X, kaum
muslimin telah menguasai jalur perdagangan di laut tengah, dan para pedagang
Eropa yang mayoritas KRISTEN merasa terganggu atas kehadiran pasukan muslimin,
sehingga mereka mempunyai rencana untuk mendesak kekuatan kaum muslimin dari
laut itu. Hal ini didukung dengan adanya ambisi yang luar biasa dari para
pedagang-pedagang besar yang berada di pantai Timur laut tengah (Venezia, Genoa
dan Piza) untuk menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai Timur
dan selatan laut tengah, sehingga dapat memperluas jaringan dagang mereka,
Untuk itu mereka rela menanggung sebagian dana Perang Salib dengan maksud
menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka, karena jalur Eropa akan
bersambung dengan rute-rute perdagangan di Timur melalui jalur strategis
tersebut. Disamping itu stratifikasi sosial masyarakat Eropa ketika itu terdiri
dari tiga kelompok, yaitu kaum gereja, kaum bangsawan dan ksatria. Meskipun
kelompok yang terakhir ini merupakan mayoritas di dalam masyarakat tetapi
mereka sangat tertindas dan terhina. Oleh karena itu ketika mereka dimobilisasi
oleh pihak gereja untuk turut mengambil bagian dalam Perang Salib dengan janji
akan diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik, mereka menyambut
seruan itu secara spontan dan berduyun-duyun melibatkan diri dalam peperangan
tersebut, sehingga rakyat jelata beramai-ramai pula mengikuti mobilisasi umum
itu dengan harapan yakni untuk mendapatkan perbaikan ekonomi.
1. Periodenisasi
Perang Salib
a. Perang
Salib I (1094-1144 M)
Periode
pertama Perang Salib disebut sebagai periode penaklukan. Jalinan kerja sama
antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II, berhasil membangkitkan semangat
umat KRISTEN, terutama akibat pidato Paus Urbanus II, pada consili clermont
pada tanggal 26 November 1095, yang intinya mewajibkan untuk melakukan Perang
Salib bagi umat Kristiani sehingga terbentuk kaum Salibin. Gerakan ini
merupakan gerakan spontanitas yang diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat
Kristiani. Hasan Ibrahim (sejarawan penulis buku Tarikh Al-Islam)
menggambarkan gerakan ini sebagai gerombolan rakyat jelata yang tidak mempunyai
pengalaman berperang, gerakan ini dipimpin oleh Pierre I’ermite. Di sepanjang
jalan menuju Constantinople mereka membuat keonaran bahkan terjadi bentrok
dengan penduduk Hongaria dan Byzantium. Dengan adanya fenomena ini Dinasti
Salju menyatakan perang terhadap gerombolan tersebut, sehingga akhirnya gerakan
pasukan Salib dapat mudah dikalahkan. Berawal dari kekalahan pihak kristiani
Godfrey of Buillon mengambil alih kepemimpinan pasukan Salibin, sehingga
mengubah kaum Salibin menjadi ekpedisi militer yang terorganisasi rapi. Dalam
peperangan menghadapi pasukan Godfrey, pihak Islam mengalami kekalahan,
sehingga mereka berhasil menduduki Palestina (Yerussalem) pada tanggal 07 Juni
1099. Pasukan Godfrey ini melakukan pembantaian besar-besaran selama satu
minggu terhadap umat Islam disamping itu mereka membumi hanguskan
bangunan-bangunan umat Islam, sebelum pasukan ini menduduki Baitul Maqdis,
mereka terlebih dahulu menaklukkan Anatolia, Tartur, Aleppo, Tripoli, Syam, dan
Acre (Ahmad, 1999:124). Kemenangan pasukan Salib dalam periode ini telah
mengubah peta situasi Dunia Islam kawasan itu. Sebagai akibat dari kemenangan
itu, berdirilah beberapa kerajaan Latin-Kristen di Timur, yaitu kerajaan Baitul
Maqdis (1099 M) di bawah pemerintahan Raja Godfrey, Edessa (1098 M) diperintah
oleh Raja Baldwin, dan Tripoli (1109 M) dibawah kekuasaan Raja Raymond.
Perang Salib I
ditandai oleh bangkitnya kerajaan Seljuk (Turki) yang memasuki Armenia, Asia
kecil dan Syria, kemudian menyapu daerah kawasan Byzantium (Romawi)
memporakporandakan angkatan perangnya di pertempuran Mazikert dan sepanjang
laut tengah yang pada masa Alip Arselan dan Malik Syah, Yerussalempun dicaplok.
Maka dari itu, Konstantinopel dibawah kepala gereja Hildeband yang menaiki
tahta sebagai Pau Gregorius VII memohon bantuan dari para raja ksatria dan
penduduk umumnya, sebab penakluk-penakluk dari Bani Seljuk itu dianggap berlaku
kejam dan menindas orang-orang KRISTEN yang datang beribadah ke Baitul
Maqdis.(Arsyad, 1993:77). Akan tetapi pada tahun 1095 M baru bisa menghimpun
kekuatan sebesar 300.000 orang, atas usaha dari penggantinya yaitu Paus Urbanus
II yang dibantu oleh guru bahasanya yaitu Peter, Sang Pertapa atau Peter
Amiens. Peterlah yang menyerukan kepada seluruh raja dan pembesar raja
Eropa-KRISTEN bersatu untuk memerangi Islam atas nama agamanya yang suci. Peter
terus berkelana sambil terus berkampanye untuk itu. Pada akhir tahun 1096 M dan
awal tahun 1097 M, sekitar 150.000 tentara Salib sampai di Konstantinopel
dibawah pimpinan Gadefroy, Bohemond dan Raymond. Pada awal tahun 1097 M tentara
Salib mulai menyebrangi selat Bosporus lalu mengepung kota Niceae dan setelah
dikepung selama sebulan, akhirnya kota jatuh ke tangan mereka pada tanggal
18 Juni 1097 M
serta mereka dapat mengalahkan tentara Kalij Arsalan dari Bani Saljuk di Asia
kecil. Pada tanggal 15 Juli 1099 tentara Salib mengepung Yerussalem selama
tujuh hari dengan menyembelih tak kurang dari 70.000 umat Islam, dan pada saat
itu pula Yerusalem dan kota-kota sekitarnya takluk. Kemudian tentara Salib
mendirikan empat kerajaan KRISTEN yaitu di tanah suci Baitul Maqdis,
Enthiokhie, Raha dan Tripolisyam, sedangkan Nicola dikembalikan pada Kaisar
Byzantium.
b. Perang
Salib II (1144-1193 M)
Perang Salib
II juga terjadi sebab bangkitnya Bani Seljuk dan jatuhnya Halab (Aleppo),
Edessa, dan sebagian negeri Syam ke tangan Imaddudin Zanky (1144 M). Setelah
Imaduddin meninggal, ia digantikan oleh puteranya yang bernama Nuruddin dan dibantu
oleh Shalahuddin hingga tahun 1147 M. Perang Salib II ini dipimpin oleh Lode
wiyk VII atau Louis VII (Raja Perancis), Bernard de Clairvaux dan Concrad III
dari Jerman. Laskar Islam yang terdiri dari bangsa Turki, Kurdi dan Arab
dipimpin oleh Nuruddin Sidi Saefuddin Gazi dan Mousul dan dipanglimai oleh
Shalahuddin Yusuf ibn Ayyub. Pada tanggal 4 Juli 1187 terjadi pertempuran
antara pasukan Shalahuddin dengan tentara Salib di Hittin dekat Baitul Maqdis.
Dalam pertempuran ini kaum muslimin dapat menghancurkan pasukan Salib, sehingga
raja Baitul Maqdis dan Ray Mond tertawan dan dijatuhi hukuman mati. Kemenangan
Shalahuddin dalam peperangan ini memberikan peluang yang besar untuk merebut
kota-kota lainnya.Termasuk Baitul Maqdis, Yerussalem, Al Qudus. Pada saat kota
Yerussalem direbut tentara Salib, mereka melakukan pembunuhan besar-besaran
terhadap orang Islam, tetapi ketika kota itu direbut kembali oleh Shalahuddin,
kaum muslimin tidak melakukan pembalasan terhadap mereka, bahkan memperlakukan
mereka dengan baik dan lemah lembut. Pada saat Baitul Maqdis kembal ke tangan
Umat Islam kembalilah suara adzan berkumandang dan lonceng gereja berhent
berbunyi serta Salib emas diturunkan dari kubah sakrah(Abyan dan Nurhuzaina,
1987:152). Dalam periode ini disebut sebagai periode reaksi umat Islam atas
jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ke tangan kaum Salib telah
membangkitkan kesadaran kaum muslimin untuk menghimpun kekuatan guna menghadapi
kaum Salibin. Di bawah komando Imaduddin Zangi, Gubernur Mousul, kaum muslimin
bergerak maju membendung serangan pasukan Salib bahkan mereka berhasil merebut
kembali Aleppo, Adessa (Ar-Ruha’) pada tahun 1144 M. Setelah Imaduddin
Zangi wafat, posisinya digantikan putranya Nuruddin Zangi, dia meneruskan
perjuangan ayahnya untuk membebaskan negara-negara Timur dari cengkraman kaum
Salib. Kota-kota yang berhasil dibebaskan antara lain Damascus (1147 M), Antiok
(1149 M) dan Mesir (1169 M). Keberhasilan kaum muslimin meraih berbagai
kemenangan, terutama setelah munculnnya Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (Salahuddin)
di Mesir, yang berhasil membebaskan Baitul Maqdis pada tanggal 2 Oktober 1187.
Hal ini membuat kaum Salibin untuk membangkitkan kembali basic kekuatan mereka
sehingga mereka menyusun kekuatan dan mengirim ekspedisi militer yang lebih
kuat. Dalam ekspedisi ini dikomando oleh raja-raja Eropa yang besar, Frederick
I (The Lion Hearted, Raja Inggris) dan Philip II (Augustus, Raja
Prancis). Ekpedisi militer Salib kali ini dibagi dalam beberapa devisi,
sebagian menempuh jalan darat dan yang lainnya menempuh jalur laut. Frederick
yang memimpin devisi darat tewas tenggelam dalam penyebrangannya di sungai
Armenia, dekat kota Ar-Ruha’, sebagian tentaranya kembali kecuali
beberapa orang yang terus melanjutkan perjalanannya di bawah pimpinan putra
Frederick. Adapun devisi yang menempuh jalur laut menuju Sicilia yang dipimpin
Richard dan Philip II, disana mereka bertemu dengan pasukan Salahuddin,
terjadilah peperangan sengit, karena kekuatan tidak berimbang, maka pasukan
Salahuddin mundur, dan Kota Acre ditinggalkan oleh Pasukan Salahuddin dan
menuju ke Mesir untuk mempertahankan daerah itu. Dalam keadaan demikian kedua
belah pihak melakukan gencatan senjata dan membuat suatu perjanjian damai, inti
perjanjian damai tersebut adalah: “Daerah pedalaman akan menjadi milik kaum
muslimin dan umat KRISTEN, yang akan berziarah ke Baitul Maqdis akan terjamin
keamanannya, sedangkan daerah pesisir utara, Acre dan Jaffa berada di daerah
kekuasaan tentara Salib.” Tidak lama kemudian setelah perjanjian disepakati,
Salahuddin wafat pada bulan Safar 589 H atau Februari 1193 M.
c. Perang
Salib III (1193-1291 M)
Perang Salib
III ini timbul sebab bangkitnya Mesir dibawah pimpinan Shalahuddin, berkat
kesuksesannya menaklukkan Baitul Maqdis dan kemampuannya mengatasi
angkatan-angkatan perang Prancis, Inggris, Jerman dan negara-negara Eropa
lainnya. Kejadian tersebut dapat membangunkan Eropa-Barat untuk menyusun
angkatan Perang Salib selanjutnya atas saran Guillaume. Perang Salib III ini
dipimpin oleh Kaisar Fredrick I Barbarosa dari Jerman Philip II August (Raja
Prancis dan Inggris), Richard The Lion Heart. Ketika itu pasukan Jerman
sebanyak 100.000 orang dibawah pimpinan Frederick Barbarosa, tetapi nasibnya
sangat malang, ketika ia menyeberang, sebuah sungai yang jeram di
Sisilia-Armenia ia mati tenggelam sehingga pasukannya kehilangan pemimpin dan
pasukannya patah semangat, akhirnya pasukan tersebut ada yang memilih kembali
ke negerinya dan ada pula yang terus untuk bergabung dengan pasukan lainnya.
Tentara Inggris dan Prancis bertemu di Saqliah dan disini juga terjadi
perselisihan antara Philiph dengan Richard yang akhirnya mereka kembali
sendiri-sendiri. Richard mengambil jalan melalui Cyprus dan Philiph langsung
menuju Palestina dan mengepung Akka. Akhirnya Akka dan Yaffa jatuh ditangan
tentara Salib tetapi tidak bisa menduduki Baitul Maqdis dan dibuatlah
perjanjian damai antara kedua belah pihak di Ramlah atau dapat disebut
perjanjian Ar-Romlah (Hasan, 1967:99).
Tidak lama
setelah perdamaian tersebut Shalahuddin wafat, dan digantikan oleh saudaranya
Sultan Adil. Shalahuddin wafat setelah berhasil mempersatukan umat Islam dan
mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan umat Islam. Periode ini
lebih dikenal dengan periode perang saudara kecil-kecilan atau periode
kehancuran di dalam pasukan Salib sendiri. Hal ini disebabkan karena periode
ini lebih disemangati oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan
sesuatu yang bersifat material, dari motivasi agama. Tujuan mereka untuk
membebaskan Baitul Maqdis seolah-olah mereka lupakan, hal ini dapat dilihat
ketika pasukan Salib yang disiapkan menyerang Mesir (1202-1204 M) ternyata
mengubah haluan menuju Constantinople, kota ini direbut dan diduduki lalu
dikuasai oleh Baldwin sebagai rajanya yang pertama. Dalam periode ini telah
terukir dalam sejarah yaitu munculnya pahlawan wanita yang terkenal dan gagah
berani yaitu Syajar Ad-Durr, dia berhasil menghancurkan pasukan Raja Lois IX,
dari Prancis dan sekaligus menangkap raja tersebut. Dalam periode ini pasukan
Salib selalu menderita kekalahan. Meskipun demikian mereka telah mendapatkan
hikmah yang sangat besar, mereka dapat mengetahui kebudayaan dan peradaban
Islam yang sudah sedemikian majunya, bahkan kebudayaan dari Timur-Islam
menyebabkan lahirnya renaisansce di Barat.
d. Perang
Salib IV (1202-1206 M)
Tentara Salib
berpendapat bahwa jalan untuk merebut kembali Baitul Maqdis adalah harus
dikuasai terlebih dahulu keluarga Bani Ayyub di Mesir yang menjadi pusat
persatuan
Islam ketika itu. Oleh karena itu kaum Salib memusatkan perhatian dan
kekuatannya untuk menguasai Mesir.(Sou’yb, 1978:98). Akan tetapi Perang Salib
IV ini dilakukan atas kerja sama dengan Venesia dan bekas kaisar Yunani.
Tentara Salib menguasai Konstatinopel (1204 M) dan mengganti kekuasaan
Bizantium dengan kekuasaan latin disana. Pada waktu itu Mesir diperintah oleh
Sultan Salib, maka dikuatkanlah perjanjian dengan orang-orang Kristen pada
tahun 1203-1204 M dan 1210-1211 M. Isi perjanjian itu adalah mempermudah orang
Kristen ziarah ke Baitul Maqdis dan menghilangkan permusuhan antara kedua belah
pihak.
e. Perang Salib V
(1217–1221 M)
Perang Salib V tetap
berada di Konstantinopel dan tidak henti-hentinya terjadi konflik dengan pihak
Kaisar. Perang Salib V dipimpin oleh Jeande Brunne Kardinal Pelagius serta raja
Hongaria, meskipun pada tanggal 5 November 1219 kota pelabuhan Damietta mereka
rebut, namun dalam perjalanan ke Kairo pada tanggal 24 Juli 1221 mereka membuat
kekacauan di Al Masyura ( tepi sungai Nil) kemudian mereka pulang kampong
f. Perang
Salib VI (1228–1229 M)
Perang Salib
VI dipimpin oleh Frederick II dari Hobiens Taufen, Kaisar Jerman dan raja Itali
dan kemudian menjadi Raja muda Yerussalem lantaran berhasil menguasai
Yerussalem tidak dengan perang tapi dengan perjanjian damai selama 10 tahun
dengan Sultan Al-Malikul Kamil, keponakan Shalahuddin al-Ayyubi, namun 14 tahun
kemudian yakni pada tahun 1244 kekuasaan diambil alih Sultan Al Malikul Shaleh
Najamuddin Ayyub beserta Kallam dan Damsyik.
g. Perang
Salib VII (1248–1254 M)
Peperangan ini
dipimpin oleh Raja Louis IX dari Perancis pada tahun 1248, namun pada tahun
1249 tentara Salib berhasil menguasai Damietta (Damyat). Dimasa inilah pemimpin
angkatan perang Islam, Malikul Shaleh mangkat kemudian digantikan putranya
Malikul Asraff Muzafaruddin Musa. Ketika Louis IX gagal merebut Antiock yang
dikuasai Sultan Malik Zahir Bay Bars pada tahun 1267/1268, lalu hendak merebut
Tunis, ia beserta pembesar-pembesar pengiringnya ditawan oleh pasukan Islam
pada 6 April 1250 dalam satu pertempuran di Perairan Mesir, setelah mereka
memberi uang tebusan, maka mereka dibebaskan oleh Tentara Islam dan mereka
balik ke negerinya.
h. Perang
Salib VIII (1270-1272 M)
Dalam Perang
Salib VIII yaitu pada tanggal 25 Agustus 1270 ini Louis IX telah binasa ditimpa
penyakit (riwayat lain menyebutkan ia terbunuh). Akhirnya pada tahun 1492 Raja
Ferdinad dan Ratu Isabella sukses menendang habis umat Islam dari Granada,
Andalusia. Riwayat lain juga menjelaskan bahwa Perang Salib VIII ini tidak
sempat terbentuk karena kota terakhir yakni Aere yang diduduki oleh tentara
Salib malahan berhasil dikuasai oleh Malikul Asyraf (putra Malikul Shaleh).
Dengan demikian terkuburlah Perang Salib oleh Perang Sabil. Tetapi meskipun
Perang Konvensional dan Frontal itu sudah berakhir secara formal, namun sesungguhnya
perang jenis lain yang kwalitasnya lebih canggih terus saja berlangsung seiring
dengan kemajuan zaman.
i. Perang
Salib Lanjutan (1291-1344 M)
Dalam Perang
Salib lanjutan ini ada beberapa faktor yang melatar belakanginya yaitu ketika
kaum muslimin mundur dari Cordova atau Granada oleh Ferdinand, Leon dan
Castelin. Pada saat degradasi politik seperti itu Islam sedikit demi sedikit
basic kekuatannya menurun. Adapun faktor lain yaitu; adanya perjanjian
Tordessilas, yang menjadi semangat agama-agama katolik. Perjanjian itu
ditetapkan pada 4 Mei 1493, yang menyatakan antara lain; “Bahwa kepercayaan
agama Katolik dan agama KRISTEN, teristimewa pada zaman kita ini, harus
dimulyakan dan disempurnakan, serta disebarkan dimana-mana dan harus mengambil
alih Kerajaan Granada dari kelaliman para sara (muslimin)”. Dengan adanya
perjanjian tersebut, Perang Salib dikobarkan lagi dan dilancarkan oleh
orang-orang Portugis dengan tujuan bukan lagi mencari keuntungan, tetapi
melakukan ekspansi politik dan ekspansi keagamaan dan musuh pertama yang
dihadapi adalah negara Islam. Para pendeta dan lembaga-lembaga missionaris oleh
orang-orang Dunia Islam dianggap sebagai imperialisme. Dan merupakan satu aspek
usaha penyingkiran lembaga-lembaga pribumi atau Islam dengan menggantikan
sejarah setempat dengan kurikulum Barat. Dalam peperangan lanjutan ini pihak
KRISTEN juga mengalami kekalahan, akan tetapi orang-orang KRISTEN dengan segala
bentuk dan cara berusaha menghancurkan Islam baik melalui politik, ekonomi dan
pendidikan.
2. Dampak
Perang Salib
Dalam
penyebaran pasukan Salibin terhadap umat Islam, menjadi fenomena yang disertai
timbulnya sentimen keagamaan yang kuat. Dengan adanya motif ini, maka membawa
pengaruh besar terhadap hubungan antar pemeluk agama Islam dan KRISTEN dalam
waktu yang panjang (Al-Ghozali, 1987:59). Melihat dari beberapa gambaran yang
ada maka dapat disimpulkan bahwa, meskipun Perang Salib sudah berakhir namun
pada hakekatnya belum berakhir, hal ini karena adanya perkembangan-perkembangan
selanjutnya, yang walaupun tidak dalam bentuk yang lain, yang sekaligus
merupakan suatu hubungan yang sulit untuk dipisahkan. Adapun hubungan Perang
Salib dengan gerakan-gerakan yang dimaksud antara lain:
3. Hubungan
Perang Salib dengan Orientalisme
Sebagaimana
penulis berpendapat bahwa Orientalisme lahir akibat Perang Salib atau ketika
dimulainya pergeseran politik dan agama antara Islam dan KRISTEN Barat di
Palestina. Argumentasi mereka mengatakan bahwa permusuhan politik berkecamuk
berawal pada masa pemerintahan Salahuddin dan Nuruddin Zhang dan berlanjut pada
anaknya yaitu Al-Adil, sebagai akibat kekalahan beruntun yang dilimpahkan
pasukan Islam ke pasukan Salib, semua itu memaksa orang-orang Barat membalas
kekalahan. Bertitik tolak dari keterangan diatas, maka dapat digambarkan bahwa
Orientalis (pengetahuan orang Barat tentang agama, kebudayaan, peradaban,
sastra dan bahasa Timur) sudah lama berkembang di Barat. Hal ini disebabkan
karena perhatian orang-orang Barat terhadap Islam atau soal keTimuran sudah
sejak Perang Salib. Kemudian mengenai kegiatan-kegiatan Orientalisme dalam
studinya terhadap Dunia Timur atau Islam, sebenarnya telah didorong oleh
beberapa motivasi, yaitu; motivasi religius, motivasi imperial, motivasi
politis, dan motivasi ilmiyah.
4. Hubungan Perang Salib dengan Kolonialisme
Kolonialisme
Eropa merupakan tantangan politis dan religius, dan gerakan ini telah
menyingkirkan kaum muslimin memerintah di Dunia Islam yang telah berlangsung
sejak jaman Nabi Muhammad. Bagi banyak orang di Barat, dugaan mengenai
kemenangan KRISTEN didasarkan pada sejarah yang diromantisiskan untuk merayakan
kepahlawanan pejuang Salib dan kecenderungan untuk menginterpretasikan sejarah
kekuasaan Amerika selama dua abad lebih, masing-masing agama melihat satu sama
lain sebagai militan agar berbaris dan fanatik. Dengan demikian kolonialisme
adalah merupakan suatu kelanjutan dari Perang Salib, dimana gerakan-gerakan
tersebut sudah merupakan warisan dari kejadian Perang Salib, dalam artian masih
mempunyai hubungan yang sulit untuk dipisahkan karena Perang Salib itu sendiri
merupakan jembatan bagi kolonialisme untuk menjajah Dunia Islam (Syukur,
1993:152).
5. Hubungan
Perang Salib dengan Kristenisasi
Jika
dicermati, semangat salibisme ini sebenarnya telah ada sebelum terjadinya Perang
Salib yang berkepanjangan. Semangat untuk menyiarkan agama KRISTEN diantara
bangsa-bangsa yang belum mengenalnya dipandang sebagai satu kewajiban bagi umat
Kristiani. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberhasilan dalam menjalankan
misi memang tidak lepas dari Perang Salib, karena Perang Salib merupakann awal
bangsa Barat dalam menjalankan misinnya.
6. Pengaruh
Perang Salib Terhadap Dunia Barat
Perang Salib
yang berlangsung lebih kurang dua abad membawa akibat yang sangat berarti bagi
perjalanan sejarah Dunia. Akibat tersebut antara lain :
1. Perang
Salib menjadi penghubung bagi bangsa Eropa, mengenali Dunia Islam secara lebih
dekat, sehingga kontak hubungan antara Barat dan Timur semakin dekat.
2. Kemajuan
ilmu pengetahuan dan tata kehidupan masyarakat Timur yang maju menjadi daya
dorong pertumbuhan intelektual bangsa Barat yakni Eropa sehingga hal tersebut
mempunyai andil yang sangat besar dalam melahirkan era Renaisans di Eropa
3. Bangsa
Barat yang selama itu tidak mengenal kemajuan pemikiran bangsa Timur maka
Perang Salib itu juga membawa akibat timbulnya kegiatan penyelidikan
bangsa Eropa
mengenai seni dan pengetahuan penting serta berbagai penemuan yang telah
dikenal di Timur seperti kincir angin, kompas kelautan, dan lain-lain.
4. Bangsa
Barat dapat mengenali sistem industri Timur yang telah maju sehingga setelah
kembali ke Eropa mereka lantas mendirikan sistem pemasaran barangbarang produk
Timur (Ali, 1997:211). Perang Salib yang pada awalnya hanya merupakan suatu
reaksi dari KRISTEN Eropa Barat, namun lama-kelamaan timbul suatu keinginan
untuk menguasai Dunia Islam. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya cita-cita
dari umat KRISTEN Eropa mendirikan kerajaankerajaan mereka di seluruh daerah
Timur. Untuk merealisasikan cita-cita diatas, maka jalan satu-satunya yang
ditempuh yaitu menyapu bersih umat Islam.Dengan cita-cita yang telah
dicanangkan tersebut.
B. INVASI MONGOL
A. Latar belakang bangsa mongol
Asal mula
bangsa mongol adalah dari masyatakat hutan yang mendiami Siberia dan mongol
luar di sekitar danau pegunungan altani tepatnya dibagian barat laut cina.
Sebenarnya merka itu bukanlah suku nomad yang berpindah-pindah dari satu stepa
yang lain, walaupun menaklukkan banyak stepa dengan ketangkasannya menunggang
kuda. Pemimpin bangsa mongol di sebut khan. Khan bangsa mongol yang pertama
yang diketahui dalam sejarah adalah yesugei (w. 1175). Ia adalah ayah jengis.
Jengis aslinya bernama temujin, seorang pandai besi yang mencuat namanya karena
perselisihan yang dimenangkannya melawan ong khan atau togril, seorang kepala
suku kereyt. Jengis adalah gelar bagi temujin yang diberikan kepadanya oleh
sidang kepala-kepala suku mongol yang mengangkatnya sebagai pemimpin tertinggi
bangsa itu pada tahun 1206, yang artinya penguasa alam semesta. Perlu diketahui
juga bahwa bangsa mongol adalah bangsa pemberani dan tegar dalam berperang.
B. Agama bangsa mongol
Bangsa mongol
tidak memeluk salah satu agama samawi dari ketiga agama samawi. Padahal mereka
hidup dan berinteraksi dengan pengikut agama yahudi, Kristen dan islam. 1
Jengis khan juga menyempurnakan moral masyarakatnya dengan undang-undang yang
dibatnya, yaitu Ilyasa atau Yasaq. 2 Disamping itu juga, jengis khan juga
mengatur kehidupan beragama dengan tidak boleh merugikan antara satu pemeluk
agama dengan yang lainnya. Sebagai konswekwensinya, rakyat mongol harus
menghormati rajanya, ia juga mendirikan pos untuk mengetahui berita tentang
kerajaannya, ia melarang penyerbuan terhadap agama.
C. Perkembangan bangsa mongol
Bangsa yang dipimpinnya itu meluaskan wilayahnya ke
Tibet (cina barat laut), dan cina, 1213, serta dapat menaklukkan Beijing tahun
1215. ia menundukkan Turkistan tahun 1218 yang berbatasan dengan wilayah islam,
yakni Khawarazam syah. Ivasi gubernur khawarazam membunuh utusan jengis yang
disertai oleh saudagar islam. Perristiwa tersebut menyebabkan mongol menyerbu
wilayah islam, dan dapat menaklukkan transoxania yang merupakan wilayah
khawarazam 1219-1220, padahal sebelumnya mereka hidup berdampingan secara damai
satu sama lain. Kota bukhara di samarkand yang didalamnya terdapat makam imam
bukhari, salah seorang perawi hadis yang termasyur, dihancurkan, balk, dan
kota-kota lain yang memiliki peradaban islam yang tinggi, di asia tengah juga
tidak luput dari penghancuran. Jalaluddin, penguasa khawarazam yang berusaha
meminta bantuan pada khalifah abbasiyah di bagdad, menghindarkan diri dari
serbuan mongol, ia diburu oleh musuhnya hingga ke India 1221, yang akhirnya ia
lari ke barat. Toluy, salah seorang anak jengis, di utus ke khurasan sementara
anaknya yang lain, yaitu jochi dan chaghatay bergerak untuk merebut wilayah
sungai sir darya bawah dan khawarazam.
Wilayah kekuasaan jengis khan yang luas dibagi untuk
empat orang putranya sebelum ia meninggal dunia tahun 624/1227. 3 pertama ialah
jochi, anak yang sulung mendapat wilayah Siberia bagian barat dan stepa qipchaq
yang membentang hingga rusia selatan, didalamnya terdapat khawarazam. Namun ia
meninggal dunia sebelum ayahnya wafat, dan wilayah warisannya itu diberikan
kepada anak jochi yang bernama batu atau orda. Batu mendirikan orde (kelompok)
biru di rusia selatan sebagai dasar berkembangnya orde putih di Siberia barat.
Kedua kelompok itu bergabung dalam abad ke 14 yang kemudian muncul sebagai
khanan yang bermacam ragamnya di rusia, tiumen, bukhara , dan khiva.
Syaibaniyah atau ozbeg, salah satu cabang keturunan jochi berkuasa di
khawarazam dan transoxania dalam abad ke 15 dan 16.
Kedua adalah chaghatay, mendapat wilayah berbentang ke
timur, sejak dari transoxania hingga Turkistan timur atau Turkistan cina.
Cabang barat dari keturunan chagutai yang bermukim di transoxania segera masuk
ke dalam lingkungan pengaruh islam, namun akhirnya dikalahkan oleh kekuasaan
timur lenk. Sedangkan cabang timur dari keturunan chagutai berkembang di
semerechye, ili, t'ien syan di tamrin. Mereka lebih tahan dari pengaruh islam,
tetapi akhirnya mereka ikut membantu menyebarkan islam di wilayah Turkistan
cina dan bertahan disana hingga abad ke XVII.
Ketiga bernama agudai, adalah putra jengis khan yang
terpilih oleh dewan pimpinan mongol untuk menggantikan ayahnya sebagai khan
agung yang mempunyai wilayah di pamirs dan tien syan.
Keempat ialah tuli, si bungsu mendapat bagian wilayah
Mongolia sendiri. Anak-anaknya, yakni mongke dan qubulay menggantikan oguday
sebagai khan yang agung. Qobulay menaklukkan cina dan berkuasa disana yang
dikenal sebagi dinasti yuan yang memerintah hingga abad ke-XIV, yang kemudian
digantikan dengan dinasti Ming. Adalah hulako khan, 4 saudara Mongke khan dan
Qobulay khan, yang menyerang wilayah-wilayah islam sampai ke bagdad.
D. Serangan-Serangan
Mongol
Sesungguhnya
invasi pasukan mongol terhadap wilayah-wilayah islam adalah tragedy besar yang
tidak ada tandinggannya sebelum ini dan sesudahnya. Kendati sebelumnya
didahului perang dunia, sesungguhnya perang salib tidak ada apa-apanya jika
dibandingkan dengan invasi pasukan mongol. Betapapun banyaknya jumlah korban
perang dari kaum muslimin pada keseluruhan perang salib, sesungguhnya itu masih
relative kecil jika dibandingkan dengan jumlah korban perang dari kalangan kaum
muslimin pada satu perang diantara sekian banyaknya perang yang dilancarkan
pasukan mongol secara brutal dan sadis tersebut. Kaum muslimin mengalami
kerugian yang tidak terhitung akibat kolonialisme modern, namun penghancuran
oleh pasukan mongol terhadap satu kota saja bagdad misalnya.
Barangkali
manusia tidak pernah melihat pembantaian, pembunuhan dan penghancuran yang
sadis dan kejam dalam sejarahnya. Dajjal saja tidak membunuh pengikutnya dan
hanya, membunuh penentangnya. Sedangkan mereka bangsa mongol tersebut tidak
menyisakan seorang pun, semuanya dibabt habis. Tidak ada pengecualian antara
laki-laki, wanita dan ank-anak. Mereka belah perut wanita-wanita hamil kemidian
membunuh bayi-bayinya.
Invasi pasukan
mongol berimbas pada perubahan social, moralitas dan politik terhadap
negeri-negeri islam. Sebagaiman invasi pasukan mongol mengakibatkan dampak
negative dalam masyarakat islam, disamping itu juga mengakibatkan dampak
positif bagi ummat islam, yaitu membangun perasaan kaum muslimin terhadap
pentingnya persatuan membuang jauh-jauh perpecahan.
Jikalau
ditelusuri historisnya, umat islam pada waktu itu tersebar dimana-mana dari
jazirah arab sampai eropa dibawah naungan Negara-negara islamiyah, yang sudah
barang tentu system pemerintahannya sudah mulai mendekati ideal, disamping itu
pula, peradaban dan ilmu pengetahuan mulai berkembang pesat, ini menandakan
bahwa pada waktu itu ilmuan dan cendikiawan musli mulai banyak seperti ibnu
taimiah. Akan teetapi ironis sekali bila mana Negara islam tatkala itu dikikis
habis oleh Negara mongol, bagaikan debu yang ada diatas debu yang licin dan
diterpa angina yang kencang. Atas dasar pertimbangan itulah penulis akan
mencoba menguak dan menelusuri sebab musaban keberhasila mongol mengusasai
islam dan termasuk menghancurkan bagdad. Sebagai sentral umat islam pada waktu
itu, disamping itu pula, penulis akan menggali sejarah sebab hancurnya
Negara-negara islam.
E. Invasi-invasi mongol
Wilayah kultur
arab menjadi jajahan mongol setelah bagdad ditaklukkan oleh hulako khan, 1258.
ia membentuk kerajaan Il Khaniyah yang berpusat di tabris dan maragha. Ia
dipercaya oleh saudaranya, mongke khan untuk mengembalikan wilayah-wilayah
mongol di asia barat yang telah lepas dari kekuasaan mongol setelah kematian
jengis. Ia berangkat dengan disertai pasukan yang besar untuk manunaikan tugas
itu tahun 1253 dari Mongolia . Atas kepercayaan saudaranya itu hulako khan
dapat menguasai wilayah yang luas seperti Persia, Irak, Caucasus dan asia kecil
sebelum menundukkan bagdad, ia telah menguasai pusat gerakan Syi'ah Isma'iliyah
di Persia utara, tahun 1256. jatuhnya ibu kota abbasiyah yang didirikan oleh
khalifah kedua, al-mansyur itu, baerkaitan erat sekali dengan seseoran yang
bernama ibnu al-qami' 5 ia berhasil untuk merayu pasukan mongol untuk menyerang
bagdad.
Pada awal
tahun 656 H/ 1258 M, hulako khan mengirimkan pasukan ke bagdad dibawah pimpinan
dua amirnya sebagai pasukan awal sebelum kedatangannya, kemudian pada tanggal
12 muharram pada tahun yang sama, pasukan yang berkekuatan dua ratus ribu
personel dan dipimpin langsung oleh hulako khan tiba di bagdad. Mereka
mengepung bagdad dari dua arah, barat dan timur, pada akhirnya di adakan
perjanjian antara hulako dan mu'tashim mu'tashim dikawal tujuh ratus dari
kalangan hakim dan, fuqoha', orang-orang sufi dan pejabat Negara. Pada akhirnya
mereka semua di bunuh oleh hulako khan tidak tersisa sama sekali, hal ini atas
permintaan ibnu al-qami' dan nashiruddin at-thutsi. Demikian juga membunuh
sebagian besar keluarga khalifah dan penduduk yang tak bedosa. Akibat
pembunuhan dan perusakan kota itu timbullah wabah penyakit lantaran mayat-mayat
yang bergelimpangan belum sempat di kebumikan. Hulako mengenakan gel ail khan
dan menguasai wilayah lebih luas lagi hingga ke syiria utara seperti kota
Aleppo , hama dan harim.
Selanjutnya ia
ingin merebut mesir, tetapi malang, pasukan mamluk rupanya lebih kuat dan lebih
cerdik sehingga pasukan mongol dapat dipukul di ‘Ain jalut, palestina, tahun
1260 sehingga mengurungkan niatnya melangkahi mesir. Ia sangat tertarik pada
bangunan dan arsitektur yang indah dan filsafat.
Hulako yang
memerintah hingga tahun 1265 digantikan oleh anaknya, abaqa, 1265-1282. ia
sangat menaruh perhatian kepada umat Kristen karena pengaruh janda ayahnya yang
beragama Kristen neustorian 6 , yakni Doqus Khatun. Orang-orang Mongol Il
khaniyah ini bersekutu dengan orang-orang salib, penguasa Kristen eropa,
Armenia cilicia untuk melawan mamluk dan keturunan-keturunan saudaranya sendiri
dari dinasti horde keemasan (golden horde) yang telah bersekutu dengan mamluk,
penguasa muslim yang berpusat di mesir. Dinasti Il-Khaniyah lama kelamaan
renggang hubungannya dengan saudara-saudaranya di timur, terutama setelah
meninggalnya qubulay khan tahun 1294. bahkan mereka yang menguasai barat sampai
bagdad itu karena tekanan kultur Persia yang islam, berbondong-bondong memeluk
agama islam seperti ghazan khan dan keturunannya.
Penguasa
Il-Khaniyah terakhir ialah abu sa'id. Ia berdamai dengan mamluk tahun 1323,
yang mengakhiri permusuhan kedua kekuasaan itu untuk merebut syiria.
Perselisihan dalam tubuh Il khaniyah sendiri menyebabkan terpecahnya kerajaan
menjadi dinasti kecil-kecil yang bersifat local. Mereka hanya dapat dipersatukan
kembali pada masa timur lenk yang berbentuk dinasti timurriyah yang berpusat di
samarkand . Sebagian wilayah Il-Khaniyah yang yang berada yang berada di
kawasan kebudayaan arab seperti iraq , Kurdistan dan azebaijan, diwarisi oleh
dinasti jalayiriyah. Jalayiriyah adalah suku mongol yang mengikuti hulako
ketika menaklukkan negeri-negeri islam. Dinasti ini didirikan oleh hasan kuchuk
(kecil) dari dinasti chupaniya, musuh bebuyutannya yang memerintah sebagai
gubernur di Anatolia di bawah sultan abu sa'id, penguasa terakhir dinasti Il
khaniyah, dan memusatkan kekuatannya di bagdad. Dimasa Uways, pengganti hasan
agung, jalaliriyyah baru memiliki kedaulatan secara penuh. Ia dapat menundukkan
azerbaizan, namun mendapat perlawanan dari dinasti muzaffariyah din Khan-Khan
horde keemasan. Mereka akhirnya dikalahkan oleh Qara Qoyunlu.
Dari sini
dapat dilihat, bahwa kultur Islam yang ada dikawasan budaya arab seperti iraq
dan syiria serta sebagian Persia sebelah barat, walaupun secara politis dapat
ditaklukkan oleh mongol, tetapi akhirnya mongol sendiri terserap kedalam budaya
islam. Dapatkah kiranya disimpulkan bahwa akar budaya islam dikawasan budaya
arab di pemerintahan bukan hanya dynasti berbangsa arab saja tetapi siapa yang
kuat akan memerintah wilayah tersebut. Dinasti-dinasti silih berganti menguasai
wilayah itu dan yang langgeng ialah kekuasaan dari bangsa arab sendiri, baik
pada masa klasik maupun masa modern ini.
F. Dampak kekuasaan mongol
Apa dampak
positive maupun negative kekuasaan mongol terhadap wilayah islam yang
ditundukkannya ?. Dampak negative tentu lebih banyak dibandingkan dampak
positifnya. Kehancuran tampak jelas dimana-mana dari serangan mongol sejak dari
wilayah timur hingga kebarat. Kehancuran kota-kota dengan bangunan yang
indah-indah dan perpustakaan-perpustakaan yang mengoleksi banyak buku
memperburuk situasi ummat islam. Pembunuhan terhadap umat islam terjadi, bukan
hanya pada masa hulako saja yang membunuh khalifah Abbasiyah dan keluarganya,
tetapi pembunuhan dilakukan juga terhadap umat islam yang tidak berdosa.
Seperti yang dilakukan oleh argun Khan ke 4 pada masa dinasti Il khaniyah
terhadap Takudar sbagai Khan ketiga yang dihukum bunuh karena masuk islam,
Argun Syamsuddin, seorang administrator dari keluarga juwaini yang tersohor di
hokum mati tahun 1284, Syamsuddin penggantinya juga dibunuh tahun 1289, dan
Sa'id ad-Daulah yang orang Yahudi itu dihukum mati pula pada tahun 1289.
Bangsa mongol
yang asal mulanya memeluk agama nenek moyang mereka, lalu beralih memeluk agama
Buddha, rupanya bersimpati kepada orang-orang Kristen yang bangkit kembali pada
masa itu dan menghalang-halangi Dakwah islam di kalangan mongol, yang lebih
fatal lagi adalah hancurnya bagdad sebagai pusat dinasti abbasiyah yang di
dalamnya terdapat berbagai macam tempat belajar dengan fasilitas perpustakaan,
hilang lenyap dibakar oleh hulako. Suatu kerugian besar bagi khazanah ilmu
pengetahuan yang dampaknya masih dirasakan hingga kini.
Ada pula
dampak positif dengan berkuasanya dinasti mongol ini setelah para pemimpinnya
memeluk agama islam. Mengapa dapat menerima dan masuk agama islam? Antara lain
adalah disebabkan karena mereka berasimilasi dan bergaul dengan masyarakat
Muslim dalam jangka panjang, seperti yang dilakukan gazhar khan (1295-1304)
yang menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan, walaupun ia pada mulanya
beagama Buddha. Rupanya ia telah mempelajari ajaran agama-agama sebelum
menetapkan keislamannya, dan yang lebih mendorongnya masuk islam adalah karena
pengaruh seorang menterinya, Rasyiddin yang terpelajar dan ahli sejarah yang
terkemuka yang selalu berdialog dengannya, dan Nawruz, seorang Gubernurnya
untuk berapa provinsi syiria. Ia menyuruh kaum Kristen dan yahudi untuk
membayar jizrah, dan memerintahkan mencetak uang yang bercirikan islam, melarang
riba', dan menyuruuh para pemimpinnya menggunakan sorban. Ia gemar pada seni
dan ilmu pengetahuan, menguasai beberapa bahasa seperti Mongol, Arab , Persia ,
Cina , Tibet dan Latin. Ia mati muda ketika berumur 32 tahun, karena tekanan
batin yang berat sehingga ia sakit yang menyebabkan kematiannya itu ketika
pasukannya kalah di syiria dan munculnya sebuah komplotan yang berusaha untuk
menggusurnya dari kekuasaannya.
Sepeninggal
gazan digantikan oleh uljaitu khuda banda (1305-1316) yang memberlakukan aliran
syi'ah sebagai kaum resmi kerajaannya. Ia mendirikan ibu kota baru yang bernama
sultaniyyah dekat Qazwain yang dibangun dengan arsitektur khas Il-Khaniyah.
Banyak koloni dagang Italia terdapat di Tabriz , dan Il-Khaniyah menjadi pusat
pedagangan yang menghubungkan antara dunia Barat dan India serta timur jauh.
Namun perselisihan dalam keluarga dinasti Il-Khaniyah menyebbkan runtuhnya
kekuasaan mereka.
v Sekilas prakata dari para ilmuan tentang perang salib
“Saya tidak
tahu, apa yang akan dikatakan kaum Muslim seandainya mereka mengetahui
kisah-kisah Abad Pertengahan, dan memahami apa yang terdapat dalam
nyanyian-nyanyian orang Kristen? Sesungguhnya seluruh nyanyian kami hingga yang
tampak sebelum abad ke-12 Masehi bersumber dari pikiran yang satu. Pikiran
itulah yang menjadi sebab timbulnya Perang Salib. Seluruh nyanyian dibalut
dengan kebusukan dendam terhadap kaum Muslim dan membodohkan agama mereka..” (Comte
Henri Descartes, ilmuwan Prancis, 1896 M)
Itulah
gambaran yang dilekatkan para tokoh agama Nasrani di Eropa pada kaum Muslim,
sebagaimana yang pernah mereka lakukan pada agamanya. Pada abad-abad
pertengahan, mereka menggambarkannya dengan sifat-sifat yang keji. Sifat-sifat
inilah yang mereka gunakan untuk mengobarkan dendam permusuhan terhadap kaum
Muslim. Di antara kobaran fitnah yang diciptakan pihak Nasrani adalah Perang
Salib.
Permusuhan
salib ini terpendam dalam seluruh jiwa bangsa Barat, khususnya Inggris.
Permusuhan yang mengakar dan dendam yang sangat hina inilah yang menciptakan
strategi jahannam untuk melenyapkan Islam dan kaum Muslim. Mahabenar Allah yang
telah berfirman:
قَدْ بَدَتِ
الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ
Telah nyata
kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan dalam hati mereka adalah
lebih besar lagi. (QS Ali Imran [3]: 118).
Prof. Leopold
Weiss, berkata:
Kemurkaan (bangsa Eropa, red.) telah tersebar luas seiring dengan
kemajuan zaman. Kemudian kebencian berubah menjadi kebiasaan. Kebencian ini
akhirnya menumbuhkan perasaan kebangsaan setiap kali disebutkan kata
Muslim…Kemudian datang masa perbaikan hubungan keagamaan ketika Eropa terpecah
menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok berdiri dengan senjatanya
masing-masing dalam menghadapi kelompok yang lain. Akan tetapi,
permusuhan terhadap Islam telah merata ke seluruh kelompok. Setelah itu datang
masa yang menjadikan perasaan (sentimen) keagamaan mereda, tetapi permusuhan
terhadap Islam masih terus berlanjut.
Di antara
bukti nyata dari tesis ini adalah pikiran yang dilontarkan oleh seorang filosof
sekaligus penyair Prancis abad ke-18, Voltaire. Dia adalah orang Kristen yang
paling sengit memusuhi ajaran Kristiani dan gereja. Namun, pada waktu yang
sama, dia jauh lebih membenci Islam dan Rasul Islam. Setelah beberapa
perjanjian, datang zaman yang menjadikan para ilmuwan Barat mempelajari tsaqâfah-tsaqâfah
asing dan menghadapinya dengan penuh simpati. Akan tetapi, dalam segala hal
yang berkaitan dengan Islam, stereotif dan kebiasaan (taklid) menghina menyusup
ke dalam problem samar kelompok yang tidak rasional untuk diarahkan pada
bahasan-bahasan ilmiah mereka.
Jurang yang
digali oleh sejarah antara Eropa dan Dunia Islam, di atasnya dibiarkan tanpa
dipautkan dengan jembatan, kemudian penghinaan terhadap Islam telah menjadi
bagian yang mendasar dalam pemikiran orang-orang Eropa.
Akhirnya,
seluruh Eropa disatukan dalam gaung Perang Salib. Pertama-tama dituangkan
melalui jalur pemikiran, dengan cara meracuni akal dengan sesuatu yang
melecehkan hukum-hukum Islam yang agung; juga dengan memasukkan racun
keterasingan yang mencekoki akal putra-putra kaum Muslim dengan
pernyataan-pernyataan Barat tentang Islam dan sejarah kaum Muslim, dengan
mengatasnamakan kajian ilmiah dan kesucian ilmu. Ini adalah racun tsaqâfah
yang menjadi senjata Perang Salib yang paling berbahaya. Seperti halnya para
misionaris yang bekerja dengan racun ini, dengan mengatasnamakan ilmu dan
kemanusiaan, maka para orientalis juga bekerja dengan mengatasnamakan kajian
ketimuran.
Prof. Leopold
Weiss berkata:
Pada
kenyataannya, kaum orientalis pada awal-awal masa modern adalah kaum misionaris
yang bekerja untuk mengkristenkan negeri-negeri Islam…Semangat keagamaan yang
membawa kaum orientalis memusuhi Islam telah menjadi watak yang diwariskan,
khususnya tabiat yang berpijak pada pengaruh-pengaruh yang diciptakan oleh
Perang Salib.
Permusuhan
yang diwariskan selalu menyalakan api dendam dalam jiwa orang-orang Barat
terhadap kaum Muslim. Barat menggambarkan bahwa Islam adalah hantu kemanusiaan
atau pendurhaka yang menakutkan, yang akan melenyapkan kemajuan kemanusiaan.
Dengan gambaran itu, mereka berusaha menutupi ketakutan mereka yang sebenarnya.
Permusuhan yang diwariskan itu memperkuat setiap gerakan yang menentang Islam
dan kaum Muslim. Anda pasti menemukan bahwa Barat selalu mengkaji paham Majusi,
Hindu, dan Komunisme; dan anda tidak menemukan dalam pembahasannya yang
mengandung unsur fanatis atau kebencian. Akan tetapi, pada waktu dan kasus yang
sama, ketika Barat membahas Islam, tentu Anda akan menemukan tanda-tanda
kemurkaan, dendam, marah, dan kebencian di dalam pembahasannya. Dalam kondisi
demikian, kaum Muslim diserang Barat dengan serangan yang sangat keji. Kafir
penjajah mengalahkan mereka. Akan tetapi, para pendeta Barat—di belakang mereka
adalah penjajah—selalu menampakkan aktivitas kontraproduktif yang menentang
Islam. Mereka tidak mengendurkan tikaman terhadap Islam dan kaum Muslim. Mereka
selalu mencaci-maki Muhammad dan para sahabatnya serta melekatkan aib pada
sejarah Islam dan kaum Muslim. Semua itu merupakan siksaan dari mereka terhadap
kaum Muslim dan untuk mengokohkan laju penjajahan dan kaum penjajah.
PROSES
MASUKNYA ISLAM DI ASIA TENGGARA
A. Proses Masuknya
Islam di Asia Tenggara
Islam masuk ke
Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal
ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui
penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai,
terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat
Asia Tenggara.
Mengenai
kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hamper semuanya
didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para
pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan.
Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat
persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin
hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang
dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada
warga sekitar pesisir.
Menurut Uka
Tjandra Sasmita, prorses masukya Islam ke Asia Tenggara yang berkembang ada
enam, yaitu:
1. Saluran perdagangan
Pada taraf
permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan
lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagangpedagang
Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari
negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi
melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan
turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan
saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari
luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu
menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa
yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa
banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang
sedang goyah, tetapi karena factor hubungan ekonomi drengan
pedagang-rpedrarrgarng Muslim.
Perkembangan
selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di
tempat-tempat tinggalnya.
2. Saluran
perkawinan
Dari sudut
ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada
kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan,
tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka
diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan
mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan
Muslim.
Dalam
perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan
bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur
perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan
anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau
bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang
terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung
Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai
keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain.
3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar
tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengana jaran yang
sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir
dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka
juga ada yang mengawini puteri-puteri bangsawab setempat. Dengan tasawuf,
“bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan
dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama
baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang
memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia
pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan
Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih dikembangkan di abad
ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Saluran prendidikan
Islamisasi
juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang
diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau
pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah
keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak
ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh
Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Kleuaran
pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.
5. Saluran kesenian
Saluran
Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang.
Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan
wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para
penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita
wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita
itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga
dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni
bangunan dan seni ukir.
6. Saluran politik
Di Maluku dan
Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam
terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di
daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia
Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi
kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak
menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
Untuk lebih
memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3
teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang
sebenarnya:
a.
Menekankan peran kaum
pedagang yang telah melembagakan diri mereka di beberapa wilayah pesisir
lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain yang kemudian melakukan asimilasi
dengan jalan menikah dengan beberapa keluarga penguasa local yang telah
menyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman lnternasional terhadap
perusahaan perdagangan para penguasa pesisir. Kelompok pertama yang memeluk
agama lslam adalah dari penguasa lokal yang berusaha menarik simpati
lalu-lintas Muslim dan menjadi persekutuan dalam bersaing menghadapi
pedagang-pedagang Hindu dari Jawa. Beberapa tokoh di wilayah pesisir tersebut
menjadikan konversi ke agama lslam untuk melegitimasi perlawanan mereka
terhadap otoritas Majapahit dan untuk melepaskan diri dari pemerintahan
beberapa lmperium wilayah tengah Jawa.
b.
Menekankan peran kaum
misionari dari Gujarat, Bengal dan Arabia. Kedatangan para sufi bukan hanya
sebagai guru tetapi sekaligus juga sebagai pedagang dan politisi yang memasuki
lingkungan istana para penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan memasuki
perkampungan di wilayah pedalaman. Mereka mampu mengkomunikasikan visi agama
mereka dalam bentuknya, yang sesuai dengan keyakinan yang telah berkembang di
wilayah Asia Tenggara. Dengan demikian dimungkinkan bahwa masuknya Islam ke
Asia Tenggara agaknya tidak lepas dengan kultur daerah setempat.
c.
Lebih menekankan makna
lslam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan elite pemerintah. Islam
telah menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi kebajikan lndividual, bagi
solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang, dan bagi lntegrasi kelompok
parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang lebih besar (Lapidus,
1999:720-721). Agaknya ketiga teori tersebut bisa jadi semuanya berlaku,
sekalipun dalam kondisi yang berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya.
Tidak terdapat proses tunggal atau sumber tunggal bagi penyebaran lslam di Asia
Tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi pengembara, pengaruh para murid,
dan penyebaran berbagai sekolah agaknya merupakan faktor penyebaran lslam yang
sangat penting.
B. Penyebaran Islam di
Asia Tenggara dan Indonesia
Sejak abad
pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan
internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia
Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional
yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu
kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu
China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan
Dinasti Umayyah (660-749).
Mulai abad
ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut
serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China. Pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang,
telah dating empat orang Muslim dari jazirah Arabia. Yang pertama,
bertempat di Canton (Guangzhou), yang kedua menetap dikota Chow, yang ketiga
dan keempat bermukim di Coang Chow. Orang Muslim pertama, Sa’ad bin
Abi Waqqas, adalah seorang muballigh dan sahabat Nabi Muhammad SAW dalam
sejarah Islam di China. Ia bukan saja mendirikan masjid di Canto, yang disebut
masjid Wa-Zhin-Zi (masjid kenangan atas nabi).
Karena itu,
sampai sekarang kaum Muslim China membanggakan sejarah perkembangan Islam di
negeri mereka, yang dibawa langsung oleh sahabat dekat Nabi Muhammad SAW
sendiri, sejak abad ke-7 dan sesudahnya. Makin banyak orang Muslim berdatangan
ke negeri China baik sebagai pedagang maupun mubaligh yang secara khusus
melakukan penyebaran Islam. Sejak abad ke-7 dan abad selanjutnya Islam telah
datang di daerah bagian Timur Asia, yaitu di negeri China, khususnya China
Selatan. Namun ini menimbulkan pertanyaan tentang kedatangan Islam di daerah
Asia Tenggara. Sebagaimana dikemukakan diatas Selat Malaka sejak abad tersebut
sudah mempunyai kedudukan penting. Karena itu, boleh jadi para pedagang dan
munaligh Arab dan Persia yang sampai di China Selatan juga menempuh pelayaran
melalui Selat Malaka. Kedatangan Islam di Asia Tenggara dapat dihubungkan
dengan pemberitaan dari I-Cing, seorang musafir Budha, yang mengadakan
perjalanan dengan kapal yang di sebutnya kapal Po-Sse di Canton pada tahun 671.
Ia kemudian berlayar menuju arah selatan ke Bhoga (di duga daerah Palembang di
Sumatera Selatan). Selain pemberitaan tersebut, dalam Hsin-Ting-Shu dari masa
Dinasti yang terdapat laporan yang menceritakan orang Ta-Shih mempunyai niat
untuk menyerang kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).
Dari sumber
tersebut, ada dua sebutan yaitu Po-Sse dan Ta-Shih. Menurut beberapa ahli, yang
dimaksud dengan Po-Sse adalah Persia dan yang dimaksud dengan Ta-Shih adalah
Arab. Jadi jelaslah bahwa orang Persia dan Arab sudah hadir di Asia Tenggara
sejak abad-7 dengan membawa ajaran Islam.
Terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah tentang tempat orang Ta Shih. Ada
yang menyebut bahwa mereka berada di Pesisir Barat Sumatera atau di Palembang.
Namun adapula yang memperkirakannya di Kuala Barang di daerah Terengganu.
Terlepas dari beda pendapat ini, jelas bahwa tempat tersebut berada di bagian
Barat Asia Tenggara. Juga ada pemberitaan China (sekitar tahun 758) dari
Hikayat Dinasti Tang yang melaporkan peristiwa pemberontakan yang dilakukan
orang Ta-Shih dan Po-Se. Mereka mersak dan membakar kota Canton (Guangzhoo)
untuk membantu kaum petani melawan pemerintahan Kaisar Hitsung (878-899).
Setelah melakukan
perusakan dan pembakaran kota Canton itu, orang Ta-Shih dan Po-Se menyingkir
dengan kapal. Mereka ke Kedah dan Palembang untuk meminta perlindungan dari
kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan berita ini terlihat bahwa orang Arab dan Persia
yang sudah merupakan komunitas Muslim itu mampu melakukan kegiatan politik dan
perlawanan terhadap penguasa China. Ada beberapa pendapat dari para ahli
sejarah mengenai masuknya Islam ke Indonesia :
1.
Menurut Zainal
Arifin Abbas, Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M (684 M). Pada
tahun tersebut datang seorang pemimpin Arab ke Tiongkok dan sudah mempunyai
pengikut dari Sumatera Utara. Jadi, agama Islam masuk
pertama kali ke Indonesia di Sumatera Utara.
2.
Menurut Dr. Hamka,
Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 674 M. Berdasarkan catatan Tiongkok ,
saat itu datang seorang utusan raja Arab Ta Cheh (kemungkinan Muawiyah bin Abu
Sufyan) ke Kerajaan Ho Ling (Kaling/Kalingga) untuk membuktikan keadilan,
kemakmuran dan keamanan pemerintah Ratu Shima di Jawa.
3.
Menurut Drs. Juneid
Parinduri, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 670 M karena di Barus
Tapanuli, didapatkan sebuah makam yang berangka Haa-Miim yang berarti tahun 670
M.
4.
Seminar tentang masuknya
Islam ke Indonesia di Medan tanggal 17-20 Maret 1963, mengambil kesimpulan
bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad I H/abad 7 M langsung dari Arab.
Daerah pertama yang didatangi ialah pasisir Sumatera.
Sedangkan
perkembangan Agama Islam di Indonesia sampai berdirinya kerajaankerajaan Islam
di bagi menjadi tiga fase, antara lain :
1.
Singgahnya
pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah
berita luar negeri, terutama Cina;
2.
Adanya
komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya di
samping berita-berita asing juga makam-makam Islam;
3.
Berdirinya
kerajaan-kerajaan Islam (Abdullah, 1991:39).
C. Perkembangan
Keagamaan dan Peradaban
Sebagaimana
telah diuraikan di atas, pada term penyebaran Islam di Asia Tenggara yang tidak
terlepas dari kaum pedagang Muslim. Hingga kontrol ekonomi pun di monopoli oleh
mereka. Disamping itu pengaruh ajaran Islam sendiripun telah mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan Masyarakat Asia Tenggara. Islam mentransformasikan budaya
masyarakat yang telah di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam dan
etos yang lahir darinya muncul sebagai dasar kebudayaan.
Namun dari
masyarakat yang telah di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal. Islamisasi dari
kawasan Asia Tenggara ini membawa persamaan di bidang pendidikan. Pendidikan
tidak lagi menjadi hak istimewa kaum bangsawan. Tradisi pendidikan Islam
melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Setiap Muslim diharapkan mampu membaca
al Qur’an dan memahami asas-asas Islam secara rasional dan dan dengan belajar
huruf Arab diperkenalkan dan digunakan di seluruh wilayah dari Aceh hingga
Mindanao. Bahasabahasa lokal diperluasnya dengan kosa-kata dan gaya bahasa
Arab. Bahasa Melayu secara khusus dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari di
Asia Tenggara dan menjadi media pengajaran agama. Bahasa Melayu juga punya
peran yang penting bagi pemersatu seluruh wilayah itu.
Sejumlah karya
bermutu di bidang teologi, hukum, sastra dan sejarah, segera bermunculan.
Banyak daerah di wilayah ini seperti Pasai, Malaka dan Aceh juga Pattani muncul
sebagai pusat pengajaran agama yang menjadi daya tarik para pelajar dari
sejumlah penjuru wilayah ini.
System
pendidikan Islam kemudian segera di rancang. Dalam banyak batas, Masjid atau
Surau menjadi lembaga pusat pengajaran. Namun beberapa lembaga seperti
pesantren di Jawa dan pondok di Semenanjung Melaya segera berdiri. Hubungan
dengan pusat-pusat pendidikan di Dunia Islam segera di bina. Tradisi pengajaran
Paripatetis yang mendahului kedatangan Islam di wilayah ini tetap berlangsung.
Ibadah Haji ke Tanah Suci di selenggarakan, dan ikatan emosional, spritual,
psikologis, dan intelektual dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin.
Lebih dari itu arus imigrasi masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras.
Di bawah
bimbingan para ulama Arab dan dukungan negara, wilayah ini melahirkan
ulama-ulama pribumi yang segera mengambil kepemimpinan lslam di wilayah ini.
Semua perkembangan bisa dikatakan karena lslam, kemudian melahirkan pandangan
hidup kaum Muslim yang unik di wilayah ini. Sambil tetap memberi penekanan pada
keunggulan lslam, pandangan hdup ini juga memungkinkan unsur-unsur local masuk
dalam pemikiran para ulama pribumi. Mengenai masalah identitas, internalisasi
Islam, atau paling tidak aspek luarnya, oleh pendudukan kepulauan membuat Islam
muncul sebagai kesatuan yang utuh dari jiwa dan identitas subyektif mereka.
Namun fragmentasi politik yang mewarnai wilayah ini, di sisi lain, juga
melahirkan perasaan akan perbedaan identitas politik diantara penduduk yang
telah di Islamkan.
PERKEMBANGAN
ISLAM DI INDONESIA
A. Awal Masuknya Islam di Indonesia
Ketika Islam datang di Indonesia,
berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha,
sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa wilayah kepulauan
Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha.
Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa
Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat
diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip
perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan
perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah
hanya dengan membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada paksaan.
Tentang kapan Islam datang masuk ke
Indonesia, menurut kesimpulan seminar “ masuknya Islam di Indonesia” pada
tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia pada abad
pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain
menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa
Khulafaur Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab,
Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah.
B. Cara Masuknya Islam di Indonesia
B. Cara Masuknya Islam di Indonesia
Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan
peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia
justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena memang
para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 :
Artinya : Tidak ada paksaan dalam agama (Q.S. al-Baqarah ayat
256)
Adapun cara masuknya Islam di Indonesia
melalui beberapa cara antara lain ;
1. Perdagangan
Jalur
ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang
dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan
Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama
dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan
duniawi juga mereka mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam.
Artinya mereka berdagang sambil menyiarkan agama Islam.
2. Kultural
Artinya
penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan,
sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan
Kali Jaga dengan pengembangan kesenian wayang. Ia mengembangkan wayang kulit,
mengisi wayang yang bertema Hindu dengan ajaran Islam. Sunan Muria dengan
pengembangan gamelannya. Kedua kesenian tersebut masih digunakan dan digemari
masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai sekarang. Sedang Sunan Giri
menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti jalungan, jamuran,
ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain.
3. Pendidikan
Pesantren
merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam
pengembangan Islam di Indonesia. Para da’i dan muballig yang menyebarkan Islam
diseluruh pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang
yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran
pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti
Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai
sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali
penyebaran Islam di seluruh Indonesia.
4.
Kekuasaan politik
Artinya
penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para
Sultan. Di pulau Jawa, misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan
menjadi pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh
Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama
sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh
Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam
melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya
negara nasional Indonesia dimasa mendatang.
C. Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah Nusantara
1. Di Sumatra
Kesimpulan
hasil seminar di Medan tersebut di atas, dijelaskan bahwa wilayah Nusantara
yang mula-mula dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah
Pasai yang terletak di Aceh utara yang kemudian di masing-masing kedua daerah
tersebut berdiri kerajaan Islam yang pertama yaitu kerajaan Islam Perlak dan
Samudra Pasai.
Menurut
keterangan Prof. Ali Hasmy dalam makalah pada seminar “Sejarah Masuk dan
Berkembangnya Islam di Aceh” yang digelar tahun 1978 disebutkan bahwa kerajaan
Islam yang pertama adalah kerajaan Perlak. Namun ahli sejarah lain telah
sepakat, Samudra Pasailah kerajaan Islam yang pertama di Nusantara dengan
rajanya yang pertama adalah Sultan Malik Al-Saleh (memerintah dari tahun 1261
s.d 1297 M). Sultan Malik Al-Saleh sendiri semula bernama Marah Silu. Setelah mengawini
putri raja Perlak kemudian masuk Islam berkat pertemuannya dengan utusan Syarif Mekkah yang kemudian memberi gelar
Sultan Malik Al-Saleh.
Kerajaan
Pasai sempat diserang oleh Majapahit di bawah panglima Gajah Mada, tetapi bisa
dihalau. Ini menunjukkan bahwa kekuatan Pasai cukup tangguh dikala itu. Baru
pada tahun 1521 di taklukkan oleh Portugis dan mendudukinya selama tiga tahun.
Pada tahun 1524 M Pasai dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayat Syah.
Selanjutnya kerajaan Samudra Pasai berada di bawah pengaruh keSultanan Aceh
yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam (sekarang dikenal dengan kabupaten Aceh
Besar).
Munculnya
kerajaan baru di Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam, hampir bersamaan
dengan jatuhnya kerajaan Malaka karena pendudukan Portugis. Dibawah pimpinan
Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim kerajaan Aceh terus mengalami
kemajuan besar. Saudagar-saudagar muslim yang semula berdagang dengan Malaka
memindahkan kegiatannya ke Aceh. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan Iskandar Muda Mahkota Alam ( 1607 - 1636).
Kerajaan
Aceh ini mempunyai peran penting dalam penyebaran Agama Islam ke seluruh
wilayah Nusantara. Para da’i, baik lokal maupun yang berasal dari Timur Tengah
terus berusaha menyampaikan ajaran Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Hubungan
yang telah terjalin antara kerajaan Aceh dengan Timur Tengah terus semakin
berkembang. Tidak saja para ulama dan pedagang Arab yang datang ke Indonesia,
tapi orang-orang Indonesia sendiri banyak pula yang hendak mendalami Islam
datang langsung ke sumbernya di Mekah atau Madinah. Kapal-kapal dan ekspedisi
dari Aceh terus berlayar menuju Timur Tengah pada awal abad ke 16. Bahkan pada
tahun 974 H. atau 1566 M dilaporkan ada 5 kapal dari kerajaan Asyi (Aceh) yang berlabuh
di bandar pelabuhan Jeddah. Ukhuwah yang erat antara Aceh dan Timur Tengah itu
pula yang membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Mekah.
2. Di Jawa
Benih-benih
kedatangan Islam ke tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama
Hijriyah atau abad ke 7 M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam
bukunya Sejarah Umat Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M. sahabat
Nabi, Muawiyah bin Abi Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga)
menyamar sebagai pedagang. Bisa jadi Muawiyah saat itu baru penjajagan saja,
tapi proses dakwah selanjutnya dilakukan oleh para da’i yang berasal dari
Malaka atau kerajaan Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu lintas atau jalur
hubungan antara Malaka dan Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain sudah
begitu pesat.
Adapun
gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali Sanga,
yaitu :
a.
Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
Beliau
dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran
Islam di Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai
perintis lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di
Gapura Wetan Gresik
b.
Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)
Dilahirkan
di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai
mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan
terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan
madat, yang marak dimasa Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M.
Jasa-jasa Sunan Ampel :
Jasa-jasa Sunan Ampel :
1. Mendirikan pesantren
di Ampel Denta, dekat Surabaya. Dari pesantren ini lahir para mubalig kenamaan
seperti : Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan Demak pertama), Raden
Makhdum (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Maulana Ishak yang
pernah diutus untuk menyiarkan Islam ke daerah Blambangan.
2. Berperan aktif dalam
membangun Masjid Agung Demak yang dibangun pada tahun 1479 M.
3. Mempelopori berdirinya
kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan Raden Patah sebagai Sultan pertama.
c.
Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku)
Ia putra
Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak.
Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan
sebelum Raden Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia
menggantikannya sebagai mufti tanah Jawa.
d.
Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
Putra Sunan
Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama Raden Paku.
Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M.
e.
Sunan Kalijaga (Raden Syahid)
Ia tercatat
paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat wayang
kulit dan cerita wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat menentangnya,
karena wayang Beber kala itu menggambarkan gambar manusia utuh yang tidak
sesuai dengan ajaran Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya
jauh dari manusia utuh. Ini adalah sebuah usaha ijtihad di bidang fiqih yang
dilakukannya dalam rangka dakwah Islam.
f.
Sunan Drajat
Nama aslinya
adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau
terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader para da’i yang berdatangan
dari berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon.
g.
Syarif Hidayatullah
Nama lainnya
adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan dengan Fatahillah, yang
menantunya sendiri. Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya
sampai ke Banten. Ia juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan
Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan
kesultanannya membuktikan ada tiga kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala
itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja Demak dijadikan pusat dakwah,
pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para wali.
h.
Sunan Kudus
Nama aslinya
adalah Ja’far Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun 1550 M.
(960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia
membangun masjid menara Kudus yang sangat terkenal dan merupakan salah satu
warisan budaya Nusantara.
i.
Sunan Muria
Nama aslinya
Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan
Islam dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya.
Beliau dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus.
Diparuh
awal abad 16 M, Jawa dalam genggaman Islam. Penduduk merasa tentram dan damai
dalam ayoman keSultanan Demak di bawah kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar Al
Fatah atau Raden Patah. Hidup mereka menemukan pedoman dan tujuan sejatinya
setelah mengakhiri masa Siwa-Budha serta animisme. Merekapun memiliki kepastian
hidup bukan karena wibawa dan perbawa sang Sultan, tetapi karena daulah hukum yang
pasti yaitu syari’at Islam “Salokantara”
dan “Jugul Muda” itulah dua kitab undang-undang Demak yang berlandaskan
syari’at Islam. Dihadapan peraturan negeri pengganti Majapahit itu, semua
manusia sama derajatnya, sama-sama khalifah Allah di dunia. Sultan-Sultan Demak
sadar dan ikhlas dikontrol oleh kekuasaan para Ulama atau Wali. Para Ulama itu
berperan sebagai tim kabinet atau merangkap sebagai dewan penasehat Sultan.
Dalam versi lain dewan wali sanga dibentuk sekitar 1474 M. oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel), membawahi Raden Hasan, Maftuh Ibrahim, Qasim (Sunan Drajat) Usman Haji (ayah Sunan Kudus, Raden Ainul Yakin (Sunan Gresik), Syekh Sutan Maharaja Raden Hamzah, dan Raden Mahmud. Beberapa tahun kemudian Syekh Syarif Hidayatullah dari Cirebon bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali sebagai muballig keliling. Disamping wali-wali tersebut, masih banyak Ulama yang dakwahnya satu kordinasi dengan Sunan Ampel hanya saja, sembilan tokoh Sunan Wali Sanga yang dikenal selama ini memang memiliki peran dan karya yang menonjol dalam dakwahnya.
Dalam versi lain dewan wali sanga dibentuk sekitar 1474 M. oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel), membawahi Raden Hasan, Maftuh Ibrahim, Qasim (Sunan Drajat) Usman Haji (ayah Sunan Kudus, Raden Ainul Yakin (Sunan Gresik), Syekh Sutan Maharaja Raden Hamzah, dan Raden Mahmud. Beberapa tahun kemudian Syekh Syarif Hidayatullah dari Cirebon bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali sebagai muballig keliling. Disamping wali-wali tersebut, masih banyak Ulama yang dakwahnya satu kordinasi dengan Sunan Ampel hanya saja, sembilan tokoh Sunan Wali Sanga yang dikenal selama ini memang memiliki peran dan karya yang menonjol dalam dakwahnya.
3. Di Sulawesi
Ribuan
pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke
pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan
kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes
atau Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis pada tahun 1540 saat
datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah ditemui pemukiman muslim di beberapa
daerah. Meski belum terlalu banyak, namun upaya dakwah terus berlanjut
dilakukan oleh para da’i di Sumatra, Malaka dan Jawa hingga menyentuh raja-raja
di kerajaan Gowa dan Tallo atau yang dikenal dengan negeri Makasar, terletak di
semenanjung barat daya pulau Sulawesi.
Kerajaan
Gowa ini mengadakan hubungan baik dengan kerajaan Ternate dibawah pimpinan
Sultan Babullah yang telah menerima Islam lebih dahulu. Melalui seorang da’i
bernama Datuk Ri Bandang agama Islam masuk ke kerajaan ini dan pada tanggal 22
September 1605 Karaeng Tonigallo, raja Gowa yang pertama memeluk Islam yang
kemudian bergelar Sultan Alaudin Al Awwal (1591-1636 ) dan diikuti oleh perdana
menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa.
Setelah
resmi menjadi kerajaan bercorak Islam Gowa Tallo menyampaikan pesan Islam
kepada kerajaan-kerajaan lain seperti Luwu, Wajo, Soppeng dan Bone. Raja Luwu
segera menerima pesan Islam diikuti oleh raja Wajo tanggal 10 Mei 1610 dan raja
Bone yang bergelar Sultan Adam menerima Islam tanggal 23 November 1611 M.
Dengan demikian Gowa (Makasar) menjadi kerajaan yang berpengaruh dan disegani.
Pelabuhannya sangat ramai disinggahi para pedagang dari berbagai daerah dan
manca negara. Hal ini mendatangkan keuntungan yang luar biasa bagi kerajaan
Gowa (Makasar). Puncak kejayaan kerajaan Makasar terjadi pada masa Sultan Hasanuddin
(1653-1669).
4. Di Kalimantan
Islam
masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo melalui tiga jalur.
Jalur pertama melalui Malaka yang dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak
dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis kian membuat dakwah semakin
menyebar sebab para muballig dan komunitas muslim kebanyakan mendiamai pesisir
barat Kalimantan.
Jalur
kedua, Islam datang disebarkan oleh para muballig dari tanah Jawa. Ekspedisi
dakwah ke Kalimantan ini mencapai puncaknya saat kerajaan Demak berdiri. Demak
mengirimkan banyak Muballig ke negeri ini. Para da’i tersebut berusaha mencetak
kader-kader yang akan melanjutkan misi dakwah ini. Maka lahirlah ulama besar,
salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.
Jalur ketiga para da’i datang dari Sulawesi (Makasar) terutama da’i yang terkenal saat itu adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
Jalur ketiga para da’i datang dari Sulawesi (Makasar) terutama da’i yang terkenal saat itu adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
a. Kalimantan Selatan
Masuknya
Islam di Kalimantan Selatan adalah diawali dengan adanya krisis kepemimpinan
dipenghujung waktu berakhirnya kerajaan Daha Hindu. Saat itu Raden Samudra yang
ditunjuk sebagai putra mahkota oleh kakeknya, Raja Sukarama minta bantuan
kepada kerajaan Demak di Jawa dalam peperangan melawan pamannya sendiri, Raden
Tumenggung Sultan Demak (Sultan Trenggono) menyetujuinya, asal Raden Samudra
kelak bersedia masuk Islam.
Dalam
peperangan itu Raden Samudra mendapat kemenangan. Maka sesuai dengan janjinya
ia masuk Islam beserta kerabat keraton dan penduduk Banjar. Saat itulah tahun
(1526 M) berdiri pertama kali kerajaan Islam Banjar dengan rajanya Raden
Samudra dengan gelar Sultan Suryanullah atau Suriansyah. Raja-raja Banjar
berikutnya adalah Sultan Rahmatullah (putra Sultan Suryanullah), Sultan
Hidayatullah (putra Sultan Rahmatullah dan Marhum Panambahan atau Sultan
Musta’in Billah. Wilayah yang dikuasainya meliputi daerah Sambas, Batang Lawai,
Sukadana, Kota Waringin, Sampit Medawi, dan Sambangan.
b. Kalimantan Timur
Di
Kalimantan Timur inilah dua orang da’i terkenal datang, yaitu Datuk Ri Bandang
dan Tuan Tunggang Parangan, sehingga raja Kutai (raja Mahkota) tunduk kepada
Islam diikuti oleh para pangeran, para menteri, panglima dan hulubalang. Untuk
kegiatan dakwah ini dibangunlah sebuah masjid. Tahun 1575 M, raja Mahkota berusaha menyebarkan Islam
ke daerah-daerah sampai ke pedalaman Kalimantan Timur sampai daerah Muara
Kaman, dilanjutkan oleh Putranya, Aji Di Langgar dan para penggantinya.
5. Di Maluku.
Kepulauan
Maluku terkenal di dunia sebagai penghasil rempah-rempah, sehingga menjadi daya
tarik para pedagang asing, tak terkecuali para pedagang muslim baik dari
Sumatra, Jawa, Malaka atau dari manca negara. Hal ini menyebabkan cepatnya
perkembangan dakwah Islam di kepulauan ini. Islam masuk ke Maluku sekitar pertengahan abad ke 15
atau sekitar tahun 1440 dibawa oleh para pedagang muslim dari Pasai, Malaka dan
Jawa (terutama para da’i yang dididik oleh para Wali Sanga di Jawa). Tahun 1460
M, Vongi Tidore, raja Ternate masuk Islam. Namun menurut H.J De Graaft
(sejarawan Belanda) bahwa raja Ternate yang benar-benar muslim adalah Zaenal
Abidin (1486-1500 M). Setelah itu Islam berkembang ke kerajaan-kerajaan yang
ada di Maluku. Tetapi diantara sekian banyak kerajaan Islam yang paling
menonjol adalah dua kerajaan , yaitu Ternate dan Tidore.
Raja-raja
Maluku yang masuk Islam seperti :
a.
Raja Ternate yang bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).
b.
Setelah beliau wafat digantikan oleh Sultan Zaenal
Abidin yang sangat besar jasanya dalam menyiarkan Islam di kepulauan Maluku, Irian
bahkan sampai ke Filipina.
c.
Raja Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin.
d.
Raja Jailolo yang berganti nama dengan Sultan
Hasanuddin.
e.
Pada tahun 1520 Raja Bacan masuk Islam dan bergelar
Zaenal Abidin.
f.
Selain
Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian yang disiarkan
oleh raja-raja Islam di Maluku, para pedagang dan para muballig yang juga
berasal dari Maluku.
Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah : Miso, Jalawati, Pulau Waigio dan Pulau Gebi.
Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah : Miso, Jalawati, Pulau Waigio dan Pulau Gebi.
D. Peranan Umat Islam dalam Mengusir Penjajah.
Ketika
kaum penjajah datang, Islam sudah mengakar dalam hati bangsa Indonesia, bahkan
saat itu sudah berdiri beberapa kerajaan Islam, seperti Samudra Pasai, Perlak,
Demak dan lain-lain. Jauh sebelum mereka datang, umat Islam Indonesia sudah
memiliki identitas bendera dan warnanya adalah merah putih. Ini terinspirasi
oleh bendera Rasulullah saw. yang juga berwarna merah dan putih. Rasulullah saw
pernah bersabda :” Allah telah menundukkan pada dunia, timur dan barat. Aku
diberi pula warna yang sangat indah, yakni Al-Ahmar dan Al-Abyadl, merah dan
putih “. Begitu juga dengan bahasa Indonesia. Tidak akan bangsa ini mempunyai
bahasa Indonesia kecuali ketika ulama menjadikan bahasa ini bahasa pasar, lalu
menjadi bahasa ilmu dan menjadi bahasa jurnalistik.
Beberapa
ajaran Islam seperti jihad, membela yang tertindas, mencintai tanah air dan
membasmi kezaliman adalah faktor terpenting dalam membangkitkan semangat
melawan penjajah. Bisa dikatakan bahwa hampir semua tokoh pergerakan, termasuk
yang berlabel nasionalis radikal sekalipun sebenarnya terinspirasi dari ruh
ajaran Islam. Sebagai bukti misalnya Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat)
tadinya berasal dari Sarekat Islam (SI); Soekarno sendiri pernah jadi guru
Muhammadiyah dan pernah nyantri dibawah bimbingan Tjokroaminoto bersama S.M
Kartosuwiryo yang kelak dicap sebagai pemberontak DI/TII; RA Kartini juga
sebenarnya bukanlah seorang yang hanya memperjuangkan emansipasi wanita. Ia
seorang pejuang Islam yang sedang dalam perjalanan menuju Islam yang kaaffah.
Ketika sedang mencetuskan ide-idenya, ia sedang beralih dari kegelapan
(jahiliyah) kepada cahaya terang (Islam) atau minaz-zulumati ilannur (habis
gelap terbitlah terang). Patimura seorang pahlawan yang diklaim sebagai seorang
Nasrani sebenarnya dia adalah seorang Islam yang taat. Tulisan tentang Thomas
Mattulessy hanyalah omong kosong. Tokoh Thomas Mattulessy yang ada adalah
Kapten Ahmad Lussy atau Mat Lussy, seorang muslim yang memimpin perjuangan
rakyat Maluku melawan penjajah. Demikian pula Sisingamangaraja XII menurut
fakta sejarah adalah seorang muslim.
Semangat jihad yang dikumandangkan para
pahlawan semakin terbakar ketika para penjajah berusaha menyebarkan agama
Nasrani kepada bangsa Indonesia yang mayoritas sudah beragama Islam yang tentu
saja dengan cara-cara yang berbeda dengan ketika Islam datang dan diterima oleh
mereka, bahwa Islam tersebar dan dianut oleh mereka dengan jalan damai dan
persuasif yakni lewat jalur perdagangan dan pergaulan yang mulia bahkan wali
sanga menyebarkannya lewat seni dan budaya. Para da’i Islam sangat paham dan
menyadari akan kewajiban menyebarkan Islam kepada orang lain, tapi juga mereka
sangat paham bahwa tugasnya hanya sekedar menyampaikan. Hal ini sesuai dengan
Q.S. Yasin ayat 17 :”Tidak ada kewajiban bagi kami hanyalah penyampai (Islam)
yang nyata”. (Q.S. Yasin : 17) Di
bawah ini hanya sebagian kecil contoh atau bukti sejarah perjuangan umat Islam
Indonesia dalam mengusir penjajah.
1. Penjajah Portugis
Kaum
penjajah yang mula-mula datang ke Nusantara ialah Portugis dengan semboyan Gold
(tambang emas), Glory (kemulyaan, keagungan), dan Gospel (penyebaran agama
Nasrani). Untuk menjalankan misinya
itu Portugis berusaha dengan menghalalkan semua cara. Apalagi saat itu mereka
masih menyimpan dendamnya terhadap bangsa Timur (Islam) setelah usai Perang
Salib . Dengan modal restu sakti dari Paus Alexander VI dalam suatu dokumen
bersejarah yang terkenal dengan nama “Perjanjian Tordesillas” yang berisi,
bahwa kekuasaan di dunia diserahkan kepada dua rumpun bangsa: Spanyol dan
Portugis. Dunia sebelah barat menjadi milik Spanyol dan sebelah timur termasuk
Indonesia menjadi milik Portugis.
Karena itu Portugis sangat bernafsu untuk menguasai negeri Zamrud Katulistiwa yang penuh dengan rempah-rempah yang menggiurkan. Pertama mereka menyerang Malaka dan menguasainya (1511 M), kemudian Samudra Pasai tahun 1521 M. Mulailah mereka mengusik ketenangan berniaga di perairan nusantra yang saat itu banyak para pedagang muslim dari Arab. Demikian pula para pedagang dari Demak dan Malaka yang saat itu sudah terjalin sangat erat. Portugis nampaknya sengaja ingin mematahkan hubungan Demak dan Malaka, dan sekaligus tujuannya ingin merebut rempah-rempah yang merupakan komoditi penting saat itu. Banyak kapal-kapal mereka dirampas oleh Portugis termasuk kapal pedagang muslim Arab.
Dengan sikapnya yang tak bersahabat dan arogan dari penjajah Portugis, seluruh kerajaan yang ada di Nusantara kemudian melakukan perlawanan kepada Portugis meskipun dalam waktu dan tempat yang berlainan. Kerajaan Aceh misalnya sempat minta bantuan kerajaan Usmani di Turki dan negara-negara Islam lain di Nusantara, sehingga dapat membangun kekuatan angkatan perangnya dan dapat menahan serangan Portugis. Demikian pula, mendengar perlakuan Portugis yang zalim terhadap para pedagang warga Demak muslim, Sultan Demak dan para wali merasa terpanggil untuk berjihad. Halus dihadapi dengan halus, keras dilawan dengan keras. Kalau orang-orang Portugis mengobarkan semangat Perang Salib, maka Sultan Demak dan para wali mengobarkan semangat jihad Perang Sabil.
Karena itu Portugis sangat bernafsu untuk menguasai negeri Zamrud Katulistiwa yang penuh dengan rempah-rempah yang menggiurkan. Pertama mereka menyerang Malaka dan menguasainya (1511 M), kemudian Samudra Pasai tahun 1521 M. Mulailah mereka mengusik ketenangan berniaga di perairan nusantra yang saat itu banyak para pedagang muslim dari Arab. Demikian pula para pedagang dari Demak dan Malaka yang saat itu sudah terjalin sangat erat. Portugis nampaknya sengaja ingin mematahkan hubungan Demak dan Malaka, dan sekaligus tujuannya ingin merebut rempah-rempah yang merupakan komoditi penting saat itu. Banyak kapal-kapal mereka dirampas oleh Portugis termasuk kapal pedagang muslim Arab.
Dengan sikapnya yang tak bersahabat dan arogan dari penjajah Portugis, seluruh kerajaan yang ada di Nusantara kemudian melakukan perlawanan kepada Portugis meskipun dalam waktu dan tempat yang berlainan. Kerajaan Aceh misalnya sempat minta bantuan kerajaan Usmani di Turki dan negara-negara Islam lain di Nusantara, sehingga dapat membangun kekuatan angkatan perangnya dan dapat menahan serangan Portugis. Demikian pula, mendengar perlakuan Portugis yang zalim terhadap para pedagang warga Demak muslim, Sultan Demak dan para wali merasa terpanggil untuk berjihad. Halus dihadapi dengan halus, keras dilawan dengan keras. Kalau orang-orang Portugis mengobarkan semangat Perang Salib, maka Sultan Demak dan para wali mengobarkan semangat jihad Perang Sabil.
Pada
tahun 1512 Demak dibawah pimpinan Adipati Yunus memimpin sendiri armada lautnya
menyerang Portugis yang saat itu sudah menguasai Malaka, tapi kali ini
mengalami kegagalan karena persenjataan lawan begitu tangguh penyerangan kedua
kalinya dilakukan tahun 1521 dengan mengerahkan armada yang berkekuatan 100
buah kapal dan dibantu oleh balatentara Aceh dan Sultan Malaka yang telah
terusir, yang sasarannya sama yaitu mengusir pasukan asing Portugis dari
wilayah Nusantara demi mengamankan jalur niaga dan dakwah yang memanjang dari
Malaka-Demak dan Maluku. Namun perjuangannya tidak berhasil pula, bahkan ia
gugur mati syahid dalam pertempuran tersebut. Sebab itulah ia mendapat gelar
”Pangeran sabrang lor” artinya pangeran yang menyebrangi lautan di sebelah utara.
Sepeninggal Adipati Yunus, perlawanan terhadap Portugis diteruskan oleh Sultan Trenggana (1521-1546) dan juga oleh putranya Sultan Prawoto. Meskipun pada masa Sultan Prawoto negara dalam keadaan goncang karena perseteruan dalam negeri tapi kekuatan perang untuk melawan dan mempertahankan diri dari serangan Portugis masih terus digalang. Diberitakan, bahwa saat itu Demak masih sanggup membangun kekuatan militernya terutama angkatan lautnya yang terdiri dari 1000 kapal-kapal layar yang dipersenjatai. Setiap kapal itu mampu memuat 400 prajurit masing-masing mempunyai tugas pengamanan wilayah Nusantara dari serangan Portugis.
Sepeninggal Adipati Yunus, perlawanan terhadap Portugis diteruskan oleh Sultan Trenggana (1521-1546) dan juga oleh putranya Sultan Prawoto. Meskipun pada masa Sultan Prawoto negara dalam keadaan goncang karena perseteruan dalam negeri tapi kekuatan perang untuk melawan dan mempertahankan diri dari serangan Portugis masih terus digalang. Diberitakan, bahwa saat itu Demak masih sanggup membangun kekuatan militernya terutama angkatan lautnya yang terdiri dari 1000 kapal-kapal layar yang dipersenjatai. Setiap kapal itu mampu memuat 400 prajurit masing-masing mempunyai tugas pengamanan wilayah Nusantara dari serangan Portugis.
Kalau
perlawanan umat Islam terhadap penjajah Portugis di Malaka mengalami kegagalan,
namun terhadap penjajah Portugis di Sunda Kelapa (Jakarta) dan Maluku
memperoleh hasil yang gemilang. Adalah panglima Fatahillah (menantu Sultan
Syarif Hidayatullah) pada tahun 1526 M. memimpin pasukan Demak menyerang
Portugis di Sunda Kelapa lewat jalur laut. Mereka berhasil mengepung dan
merebutnya dari tangan penjajah Portugis, kemudian diganti namanya menjadi
Fathan Mubina diambil dari Quran Surat al-Fath ayat satu. Fathan Mubina
diterjemahkan menjadi Jayakarta (Jakarta). Peristiwa ini terjadi pada tanggal
22 Juni 1527 M, yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya kota Jakarta.
Di
Maluku, Portugis menghasut dan mengadu domba kerajaan Islam Ternate dan Tidore.
Namun kemudian rakyat Ternate sadar, sehingga mereka dibawah pimpinan Sultan
Haerun berbalik melawan Portugis. Nampaknya yang menjadi persoalan bukan hanya
faktor perdagangan atau ekonomi, tapi juga persoalan penyebaran agama oleh
Portugis. Kristenisasi secara besar-besaran terutama pada tahun 1546 dilakukan
oleh seorang utusan Gereja Katolik Roma Fransiscus Xaverius dengan sangat
ekstrimnya ditengah-tengah penduduk muslim dan di depan mata seorang Sultan
Ternate yang sangat saleh, tentu saja membuat rakyat marah dan bangkit melawan
Portugis. Lebih marah lagi ketika Sultan Haerun dibunuh secara licik oleh
Portugis pada tahun 1570. Rakyat Ternate terus melanjutkan perjuangannya
melawan Portugis dibawah pimpinan Babullah, putra Sultan Haerun selama empat
tahun mereka berperang melawan Portugis, dan Alhamdulillah berhasil mengusir
penjajah Portugis dari Maluku
2. Penjajah Belanda
Belanda
pertama kali datang ke Indonesia tahun 1596 berlabuh di Banten dibawah pimpinan
Cornelis de Houtman, dilanjutkan oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jakarta
pada tanggal 30 Mei 1619 serta mengganti nama Jakarta menjadi Batavia.
Tujuannya sama dengan penjajah Portugis, yaitu untuk memonopoli perdagangan dan
menanamkan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara. Jika
Portugis menyebarkan agama Katolik maka Belanda menyebarkan agama Protestan.
Betapa berat penderitaan kaum muslimin semasa penjajahan Belanda selama kurang
lebih 3,5 abad. Penindasan, adu domba (Devide et Impera), pengerukan kekayaan
alam sebanyak-banyaknya dan membiarkan rakyat Indonesia dalam keadaan miskin
dan terbelakang adalah kondisi yang dialami saat itu. Maka wajarlah jika
seluruh umat Islam Indonesia bangkit dibawah pimpinan para ulama dan santri di
berbagai pelosok tanah air, dengan persenjataan yang sederhana: bambu runjing,
tombak dan golok. Namun mereka bertempur habis-habisan melawan orang-orang
kafir Belanda dengan niat yang sama, yaitu berjihad fi sabi lillah. Hanya satu
pilihan mereka : Hidup mulia atau mati Syahid. Maka pantaslah almarhum Dr.
Setia Budi (1879-1952) mengungkapkan dalam salah satu ceramahnya di Jogya
menjelang akhir hayatnya antara lain mengatakan : “Jika tidak karena pengaruh
dan didikan agama Islam, maka patriotisme bangsa Indonesia tidak akan sehebat
seperti apa yang diperlihatkan oleh sejarahnya sampai kemerdekaannya”.
Sejarah
telah mencatat sederetan pahlawan Islam Indonesia dalam melawan Belanda yang
sebagian besar adalah para Ulama atau para kyai antara lain :
Di
Pulau Jawa misalnya Sultan Ageng Tirtayasa, Kiyai Tapa dan Bagus Buang dari
kesultanan Banten, Sultan Agung dari Mataram dan Pangeran Diponegoro dari
Jogjakarta memimpin perang Diponegoro dari tahun 1825-1830 bersama panglima
lainnya seperti Basah Marto Negoro, Kyai Imam Misbah, Kyai Badaruddin, Raden
Mas Juned, dan Raden Mas Rajab. Konon dalam perang Diponegoro ini sekitar 200
ribu rakyat dan prajurit Diponegoro yang syahid, dari pihak musuh tewas sekitar
8000 orang serdadu bangsa Eropa dan 7000 orang serdadu bangsa Pribumi. Dari
Jawa Barat misalnya Apan Ba Sa’amah dan Muhammad Idris (memimpin perlawanan
terhadap Belanda sekitar tahun 1886 di daerah Ciomas) Di pulau Sumatra tercatat nama-nama : Tuanku Imam
Bonjol dan Tuanku Tambusi (Memimpin perang Padri tahun 1833-1837), Dari
kesultanan Aceh misalnya : Teuku Syeikh Muhammad Saman atau yang dikenal Teuku
Cik Ditiro, Panglima Polim, Panglima Ibrahim, Teuku Umar dan istrinya Cut Nyak
Dien, Habib Abdul Rahman, Imam Leungbatan, Sultan Alaudin Muhammad Daud Syah,
dan lain-lain.
Di
Kalimantan Selatan, rakyat muslim bergerak melawan penjajah kafir Belanda yang
terkenal dengan perang Banjar, dibawah pimpinan Pangeran Antasari yang didukung
dan dilanjutkan oleh para mujahid lainnya seperti pangeran Hidayat, Sultan
Muhammad Seman (Putra pangeran Antasari), Demang Leman dari Martapura,
Temanggung Surapati dari Muara Teweh, Temanggung Antaludin dari Kandangan,
Temanggung Abdul jalil dari Amuntai, Temanggung Naro dari buruh Bahino,
Panglima Batur dari Muara Bahan, Penghulu Rasyid, Panglima Bukhari, Haji
Bayasin, Temanggung Macan Negara, dan lain-lain. Dalam perang Banjar ini
sekitar 3000 serdadu Belanda tewas.
Di
Maluku Umat Islam bergerak juga dibawah pimpinan Sultan Jamaluddin, Pangeran
Neuku dan Said dari kesultanan Ternate dan Tidore.
Di
Sulawesi Selatan terkenal pahlawan Islam Indonesia seperti Sultan Hasanuddin
dan Lamadu Kelleng yang bergelar Arung Palaka.
Sederetan
Mujahid-mujahid lain disetiap pelosok tanah air yang belum diangkat namanya
atau dicatat dalam buku sejarah adalah lebih banyak dari pada yang telah
dikenal atau sudah tercatat dalam buku-buku sejarah. Mereka sengaja tidak mau
dikenal, khawatir akan mengurangi keikhlasannya di hadapan Allah. Sebab mereka
telah betul-betul berjihad dengan tulus demi menegakkan dan membela Islam di
tanah air.
3. Penjajahan Jepang
Pendudukan
Jepang di Indonesia diawali di kota Tarakan pada tanggal 10 januari 1942.
Selanjutnya Minahasa, Balik Papan, Pontianak, Makasar, Banjarmasin, Palembang
dan Bali. Kota Jakarta berhasil diduduki tanggal 5 Maret 1942.
Untuk
sementara penjajah Belanda hengkang dari bumi Indonesia, diganti oleh penjajah
Jepang. Ibarat pepatah “Lepas dari mulut harimau jatuh ke mulut buaya”, yang
ternyata penjajah Jepang lebih kejam dari penjajah manapun yang pernah
menduduki Indonesia. Seluruh kekayaan alam dikuras habis dibawa ke negerinya.
Bangsa Indonesia dikerja paksakan (Romusa) dengan ancaman siksaan yang
mengerikan seperti dicambuk, dicabuti kukunya dengan tang, dimasukkan kedalam
sumur, para wanita diculik dan dijadikan pemuas nafsu sex tentara Jepang
(Geisha).
Pada
awalnya Jepang membujuk rayu bangsa Indonesia dengan mengklaim dirinya sebagai
saudara tua Bangsa Indonesia (ingat gerakan 3 A yaitu Nippon Cahaya Asia,
Nippon Pelindung Asia dan Nippon Pemimpin Asia). Mereka juga paham bahwa bangsa
Indonesia kebanyakan beragama Islam. Karena itu pada tanggal 13 Juli 1942
mereka mencoba menghidupkan kembali Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang telah
terbentuk pada pemerintahan Belanda (September 1937). Tapi upaya Jepang tidak
banyak ditanggapi oleh tokoh-tokoh Islam. Banyak tokoh-tokoh Islam tidak mau
kooperatif dengan pemerintah penjajah Jepang bahkan melakukan gerakan bawah
tanah misalnya dibawah pimpinan Sutan Syahrir dan Amir Syarifuddin.
Selain
itu, Jepang membubarkan organisasi-organisasi yang bersifat politik atau yang
membahayakan Jepang yang dibentuk semasa Belanda, kemudian sebagai gantinya
dibentuklah organisasi-organisasi baru misalnya Putera (Pusat Tenaga Rakyat),
Cuo Sangi In (Badan pengendali politik), Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian
Jawa), Seinendan, Fujinkai, Keibodan, Heiho, Peta dan lain-lain. Motif utama
dibentuknya organisasi-organisasi tersebut hanyalah sebagai kedok saja yang
ternyata untuk kepentingan penjajah Jepang juga. Namun bangsa kita sudah cerdas
justru organisasi-organisasi tersebut sebaliknya dimanfaatkannya untuk melawan
penjajah Jepang. Sebagai contoh adalah pembentukan tentara PETA (Pembela Tanah
Air) pada tanggal 3 Oktober 1943 di Bogor yang merupakan cikal bakal adanya
TNI. Terbentuknya memang atas persetujuan penjajah Jepang yang didukung oleh
para alim ulama. Tercatat sebagai pendirinya adalah KH.Mas Mansur, Tuan Guru H.
Yacob, HM.Sodri, KH.Adnan, Tuan guru H.Kholid, KH.Djoenaedi, Dr.H.Karim
Amrullah, H.Abdul Madjid dan U. Muchtar. Mereka betul-betul memanfaatkan PETA
ini untuk kepentingan perjuangan bangsa. PETA saat itu terdiri dari 68 batalion
yang masing-masing dipimpin oleh para alim ulama. Para Bintaranya adalah para
pemuda Islam, dan panji-panji tentara PETA adalah bulan bintang putih di atas
dasar merah. Tanggal 5 Oktober 1945 terbentuklah BKR (Barisan Keamanan Rakyat)
yang sebagian besar pimpinannya adalah berasal dari PETA. BKR kemudian menjadi
TKR dan selanjutnya TNI. Jadi TNI tidak mungkin ada jika PETA yang terdiri dari
68 bataliyon yang dipimpin oleh para ulama tersebut tidak ada.
Namun ada beberapa organisasi bentukan Jepang yang sangat kentara merugikan dan bahkan berbuat aniaya terhadap bangsa Indonesia. Misalnya melalui Jawa Hokokai rakyat secara paksa untuk mengumpulkan padi, permata, besi tua serta menanam jarak yang hasilnya harus diserahkan kepada pemerintah pendudukan Jepang, pelecehan, penghinaan terhadap agama Islam dan umat Islam sudah terang-terang. Maka umat Islam di berbagai daerah bangkit menentang penjajah Jepang, diantaranya:
Namun ada beberapa organisasi bentukan Jepang yang sangat kentara merugikan dan bahkan berbuat aniaya terhadap bangsa Indonesia. Misalnya melalui Jawa Hokokai rakyat secara paksa untuk mengumpulkan padi, permata, besi tua serta menanam jarak yang hasilnya harus diserahkan kepada pemerintah pendudukan Jepang, pelecehan, penghinaan terhadap agama Islam dan umat Islam sudah terang-terang. Maka umat Islam di berbagai daerah bangkit menentang penjajah Jepang, diantaranya:
a. Pemberontakan Cot Pileng di Aceh
Perlawanan
ini dipimpin oleh seorang ulama muda bernama Tengku Abdul Jalil, guru ngaji di
Cot Pileng pada tanggal 10 November 1942. Sebabnya karena tentara Jepang
melakukan penghinaan terhadap umat Islam Aceh dengan membakar masjid dan
membunuh sebagian jamaah yang sedang salat subuh.
b. Pemberontakan Rakyat Sukamanah
Perlawanan
ini dipimpin oleh KH. Zaenal Mustafa, pemimpin pondok pesantren di Sukamanah
Singaparna Tasik Malaya pada tanggal 25 februari 1944. Penyebabnya karena para
santrinya dipaksa untuk melakukan Seikirei, menghormat kepada kaisar Jepang
dengan cara membungkukkan setengah badan ke arah matahari. Ini tentu saja
pelanggaran aqidah Islam.
c. Pemberontakan di Indramayu
Perlawanan
ini dipimpin oleh H. Madriyas. Sebabnya karena rakyat tidak tahan terhadap
kekejaman yang dilakukan tentara Jepang.
d. Pemberontakan Teuku Hamid di Aceh
Perlawanan
ini dipimpin oleh Teuku Hamid pada bulan November 1944.
e.
Pemberontakan PETA di Blitar
Perlawanan
ini dipimpin oleh seorang komandan Pleton PETA yang bernama Supriadi pada tahun
14 Februari 1945 di Blitar, karena mereka tidak tahan melihat kesengsaraan
rakyat di daerah dan banyak rakyat yang korban karena dikerjapaksakan
(Romusha).
4. Sekutu dan
NICA
Tanggal
17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia baru saja diproklamirkan, tanggal 15
september 1945 datang lagi persoalan baru, yaitu datangnya tentara sekutu yang
diboncengi NICA (Nederland Indies Civil Administration). Mereka datang dengan
penuh kecongkakan seolah-olah paling berhak atas tanah Indonesia sebagai bekas
jajahannya. Kedatangan mereka tentu saja mendapat reaksi dari seluruh bangsa
Indonesia. Seluruh umat Islam bergerak kembali dengan kekuatan senjata seadanya
melawan tentara sekutu dan NICA yang bersenjatakan lengkap dan modern.
Perlawanan terhadap sekutu dan NICA antara lain: Dengan taktik perang gerilya,
pertempuran arek-arek Surabaya, Bandung lautan Api, pertempuran di Ambarawa dan
lain-lain.
Arsitek
perang gerilya adalah Jendral Sudirman nama yang tidak asing lagi bagi bangsa
Indonesia. Beliau sebagai panglima besar TNI berlatar belakang santri. Pernah
jadi da’i atau guru agama di daerah Cilacap Banyumas sekitar tahun 1936-1942.
Berkarir mulai dari kepanduan Hizbul Wathan dan aktif dalam pengajian-pengajian
yang diadakan oleh Muhammadiyah. Beliau pada sebagian hidupnya adalah untuk
berjuang, dan bahkan dalam kondisi sakit sekalipun beliau terus memimpin perang
gerilya ke hutan-hutan.
Sedangkan pertempuran arek-arek Surabaya dipimpin oleh Bung Tomo. Dengan kumandang takbir, beliau mengobarkan semangat berjihad melawan tentara Inggris di Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Karena dahsyatnya pertempuran tersebut, maka tanggal tersebut dikenang sebagai hari pahlawan. Beliau tercatat pula dalam sejarah sebagai arsitek bom syahid. Dalam kurun waktu perjuangan tahun 1945–1949 beliau membentuk pasukan berani mati, yakni pasukan bom syahid yang siap mengorbankan jiwanya untuk menghancurkan tentara sekutu dan Belanda. Bandung lautan api adalah pertempuran dahsyat di Bandung Utara, kemudian di Bandung Selatan dibawah pimpinan Muhammad Toha dan Ramadhan .
Sedangkan pertempuran arek-arek Surabaya dipimpin oleh Bung Tomo. Dengan kumandang takbir, beliau mengobarkan semangat berjihad melawan tentara Inggris di Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Karena dahsyatnya pertempuran tersebut, maka tanggal tersebut dikenang sebagai hari pahlawan. Beliau tercatat pula dalam sejarah sebagai arsitek bom syahid. Dalam kurun waktu perjuangan tahun 1945–1949 beliau membentuk pasukan berani mati, yakni pasukan bom syahid yang siap mengorbankan jiwanya untuk menghancurkan tentara sekutu dan Belanda. Bandung lautan api adalah pertempuran dahsyat di Bandung Utara, kemudian di Bandung Selatan dibawah pimpinan Muhammad Toha dan Ramadhan .
E. Peranan Umat Islam dalam Mempersiapkan dan Meletakkan Dasar-dasar Indonesia Merdeka.
Dalam
upaya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, tidak disangsikan lagi peran kaum
muslimin terutama para ulama. Mereka berkiprah dalam BPUPKI (Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dibentuk tanggal 1 maret 1945.
Lebih jelas lagi ketika Badan ini membentuk panitia kecil yang bertugas
merumuskan tujuan dan maksud didirikannya negara Indonesia. Panitia terdiri
dari 9 orang yang semuanya adalah muslim atau para ulama kecuali satu orang
beragama Kristen. Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs.Moh.Hatta, Mr.Moh.Yamin,
Mr.Ahmad Subardjo, Abdul Kahar Mujakir, Wahid Hsyim, H.Agus Salim, Abi Kusno
Tjokrosuyono dan A.A. Maramis (Kristen).
Meski
dalam persidangan-persidangan merumuskan dasar negara Indonesia terjadi banyak
pertentangan antar (mengutip istilah Endang Saefudin Ansori dalam bukunya
Piagam Jakarta) kelompok nasionalis Islamis dan kelompok nasionalis sekuler.
Kelompok Nasionalis Islamis antara lain KH. Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim,
KH.Wahid Hasyim, Ki Bagus dan Abi Kusno menginginkan agar Islam dijadikan dasar
negara Indonesia. Sedangkan kelompok nasionalis sekuler dibawah pimpinan
Soekarno menginginkan negara Indonesia yang akan dibentuk itu netral dari
agama. Namun Akhirnya terjadi sebuah kompromi antara kedua kelompok sehingga
melahirkan sebuah rumusan yang dikenal dengan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni
1945, yang berbunyi :
1.
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan
itu disetujui oleh semua anggota dan kemudian menjadi bagian dari Mukaddimah
UUD 45. Jadi dengan demikian Republik Indonesia yang lahir tanggal 17 Agustus
1945 adalah republik yang berdasarkan ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya Meskipun keesokan harinya 18 Agustus 1945
tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu dihilangkan diganti dengan kalimat “Yang
Maha Esa”. Ini sebagai bukti akan kebesaran jiwa umat Islam dan para ulama.
Muh. Hatta dan Kibagus Hadikusumo menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan” Yang
Maha Esa” tersebut tidak lain adalah tauhid.
Saat proklamasipun peran umat Islam sangat besar. 17 Agustus 1945 itu bertepatan dengan tangal 19 Ramadhan 1364 H. Proklamasi dilakukan juga atas desakan-desakan para ulama kepada Bung Karno. Tadinya Bung Karno tidak berani. Saat itu Bung Karno keliling menemui para ulama misalnya para ulama di Cianjur Selatan, Abdul Mukti dari Muhammadiyah, termasuk Wahid Hasyim dari NU. Mereka mendesak agar Indonesia segera diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.
Saat proklamasipun peran umat Islam sangat besar. 17 Agustus 1945 itu bertepatan dengan tangal 19 Ramadhan 1364 H. Proklamasi dilakukan juga atas desakan-desakan para ulama kepada Bung Karno. Tadinya Bung Karno tidak berani. Saat itu Bung Karno keliling menemui para ulama misalnya para ulama di Cianjur Selatan, Abdul Mukti dari Muhammadiyah, termasuk Wahid Hasyim dari NU. Mereka mendesak agar Indonesia segera diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.
Demikian
penting peran ulama di mata Bung Karno. Setelah Indonesia diproklamasikan, Bung
karno masih terus berkeliling terutama minta dukungan para ulama dan rakyat
Aceh. Di bawah pimpinan ulama-ulama Aceh seperti Daud Beureuh, Teuku Nyak
Arief, Mr. Muhammad Hasan, M.Nur El Ibrahimy, Ali Hasyimi dan lain-lain, rakyat
Aceh segera menyambut dengan gegap gempita. Dukungan mereka bukan hanya lisan
tapi juga berbentuk sumbangan materi, yaitu berupa uang 130.000 Straits Dollar
dan emas seberat 20 kg untuk pembelian pesawat terbang.
Saat
itu Soekarno sempat berjanji di hadapan Daud Beureuh, bahkan sampai mengucapkan
sumpah. ”Demi Allah, Wallahi, saya akan pergunakan pengaruh saya agar nanti
rakyat Aceh benar-benar dapat melaksanaan syari’at Islam”, demikian ucapan
Soekarno untuk meyakinkan Daud Beureuh, bahwa jika Aceh bersedia membantu
perjuangan kemerdekaan, syari’at Islam akan diterapkan di tanah Rencong ini.
Tapi janji itu hanya sekedar janji, tidak pernah diwujudkan. Inilah yang
menyebabkan Daud Beureuh kemudian memberontak kepada pemerintah pusat dan
bergabung dengan S.M.Kartosuwiryo yang juga dikecewakan oleh Soekarno, teman
seperguruannya waktu nyantri di HOS Cokroaminoto.
Sesungguhnya
perjuangan para ulama begitu besar dalam mengantarkan Indonesia merdeka tidak
lepas dari motivasi bagaimana Indonesia yang akan dibangun ini harus
berdasarkan syari’at Islam. Namun banyak dari golongan nasionalis meski mereka
beragama Islam (misalnya Soekarno dkk) tidak setuju dengan cita-cita para ulama
di atas. Kelompok Nasionalis inilah sangat berperan dalam penghapusan 7 kata
dalam piagam Jakarta. Inilah yang kemudian menjadi ganjalan dan kekecewaan bagi
para ulama. Sehingga beberapa tokoh Islam seperti Kartosuwiryo (Jawa Barat),
Kahar Muzakir (Sulawesi Selatan), Letnan I Ibnu Hajar (Kalimantan Selatan) dan
Daud Beureuh (Aceh) terpaksa harus angkat senjata berjuang kembali untuk
mewujudkan NII yang dicita-citakan,
meskipun mereka kemudian dicap sebagai pemberontak.
F. Peranan Organisasi-organisasi Islam dan Partai-partai
Politik Islam
Dalam
perjuangan membela bangsa, Negara dan menegakkan Islam di Indonesia, Umat Islam
mendirikan berbagai organisasi dan partai politik dengan corak dan warna yang
berbeda-beda. Ada yang bergerak dalam bidang politik, sosial budaya,
pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Namun semuanya mempunyai tujuan yang sama,
yaitu memajukan bangsa Indonesia khususnya umat Islam dan melepaskan diri dari
belenggu penjajahan. Tercatat dalam sejarah, bahwa dari lembaga-lembaga
tersebut telah lahir para tokoh dan pejuang yang sangat berperan baik di masa
perjuangan mengusir penjajah, maupun pada masa pembangunan.
1. Sarekat
Islam (SI)
Sarekat
Islam (SI) pada awalnya adalah perkumpulan bagi para pedagang muslim yang
didirikan pada akhir tahun 1911 di Solo oleh H. Samanhudi. Nama semula adalah
Sarekat Dagang Islam (SDI). Kemudian tanggal 10 Nopember 1912 berubah nama
menjadi Sarekat Islam (SI). H.Umar Said Cokroaminoto diangkat sebagai ketua,
sedangkan H.Samanhudi sebagai ketua kehormatan. Latar belakang didirikannya
organisasi ini pada awalnya untuk menghimpun dan memajukan para pedagang Islam
dalam rangka bersaing dengan para pedagang asing, dan juga membentengi kaum
muslimin dari gerakan penyebaran agama Kristen yang semakin merajalela. Dengan
nama Sarekat Islam dibawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto organisasi ini semakin
berkembang karena mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Daya tarik
utamanya adalah asas keislamannya. Dengan SI mereka (umat Islam) yakin akan
dibela kepentingannya.
Keanggotaan
SI terbuka untuk semua golongan dan suku bangsa yang beragama Islam. Berbeda
dengan Budi Utomo yang membatasi keanggotaannya pada suku bangsa tertentu
(Jawa). Sehingga banyak sejarawan mengatakan bahwa tanggal berdirinya SI ini
lebih tepat disebut sebagai Hari Kebangkitan Nasional, dan bukan tahun 1908
dengan patokan berdirinya Budi Utomo. Karena ruang lingkup Budi Utomo hanyalah
pulau Jawa, bahkan hanya etnis Jawa Priyayi. Sedangkan SI mempunyai
cabang-cabang di seluruh Indonesia. Jadi layak disebut “Nasional”.
Secara
lahir SI tidak menyatakan diri sebagai organisasi partai politik. Tetapi dalam
sepak terjangnya jelas kelihatan sebagai organisasi politik. Kegiatan politik
dilakukan dengan sangat hati-hati dan bertahap. Dalam kongres tahun 1914,
Cokroaminoto mengatakan bahwa SI akan bekerjasama (kooperatif) dengan
pemerintah dan tidak berniat melawan pemerintah. Dua tahun kemudian dalam
kongresnya di Bandung, dia melancarkan kritik terhadap praktek kolonialisme
yang telah menyengsarakan rakyat. Dalam kongres itu SI menuntut supaya
Indonesia diberi pemerintahan sendiri dan rakyat diberi kesempatan untuk duduk
dalam pemerintahan. Semakin lama sikap SI semakin keras. Abdul Muis salah satu
tokoh SI mengatakan, jika tuntutan-tuntutan itu tidak diindahkan pemerintah
(penjajah), anggota SI bersedia membalas kekerasan dengan kekerasan. Pada waktu
pemerintah mendirikan Volksraad (Dewan Rakyat), SI mendudukkan wakilnya dalam
dewan itu, antara lain Cokroaminoto dan H. Agus Salim. Setelah ternyata
Volksrad tidak bisa dipakai sebagai lembaga untuk memperjuangkan kemerdekaan,
SI pun menarik wakilnya. Demikian SI beralih ke strategi non-kooperatif.
Pada
kongres 1917, SI mulai dimasuki pengaruh lain, yaitu dengan masuknya
orang-orang yang berfaham Marxis (komunis) seperti Semaun dan Darsono. Bahkan
pada kongresnya yang ketiga tahun 1918 pengaruh Semaun semakin kuat. Tetapi SI
masih membiarkannya demi persatuan dan kesatuan bangsa yang saat itu sangat
diperlukan dalam menghadapi pemerintah penjajah. Pada tangal 10 Oktober 1921
dalam kongres SI yang ke-6 H. Agus Salim dan Abdul Muis merangkap menjadi
anggota dan pengurus mencetuskan perlunya disiplin partai dalam tubuh SI,
antara lain seorang anggota SI tidak boleh merangkap menjadi anggota atau
pengurus di partai lain. Ini tujuan sebenarnya adalah untuk membersihkan
barisan SI dari unsur-unsur komunis. Dengan disetujuinya gagasan ini akhirnya
Semaun dan Darsono keluar dari SI. Tapi kemudian SI terpecah menjadi dua, yaitu
SI Merah dan SI Putih. SI Merah dipimpin oleh Semaun berpusat di Semarang dan
berazaskan Komunis. Adapun SI Putih dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto berazaskan
Islam.
Pada Kongres SI ke-7. SI Putih berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Pada tahun 1927 nama Partai Sarekat Islam (PSI) ditambah dengan kata Indonesia, sehingga menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Hanya sangat disayangkan partai ini kemudian menjadi terpecah belah. Ada PSII yang dipimpin oleh Sukiman, PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, dan PSII H. Agus Salim.
Pada Kongres SI ke-7. SI Putih berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Pada tahun 1927 nama Partai Sarekat Islam (PSI) ditambah dengan kata Indonesia, sehingga menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Hanya sangat disayangkan partai ini kemudian menjadi terpecah belah. Ada PSII yang dipimpin oleh Sukiman, PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, dan PSII H. Agus Salim.
2. Muhammadiyah
Muhammadiyah
secara etimologi artinya pengikut Nabi Muhammad. Adalah sebuah organisasi
non-politis yang bertujuan mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan al-Quran
dan Sunnah Nabi Muhammad saw; memberantas kebiasaan yang tidak sesuai dengan
ajaran agama (bid’ah) dan memajukan ilmu agama Islam di kalangan anggotanya.
Organisasi ini didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada 18 Nopember
1912. Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah yang baru, telah disesuaikan dengan UU
no.8 tahun 1985 dan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta pada tanggal
7-11 Desember 1985, Bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan
Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang berakidah Islam dan bersumber
pada al-Quran dan Sunnah. Sifat gerakannya adalah non-politik, tapi tidak
melarang anggotanya memasuki partai politik. Hal ini dicontohkan oleh
pendirinya sendiri, KH Ahmad Dahlan, dimana beliau juga adalah termasuk anggota
Sarekat Islam.
Banyak
anggota Muhammadiyah yang berjuang baik pada masa penjajahan Belanda, Jepang,
masa mempertahankan kemerdekaan, masa Orde Lama, Orde Baru dan Masa Reformasi.
Mereka tersebar di berbagai organisasi pergerakan, organisasi partai politik
dan lembaga-lembaga negara. Tokoh-tokoh Muhammadiyah yang kita kenal seperti
KH. Mas Mansur, Prof. Kahar Muzakir, Dr. Sukirman Wirjosanjoyo adalah para
pejuang yang tidak asing lagi. Demikian pula seperti Buya Hamka, KH AR.
Fakhruddin, Dr. Amin Rais, Dr. Syafi’i Ma’arif dan Dr. Din Syamsudin adalah
tokoh–tokoh Muhammadiyah yang sangat berperan dalam pentas nasional Indonesia.
Bidang-bidang
yang ditangani Muhammadiyah antara lain :
a.
Sosial
Dalam bidang sosial Muhammadiyah mendirikan :
Dalam bidang sosial Muhammadiyah mendirikan :
1.
Panti asuhan untuk anak yatim piatu
2.
Bank Syari’ah untuk membantu pengusaha lemah
3.
Organisasi wanita yang bernama Aisiyah dan organisassi
kepanduan Hizbul wathan, Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah,
dan ikatan Pelajar Muhammadiyah
b.
Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan mulai dari TK sampai perguruan tinggi. Data tahun 1985 Muhammadiyah sudah memiliki 12400 lembaga pendidikan yang terdiri dari 37 perguruan tinggi dan sisanya adalah TK sampai SLTA. Tahun 1990 jumlah perguruan tinggi Muhammadiyah bertambah menjadi 78 buah.
Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan mulai dari TK sampai perguruan tinggi. Data tahun 1985 Muhammadiyah sudah memiliki 12400 lembaga pendidikan yang terdiri dari 37 perguruan tinggi dan sisanya adalah TK sampai SLTA. Tahun 1990 jumlah perguruan tinggi Muhammadiyah bertambah menjadi 78 buah.
c.
Kesehatan
Dalam bidang kesehatan Muhammadiyah mendirikan Poliklinik, Rumah Sakit dan Rumah Bersalin. Data tahun 1990 telah memiliki 215 Rumah Sakit, Poliklinik dan Rumah Bersalin.
Dalam bidang kesehatan Muhammadiyah mendirikan Poliklinik, Rumah Sakit dan Rumah Bersalin. Data tahun 1990 telah memiliki 215 Rumah Sakit, Poliklinik dan Rumah Bersalin.
3. Al
Irsyad
Organisasi
ini berdiri tanggal 6 September 1914 di Jakarta, dua tahun setelah Muhammadiyah
berdiri, dan bisa dibilang sebagai sempalan dari Jami’atul Khair. Diantara
tokoh al-Irsyad yang terkenal adalah syeikh Ahmad Surkati, berasal dari Sudan
yang semula adalah pengajar di Jami’atul Khair. Al Irsyad ini mengkhususkan
diri dalam perbaikan (pembaharuan) agama kaum muslimin khususnya keturunan Arab
Sebagian tokoh Muhammadiyah pada awal berdirinya juga adalah kader-kader yang
dibina dalam lembaga pendidikan AlIrsyad. Saat itu al-Irsyad sudah memiliki
Madrasah Awaliyah (3 tahun), Madrasah Ibtidaiyah (4 tahun), Madrasah Tajhiziyah
(2tahun), dan Madrasah Mu’allimin yang dikhususkan untuk mencetak guru.
Al-Irsyad bergerak bukan hanya dalam bidang pendidikan, tapi juga bidang-bidang lain seperti rumah sakit, panti asuhan dan rumah yatim piatu.
Al-Irsyad bergerak bukan hanya dalam bidang pendidikan, tapi juga bidang-bidang lain seperti rumah sakit, panti asuhan dan rumah yatim piatu.
4. Nahdlatul Ulama
(NU)
artinya kebangkitan para ulama. Adalah sebuah Organisasi sosial keagamaan yang
dipelopori oleh para ulama atau kiyai. Mereka itu ialah K.H.Hasyim Asy’ari,
K.H.Wahab Hasbullah, K.H.Bisri Syamsuri, K.H.Mas Alwi , dan K.H.Ridwan. Lahir
di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 dan kini menjadi salah satu organisai
dan gerakan Islam terbesar di tanah air. Bertujuan mengupayakan berlakunya
ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah Waljama’ah dan penganut salah satu dari
empat mazhab fiqih (Imam Hanafi, Imam Syafi’i, Imam Hambali dan Imam Maliki).
Pada
mulanya NU ini tidak mencampuri urusan politik. Ia lebih memfokuskan diri pada
pengembangan dan pemantapan paham keagamaannya dalam masyarakat yang saat itu
sedang gencar-gencarnya penyebaran faham Wahabiyah yang dianggap membahayakan
paham ahli Sunnah Waljama’ah. Hal ini tersirat dalam salah satu hasil keputusan
kongresnya di Surabaya pada bulan Oktober 1928.
NU semakin berkembang dengan cepat. Pada tahun 1935 telah memiliki 68 cabang dengan anggota 6700 orang. Pada kongres tahun 1940 di Surabaya dinyatakan berdirinya organisasi wanita NU atau Muslimat dan Pemuda Anshar.
NU semakin berkembang dengan cepat. Pada tahun 1935 telah memiliki 68 cabang dengan anggota 6700 orang. Pada kongres tahun 1940 di Surabaya dinyatakan berdirinya organisasi wanita NU atau Muslimat dan Pemuda Anshar.
Pada
perkembangan selanjutnya, NU mengubah haluannya. Selain sebagai organisasi yang
bergerak dalam bidang sosial keagamaan, juga mulai ikut dalam kehidupan
politik. Tahun 1937 bergabung dengan Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI). Hal
ini terus berlangsung sampai dibubarkannya pada masa penjajahan Jepang tahun
1943, yang kemudian diganti Masyumi. Dalam Masyumi, NU adalah bagian yang
sangat penting sampai tahun 1952. Dalam Muktamarnya yang ke 19 tanggal 1 Mei
1952 menyatakan diri keluar dari Masyumi dan menjadi partai politik tersendiri.
Kemudian NU bersama dengan PSII dan Perti membentuk Liga Muslim Indonesia
sebagai wadah kerja sama partai politik dan organisasi Islam. Dalam Pemilu
tahun 1955 NU muncul sebagai partai politik terbesar ke tiga. Pada masa orde
baru NU bersama partai politik lainnya (PSII, Parmusi, Perti) berfungsi dalam
Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kemudian sejak tahun 1984 NU menyatakan
diri kembali ke khittah 1926, artinya melepaskan diri dari kegiatan politik,
meskipun secara pribadi-pribadi anggotanya tetap ikut berkiprah dalam berbagai
partai politik.
Pada
masa reformasi (1999) para tokoh NU yang dimotori oleh KH. Abdurrahman Wahid
mendirikan partai politik, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang kemudian
termasuk 5 besar pemenang Pemilu pada tahun tersebut. Melalui poros tengah,
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai pemimpin NU saat itu berhasil menjadi orang
nomor satu di RI, meskipun hanya berumur satu tahun.
Peranan
NU sebagai organisasi dalam perjuangan mengusir penjajah dan mempertahankan
kemerdekaan tidak diragukan lagi. Bahkan para kyai dan santri memikul senjata
(bambu runcing atau golok) untuk berjihad fi sabilillah. Tercatat dalam sejarah
tanggal 23 Oktober 1945 NU mengeluarkan Resolusi Jihad untuk melawan tentara
penjajah.
5. Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI)
MIAI
ini sebenarnya berdiri pada masa pemerintahan Belanda, yaitu tanggal 21
September 1937 di Surabaya sebagai organisasi federasi yang diprakarsai oleh
K.H. Mas Mansur, K.H. Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), K.H. Wahab Hasbullah (NU)
dan Wondoamiseno (PSII). Tujuan
didirikan MIAI ini adalah agar semua umat Islam mempunyai wadah tempat
membicarakan dan memutuskan semua soal yang dianggap penting bagi kemaslahatan
umat dan agama Islam. Keputusan yang diambil MIAI harus dilaksanakan oleh semua
organisasi yang menjadi anggotanya.
Pembentukan
MIAI mendapat sambutan dari berbagai organisasi Islam di Indonesia seperti
PSII, Muhammadiyah, NU, Persis, dan organisasi-organisasi yang lebih kecil
lainnya. Pada waktu dibentuk anggotanya hanya 7 organisasi, tapi empat tahun
kemudian jumlahnya sudah mencapai duapuluh.
Pada
akhir pemerintahan Hindia Belanda MIAI memberikan dukungan terhadap aksi
Indonesia berparlemen yang dicanangkan oleh GAPI (Gabungan Politik Indonesia).
Pada waktu GAPI menyusun rencana konstitusi untuk Indonesia, MIAI menghendaki
agar yang menjadi kepala negara adalah orang Indonesia yang beragama Islam dan
dua pertiga dari menteri-menteri harus orang Islam.
Ketika
Jepang datang ke Indonesia seluruh organisasi yang ada di Indonesia dibekukan,
termasuk MIAI. Tapi khusus MIAI tanggal 4 September 1942 diperbolehkan aktif
kembali. Jepang melihat bahwa MIAI bersifat kooperatif dan tidak membahayakan.
Selain itu Jepang berharap dapat memanfaatkan MIAI ini untuk memobilisasi
gerakan umat Islam guna menopang kepentingan penjajahannya. Selain itu, Jepang
juga membantu perkembangan kehidupan agama. Kantor urusan agama yang pada masa
Belanda diketuai oleh seorang orientalis Belanda, diubah oleh Jepang menjadi
Shumubu (Kantor Urusan Agama) yang dipimpin oleh orang Indonesia, yaitu K.H.
Hasyim Asy’ari. Umat Islam pada saat itu juga diizinkan membentuk Hizbullah
yang memberikan pelatihan kemiliteran bagi para pemuda Islam, yang dipimpin
oleh K.H.Zaenal Arifin. Demikian pula diizinkan mendirikan Sekolah Tinggi Islam
di Jakarta yang dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan Moh. Hatta.
MIAI
berkembang menjadi organisasi yang cukup penting pada masa pendudukan Jepang.
Para tokoh Islam dan para Ulama memanfaatkannya sebagai tempat bermusyawarah
membahas masalah-masalah yang penting yang dihadapi umat Islam. Semboyannya
terkenal Berpegang teguhlah kepada tali Allah dan janganlah bercerai berai.
Diantara tugas MIAI ialah:
a.
Menempatkan umat Islam pada kedudukan yang layak dalam
masyarakat Indonesia.
b.
Mengharmoniskan Islam dengan kebutuhan perkembangan
zaman
MIAI
juga menerbitkan majalah tengah bulanan yang bernama Suara MIAI. Meskipun pada
awalnya MIAI tidak menyentuh kegiatan politik, tetapi dalam perkembangan
selanjutnya kegiatan-kegiatannya tidak bisa lagi dipisahkan dengan politik yang
bisa membahayakan pemerintah Jepang. Akhirnya pada tanggal 24 Oktober 1943 MIAI
dibubarkan. Sebagai gantinya berdirilah Masyumi.
6. Masyumi
Masyumi
kepanjangan dari Majlis Syura Muslimin Indonesia berdiri tahun 1943. Dalam
Muktamar Islam Indonesia tanggal 7 Nopember 1945 disepakati bahwa Masyumi
adalah sebagai satu-satunya partai Islam untuk rakyat Indonesia. Saat itu juga
Masyumi mengeluarkan maklumat yang berbunyi :” 60 Milyoen kaum muslimin
Indonesia siap berjihad fi sabilillah “, Pernyataan ini direkam dengan baik
oleh harian Kedaulatan Rakyat pada tanggal 8 Nopember 1945. Organisasi ini
dipimpin oleh K.H. Mas Mansur dan didampingi K.H.Hasyim Asy’ari. Tergabung
dalam organisasi ini adalah Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persis, dan Sarekat
Islam. Tokoh-tokoh lain yang penting misalnya Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Wahab
dan tokoh-tokoh muda lainnya misalnya Moh. Natsir, Harsono Cokrominoto, dan
Prawoto Mangunsasmito.
Visi
Masyumi bahwa setiap umat Islam diwajibkan jihad Fi sabilillah dalam berbagai
bidang, termasuk dalam bidang politik. Para pemuda Islam, khususnya para santri
dipersiapkan untuk berjuang secara fisik maupun politis. Masyumi dibubarkan
oleh Soekarno pada tahun 1960. Sementara organisasi-organisasi yang semula
bergabung dalam Masyumi sudah mengundurkan diri sebelumnya, seolah-olah mereka
tahu bahwa Masyumi akan dibubarkan.
7. Mathla’ul Anwar
Organisasi
ini berdiri tahun 1905 di Marus, Menes Banten. Bergerak dalam bidang sosial keagamaan
dan pendidikan. Pendirinya adalah KH. M. Yasin. Tujuannya adalah untuk
mengembangkan pendidikan Islam khususnya di kalangan masyarakat sekitar Menes
Banten. Aspirasi politik organisasi ini pernah disalurkan melalui Sarekat Islam
(SI), tapi perkembangan selanjutnya organisasi ini menjadi netral, artinya
tidak ikut dalam kegiatan politik, tapi hanya mengkhususkan diri pada kegiatan
sosial dan pengembangan pendidikan Agama. Berkat memfokuskan diri pada
pendidikan, organisasi ini sekarang sudah menjadi organisasi berskup nasional.
Lembaga-lembaga pendidikannya berupa madrasah-madrasah dari mulai TK sampai
Madrasah Aliyah (setingkat SMA) tersebar di seluruh Nusantara.
8. Persatuan Islam (Persis)
Persis
adalah organisasi sosial pendidikan dan keagamaan. Didirikan pada tanggal 17
September 1923 di Bandung atas prakarsa KH. Zamzam dan Muhammad Yunus, dua
saudagar dari kota Palembang. Organisasi ini diketuai pertama kali oleh A.
Hassan, seorang ulama yang terkenal sebagai teman dialog Bung Karno ketika ia dipenjara.
Bung Karno banyak berdialog dengan A.Hassan lewat surat-suratnya.
Pemikiran-pemikiran keagamaan Bung Karno selain dari HOS Cokroaminoto, juga
banyak berasal dari A.Hassan ini.
Diantara
tujuan Persis ini adalah :
a.
Mengembalikan kaum Muslimin kepada Al-Quran dan Sunnah
(hadis nabi)
b.
Menghidupkan ruh jihad dan ijtihad dalam kalangan umat
Islam
c.
Membasmi bid’ah, khurafat dan takhayul, taklid dan
syirik dalam kalangan umat Islam
d.
Memperluas tersiarnya tabligh dan dakwah Islam kepada
segenap lapisan masyarakat
e.
Mendirikan madrasah atau pesantren untuk mendidik
putra-putri muslim dengan dasar Quran dan Sunnah.
9. Organisasi Pelajar, Mahasiswa dan Kepemudaan Islam
Organisasi
pelajar, mahasiswa dan kepemudaan Islam sangat besar sekali peranannya dalam perjuangan
mempertahankan kemerdekaan dan memajukan bangsa Indonesia. Jong Islamiten Bond
(JIB) misalnya lahir tahun 1925 yang telah melahirkan tokoh-tokoh nasional
seperti M. Natsir, Moh.Roem, Yusuf Wibisono, Harsono Tjokroaminoto, Syamsul
Ridjal dan lain sebagainya.
Dari
masa-masa tahun enam puluhan hingga kini peran kepemudaan Islam lebih
didominasi oleh organisasi-organisasi seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)
lahir 5 Pebruari 1947, PII (Pelajar Islam Indonesia), PMII (Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah).
Organisasi-organisasi pelajar dan kemahasiswaan tersebut telah melahirkan
banyak pemimpin nasional, antara lain misalnya Akbar Tanjung (mantan Ketua DPR)
dan Nurcholis Majid Almarhum (Ketua Yayasan Paramadina) adalah Alumni HMI; Din
Syamsudin (Sekjen MUI) adalah alumni IMM; Muhaimin Iskandar (Ketua PKB) adalah
alumni PMII, dan banyak lagi contoh-contoh lain dari tokoh-tokoh nasional yang
dikader oleh organisasi-organisasi kemahasiswaan di atas.
Baik
secara pribadi ataupun secara organisasi para anggota dan alumni organisasi
tersebut di atas banyak terlibat dalam berbagai gerakan nasional. Misalnya pada
masa krisis Zaman Orde Lama, saat mereka berhadapan dengan Gerakan Komunis.
Mereka sangat kuat mengkritisi rezim Soekarno. Rezim Soekarno tumbang diganti
dengan Orde Baru yang tidak terlepas dari peran pemuda dan mahasiswa yang
menamakan dirinya dengan Angkatan 66. Angkatan 66 ini sebagian besar adalah
juga para anggota dari berbagai organisasi mahasiswa Islam. Sebut saja misalnya
Fahmi Idris, Ekky Syahruddin, Abdul Gafur, Mar’i Muhammad, Akbar Tanjung dan
lain sebagainya. Demikian pula di akhir zaman Orde Baru, mereka dapat mewarnai
Gedung DPR/MPR sehingga ada istilah “hijau royo-royo” dan banyak juga yang direkrut
untuk mengisi Kabinet Soeharto.
Menjelang
kejatuhan Orde Baru, para pemuda dan mahasiswa atau pelajar Islam, baik yang
tergabung dalam HMI, PMII, PII, IPPNU, KAPI, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia), GPI (Gerakan Pemuda Islam) dan Pemuda Anshar turut aktif
mengambil bagian dalam menumbangkan Rezim Soeharto.
10. Departemen Agama
Departemen
Agama dulu namanya Kementerian Agama. Didirikan pada masa Kabinet Syahrir yang
mengambil keputusan tanggal 3 Januari 1946, dengan Menteri Agama yang pertama
adalah M. Rasyidi. Tujuan dan fungsi Departemen Agama yang dirumuskan pada
tahun 1967 sebagai berikut :
a.
Mengurus serta mengatur pendidikan agama di
sekolah-sekolah serta membimbing perguruan-perguruan agama.
b.
Mengikuti dan memperhatikan hal yang bersangkutan
dengan agama dan keagamaan.
c.
Memberi penerangan dan penyuluhan agama.
d.
Mengurus dan mengatur Peradilan Agama serta
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan hukum agama.
e.
Mengatur, mengurus dan mengawasi penyelenggaraan Ibadah
Haji.
f.
Mengurus dan memperkembangkan IAIN, Perguruan Tinggi
Agama Swasta dan Pesantren serta mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada
perguruan-perguruan tinggi agama Islam.
11. Peran Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga
Pendidikan Islam yang tertua di Indonesia adalah pesantren. Kehadiran pesantren
ini hampir bersamaan dengan kehadiran Islam di Indonesia itu sendiri. Alasannya
sangat sederhana, Islam sebagai agama dakwah disebarkan melalui proses
transmisi ilmu dari ulama atau kyai kepada masyarakat (tarbiyah wat ta’lim atau
ta’dib). Proses ini berlangsung di Indonesia melalui pesantren.
Dari
awal keberadaannya pesantren telah menunjukkan perannya yang sangat besar dalam
pembinaan bangsa. Islam sebagai pandangan hidup membawa konsep baru tentang
Tuhan, kehidupan, waktu, dunia dan akhirat, bermasyarakat, keadilan, harta dan
lain-lain. Dengan pandangan hidup tersebut, masyarakat lalu mengembangkan
semangat pembebasan dan perlawanan terhadap penjajah. Pemberontakan petani di
Banten tahun 1888 Perang masyarakat Aceh melawan Belanda tahun 1873 dan
perang-perang lainnya di seluruh daerah di Indonesia hampir tidak terlepas dari
peran pesantren dan santrinya.
Dizaman
pergerakan pra-kemerdekaan tokoh-tokoh nasional seperti HOS Cokroaminoto, KH.
Mas Mansur, KH Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, Ki Bagus Hadikusumo, KH Kahar
Muzakar dan lain-lain adalah alumni-alumni pesantren. Sesudah kemerdekaan
pesantren juga telah melahirkan tokoh-tokoh kaliber nasional seperti Moh.
Rasyidi (Menteri Agama Pertama), Moh. Natsir (Mantan Perdana Menteri), KH.
Wahid Hasyim, KH. Idham Kholid (Mantan Wakil Perdana Menteri dan Ketua MPRS).
Demikian juga tokoh-tokoh nasional saat ini seperti Amien Rais (mantan Ketua
MPR), Abdurrahman Wahid (Mantan Presiden RI), Hidayat Nurwahid (Ketua MPR),
Hasyim Muzadi (Ketua PB NU), Nurcholis Majid (Almarhum Rektor Paramadina) dan
lain-lain adalah orang-orang yang tidak terlepas dari pesantren.
Keistimewaan
atau ciri khas pesantren hingga bisa eksis sampai saat ini antara lain adalah:
a.
Penguasaan bahasa asing terutama bahasa Arab.
b.
Penguasaan kitab-kitab kuning yang merupakan sumber
penting ilmu-ilmu keislaman.
c.
Penanaman jiwa mandiri, sebab biasanya para santri
tinggal di asrama. Mereka harus hidup mandiri tanpa dekat dengan orang tua.
d.
Penanaman hidup disiplin, menghargai teman, hormat
sama guru (kyai) dan sabar serta istiqomah dalam melaksanakan proses
pembelajaran (tarbiyah, ta’dib dan ta’lim).
Biasanya
pendidikan pesantren tidak dibatasi oleh waktu, sehingga seorang santri bisa
sepuas-puasnya menimba ilmu sama kyai sampai ia diizinkan untuk meninggalkan
pesantrennya, kemudian pindah ke pesantren lain untuk mencari ilmu yang lebih
tinggi.
Sistim
pengajaran selain sistim Klasikal, juga sistim Individual (sorogan), yaitu
seorang santri bisa belajar ngaji atau membaca kitab dibimbing secara langsung
oleh seorang guru atau kyai, sehingga bisa lebih komunikatif antara guru dengan
santri.
Pada
perkembangan berikutnya sebagian besar pesantren baik di Jawa maupun di luar
Jawa, dilengkapi dengan lembaga pendidikan yang dikenal istilah Madrasah. Dari
mulai Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD), Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP),
Madrasah Aliyah (setingkat SMA) dan selanjutnya para lulusannya bisa
melanjutkan ke IAIN atau perguruan tinggi agama lainnya. Perbedaan Pesantren
dengan Madrasah antara lain : di Pesantren khusus mempelajari ilmu-ilmu agama,
tapi di Madrasah biasanya juga dipelajari ilmu-ilmu umum. Pesantren biasanya
tidak menggunakan kurikulum yang resmi (formal), tapi di Madrasah sudah
menggunakan kurikulum resmi dan baku, terutama kurikulum dari Departemen Agama.
12.
Majlis Ulama Indonesia (MUI)
Majlis
Ulama ini sebenarnya sudah berdiri sejak jaman pemerintahan Soekarno, tetapi
baru di tingkat daerah. Di Jawa Barat misalnya majlis ini berdiri tanggal 12
Juli 1958. Pada tanggal 21 sampai 27 Juni 1975 diadakan Musyawarah Nasional I
Majlis Ulama seluruh Indonesia di Jakarta yang dihadiri oleh wakil-wakil Majlis
Ulama propinsi. Ketika itulah Majlis Ulama tingkat Nasional berdiri dengan nama
Majlis Ulama Indonesia (MUI).
Fungsi MUI antara lain :
Fungsi MUI antara lain :
a.
Memberi fatwa dan nasihat mengenai masalah keagamaan
dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan umat Islam umumnya sebagai amar ma’ruf
nahi munkar, dalam usaha meningkatkan ketahanan nasional.
b.
Mempererat ukhuwah Islamiyah dan memelihara serta
meningkatkan suasana kerukunan antar umat beragama dalam mewujudkan persatuan
dan kesatuan bangsa.
c.
Mewakili umat Islam dalam konsultasi antara umat
beragama.
d.
Penghubung antara Ulama dan Umara (pemerintah) serta
menjadi penerjemah timbal balik antara pemerintah dan umat guna menyukseskan
pembangunan nasional.
e.
Sejak berdiri sampai saat ini sudah banyak fatwa-fatwa
MUI dikeluarkan antara lain menyangkut :
1.
Hukum natal bersama bagi umat Islam
2.
Aliran-aliran Islam sesat di Indonesia
3.
Fatwa tentang bunga bank konvensional
4.
Fatwa tentang bayi tabung dan inseminasi buatan
5.
Fatwa tentang faham pluralisme dan sekularisme
6.
Fatwa tentang perkawinan beda agama
7.
Dan lain-lain
Ulama yang pernah menduduki jabatan ketua MUI antara lain :
1.
Prof.Dr. Hamka (1975- 1981)
2.
KH. Syukri Ghozali (1981- 1984)
3.
KH. EZ. Muttaqien (1984- 1985)
4.
KH. Hasan Basri (1985- 1995)
5.
H. Amidhan
13. Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
ICMI
berdiri pada 7 Desember 1990 sebagai sebuah organisasi yang menampung para
cendekiawan muslim yang mempunyai komitmen pada nilai-nilai keislaman, tanpa
melihat aliran, warna politik dan kelompok. ICMI sebagai wadah tempat berdialog
para intelektual guna memecahkan persoalan-persoalan bangsa. Organisasi ini
pertama kali dipimpin oleh Prof. Dr.BJ. Habibie, kemudian Ahmad Tirto Sudiro
dan Adi Sasono.
ICMI
bergerak berlandaskan tiga hal :
a.
Iman sebagai landasan moral untuk memicu prestasi
taqwa
b.
Pancasila dan UUD 45 sebagai azas filosofis dan
konstitusional kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
c.
Ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai alat dan sarana
bagi peningkatan mutu kehidupan.
Sasaran jangka panjang adalah peningkatan kualitas ilmu, kualitas hidup, kualitas kerja, kualitas berkarya dan kualitas berfikir bangsa Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya.
Organisasi ini berkembang cukup cepat. Terbukti saat Silaknas I ( 5-7 Desember 1991) jumlah anggotanya sekitar 15000 orang. Pada Nopember 1993 ICMI sudah mempunyai 32 Orwil (Organisasi Wilayah), yakni 28 di dalam negeri dan 4 di luar negeri ( Eropa, Timur Tengah, Amerika Serikat dan Pasifik). ICMI sudah memiliki 309 Orsat (Organisasi Satuan), yakni 277 di dalam negeri dan 32 di luar negeri.
Sasaran jangka panjang adalah peningkatan kualitas ilmu, kualitas hidup, kualitas kerja, kualitas berkarya dan kualitas berfikir bangsa Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya.
Organisasi ini berkembang cukup cepat. Terbukti saat Silaknas I ( 5-7 Desember 1991) jumlah anggotanya sekitar 15000 orang. Pada Nopember 1993 ICMI sudah mempunyai 32 Orwil (Organisasi Wilayah), yakni 28 di dalam negeri dan 4 di luar negeri ( Eropa, Timur Tengah, Amerika Serikat dan Pasifik). ICMI sudah memiliki 309 Orsat (Organisasi Satuan), yakni 277 di dalam negeri dan 32 di luar negeri.
ISLAM
DAN BARAT
Anggapan
bahwa kebudayaan Barat lebih unggul dibanding peradaban Islam telah lama ada
dalam benak sebagian ummat Islam, dan akhir-akhir ini anggapan itu terasa
semakin kuat sehingga mereka menganggap Islam perlu belajar dari Barat dalam
segala hal, bahkan termasuk dalam memahami Islam. Sementara itu terdapat pula
kalangan ummat Islam yang bersikap sebaliknya, yaitu menganggap kebudayaan
Barat tidak sesuai dengan peradaban Islam dan segala sesuatu yang berasal dari
Barat harus ditolak, padahal orang-orang ini pada saat yang sama sedang
menikmati hasil kepesatan teknologi Barat yang dimanfaatkan oleh hampir seluruh
Negara di dunia. Kedua anggapan diatas sama ekstrimnya dan sudah dapat diduga
bahwa keduanya tidak berangkat dari pemahaman yang akurat tentang peradaban
Islam dan kebudayaan Barat.
Kebudayaan
Barat & Problem ummat Islam Kebudayaan Barat (Western Civilization), sejarahnya, adalah
warisan yang dikembangkan oleh bangsa Eropah dari akar kebudayaan Yunani kuno,
yang kaya dengan konsep filsafat, ilmu pengetahuan, politik, pendidikan dan
kesenian, yang dicampur dengan kebudayaan Romawi yang terkenal dengan rumusan
undang-undang dan hukum serta prinsip ketatanegaraan, dan unsur-unsur lain dari
budaya bangsa-bangsa Eropah, khususnya bangsa Jerman, Inggeris dan Perancis.
Agama Kristen yang tersebar ke Eropah justru lebih banyak dipengaruhi oleh
kebudayaan Barat daripada mempengaruhi, sehingga dalam agama ini unsur-unsur
kepercayaan Yunani kuno, Rumawi, Mesir dan Persia. Inilah agama satu-satunya
yang pusat asalnya berpindah, yaitu dari Yerussalam ke Roma, Italy. Ini
pertanda bahwa agama ini telah diambil alih oleh bangsa Eropah. Jadi kebudayaan
Barat bukan berdasarkan pada agama Kristen, ia adalah kebudayaan yang
berdasarkan pada filsafat.
Oleh
sebab itu perlu dicatat disini adalah bahwa kepesatan perkembangan kebudayaan,
ilmu pengetahuan dan teknologi Barat tidak berangkat dari ajaran agama. Ia
adalah kebudayaan yang bersendikan pandangan hidup sekuler. Pengaruh gelombang
kebudayaan Barat melalui kolonialisme dan imperialisme telah membawa dampak
yang cukup serius terhadap negara-negara dunia ketiga yang terjajah. Pandangan
hidupnya yang sekuler dan kultural itu mengandung elemen-elemen yang efektif
merubah atau sekurang-kurangnya mengacaukan pandangan hidup masyarakat yang
menjadi obyek westernisasi.
Gelombang
modernisme ini mengingatkan kita pada gelombang Hellenisme yang mengepakkan
sayapnya ke berbagai pusat kebudayaan dunia masa itu, termasuk ke dalam
peradaban Islam. Dan untuk itu perlu dibandingkan bagaimana kondisi ummat Islam
ketika gelombang itu melanda mereka. Di zaman Hellenisme ummat Islam memiliki
kemampuan dan kekuatan konseptual untuk mengadapsi atau mengislamkan filsafat
Yunani. Kekuatan konseptual itu untuk mengadapsi itu tidak lain adalah ilmu
pengetahuan yang berakar pada pandangan hidup Islam (Islamic worldview).
Sedangkan di zaman modern-postmodern ini ummat Islam tidak memiliki kekuatan
seperti dizaman menyebarnya gelombang Hellenisme.
Mengapa
ummat Islam dizaman sekarang ini tidak mempunyai kekuatan itu lagi? Jawabannya
sungguh kompleks yang intinya berkisar pada problem ilmu pengetahuan dan
hal-hal yang diakibatkannya dalam bentuk lingkaran setan. Jika sebab-sebab itu
ditelusur dari sejak kejatuhan Baghdad dan kelemahan kekuasaan politik Islam di
berbagai pelosok dunia, dampak yang mendasar adalah timbulnya problem Ilmu.
Kondisi politik saat itu tidak kondusif untuk pengembangan ilmu, banyak ulama
yang harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain sehingga struktur
masyarakt tidak lagi mendukung untuk kelanjutan tradisi intelektual. Meskipun
kegiatan dalam skala kecil masih dapat terus berlangsung hingga kini.
Jika
kita lacak dari problem ilmu yang berarti juga problem pendidikan maka akibat
langsungnya adalah rendahnya kualitas pemimpin dan kondisi politik Islam yang
akhirnya juga kembali lagi berdampak kepada proses pengembangan ilmu
pengetahuan di masyarakat. Terlepas dari mana kita mencari sebab sebab utama
kelemahan ummat, tapi yang jelas situasi yang tidak kondusif bagi pengembangan
ilmu pengetahuan itu telah mengakibatkan lemahnya penguasaan ummat Islam
terhadap konsep-konsep sentral dan fundamental yang digali dari dalam ajaran
dan pandangan hidup Islam.
Selain
jawaban dari kondisi internal ummat Islam, terdapat pula bukti-bukti adanya
faktor eksternal yang menjadi penyebab kelemahan ummat. Selain sebab invasi
militer yang kasat mata, juga terdapat sebab non-fisik yang mempengaruhi
pemikiran ummat Islam. Sebab-sebab itu tidak lain dari pemikiran Barat yang
merasuk kedalam dan merusak pemikiran ummat Islam melalui berbagai bentuk dan
medium. Dalam bidang pendidikan, misalnya, konsep pendidikan sekuler yang
dibawa bersama dengan proses penjajahan membawa serta penyebaran
prinsip-prinsip ilmu, filsafat dan pandangan hidup Barat; tradisi-tradisi
kebudayaan sekuler disebarkan melalui medium hiburan, nilai-nilai
postmodernisme dengan konsep liberalismenya dibawa bersama dengan konsep pasar
bebas, teknologi informasi dan pemikiran filsafat.
Dalam
bidang pemikiran Islam kajian Orientalisme memang sudah lama dikenal sebagai
kajian atau pemikiran Islam ala Barat, yang tidak saja sarat dengan
"religious prejudice" tapi juga diwarnai oleh mind-set up yang
sekuler dan cara brefikir yang dikotomis. Bagi cendekiawan Muslim yang tidak
memiliki framework kajian Islam yang mapan dan juga tidak mempunyai pemahaman
yang jeli tentang karakter berfikir dikotomis Barat, tentu akan mengagumi
pemikiran para orientalis itu dan serta merta memakainya dalam pemikiran
keagamaan mereka. Karena memang teknik penulisan para Orientalis itu
benar-benar mengikuti standar ilmiah. Tapi bukankah kebohongan dan kepalsuan
itu juga dapat terjadi dalam dunia ilmiah?
Kini
jelaslah bahwa berbeda dari kondisi ummat dizaman gelombang Hellenisme, dizaman
modern-postmodern ini kondisi ummat Islam sangat lemah, khususnya dibidang ilmu
pengetahuan. Dalam kondisi yang lemah inilah arus pemikiran Barat telah masuk
kedalam pemikiran ummat Islam melalui berbagai bidang kehidupan dan keilmuan,
sehingga konsep-konsep mereka merembes kedalam pemikiran ummat Islam tanpa
proses adaptasi secara konseptual. Akibatnya, konsep-konsep Islam dan Barat
difahami secara tumpang tindih (overlapp) dalam skala luas. Bahkan diantara
kalangan muda Muslim ada yang beranggapan bahwa Islamisasi adalah sekularisasi.
Ketika konsep-konsep dari kedua kebudayaan itu telah dianggap sama, maka
masyarakat Muslim terkondisi untuk menyimpulkan bahwa "antara Islam dan
Barat tidak ada perbedaan yang berarti"; "keduanya adalah produk
manusia dan untuk kebaikan nasib ummat manusia"; "tidak semua yang
dari Barat harus kita tolak", "agar dapat maju Islam harus belajar
dari Barat" dan ungkapan-ungkapan kesimpulan yang serupa.
Persoalannya
kesimpulan-kesimpulan yang menganggap Barat adalah sama dengan Islam itu timbul
dari pikiran ummat Islam disaat mereka berada pada kondisi yang lemah secara
konseptual dan dari pemahaman yang kurang akurat tentang esensi kebudayaan
Barat. Dalam situasi seperti ini apa yang diperlukan adalah ekposisi secara apa
adanya tentang hakekat pandangan hidup Barat yang menjadi dasar kebudayaannya.
Karya Prof.Dr.S.M.N.al-Attas, yang berjudul "Risalah Untuk Kaum
Muslimin", menjelaskan dengan sangat komprehensif esensi kebudayaan Barat
dan perbedaannya dengan Islam.
Oleh
karena itu terapi yang tepat untuk membangun peradaban Islam adalah melalui
pembenahan dalam bidang ilmu pengetahuan dimana konsep-konsep yang asli Islam
digali kembali. Disinilah konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan kontemporer
merupakan jawaban yang tepat untuk menghadapi arus modernisme, sekularisme,
liberalisme dan lain-lain yang berasal dari Barat.
Peradaban Islam
Berbeda dari kebudayaan Barat yang berasaskan pada filsafat, peradaban Islam berlandaskan pada agama Islam yang berasal dari wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Esensi peradaban Islam dapat ditelusur melalui kajian konsep-konsep kunci didalamnya, seperti 'ilm, 'amal, adab, din dan sebagainya. Berfikir dan berilmu dalam Islam adalah kewajiban yang sama derajatnya dengan kewajiban beramal saleh, bahkan iman merupakan sesuatu yang concomitant pada kesemua kegiatan berfikir dan beramal, dalam artian keberadaan yang satu tidak sempurna tanpa disertai oleh yang lain. Proses psikologis dan psikis yang terpadu ini sudah di set dalam diri manusia sebagai potensialitas yang jika diaktualisasikan secara proporsional ia akan memenuhi tujuan penciptaannya sebagai sebaik-baik makhluk Tuhan (ahsunu taqwim) dan sebaliknya ia akan menjadi makhluk yang paling hina (asfala safilin). Di Barat berfikir rasional yang membawa kepada doktrin rasionalisme tidak memiliki dimensi iman dan amal. Lagipun, konsep akal bukan sekedar bermakna mind, ia meliputi qalb, fuad, bashar, aql dan sebagainya; dan karena itu konsep berfikir dalam Islam bukan sekedar bermakna reasoning dalam pengertian Barat, tapi lebih kaya dari itu dan meliputi unsur-unsur kejiwaan yang lebih menyeluruh seperti tafakkur, tadabbur, ta'aqqul.
Peradaban Islam
Berbeda dari kebudayaan Barat yang berasaskan pada filsafat, peradaban Islam berlandaskan pada agama Islam yang berasal dari wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Esensi peradaban Islam dapat ditelusur melalui kajian konsep-konsep kunci didalamnya, seperti 'ilm, 'amal, adab, din dan sebagainya. Berfikir dan berilmu dalam Islam adalah kewajiban yang sama derajatnya dengan kewajiban beramal saleh, bahkan iman merupakan sesuatu yang concomitant pada kesemua kegiatan berfikir dan beramal, dalam artian keberadaan yang satu tidak sempurna tanpa disertai oleh yang lain. Proses psikologis dan psikis yang terpadu ini sudah di set dalam diri manusia sebagai potensialitas yang jika diaktualisasikan secara proporsional ia akan memenuhi tujuan penciptaannya sebagai sebaik-baik makhluk Tuhan (ahsunu taqwim) dan sebaliknya ia akan menjadi makhluk yang paling hina (asfala safilin). Di Barat berfikir rasional yang membawa kepada doktrin rasionalisme tidak memiliki dimensi iman dan amal. Lagipun, konsep akal bukan sekedar bermakna mind, ia meliputi qalb, fuad, bashar, aql dan sebagainya; dan karena itu konsep berfikir dalam Islam bukan sekedar bermakna reasoning dalam pengertian Barat, tapi lebih kaya dari itu dan meliputi unsur-unsur kejiwaan yang lebih menyeluruh seperti tafakkur, tadabbur, ta'aqqul.
Konsep
berfikir ini juga berkaitan dengan konsep 'ilmu yang merupakan pemberian Allah
Yang Maha Suci kepada manusia. Jika rasionalitas adalah esensi Islam, maka para
filosof Barat yang menjunjung prinsip rasionalitas itu dapat disebut Ulama yang
dapat dipastikan takut kepada Allah (yakhshallah), padahal sejatinya tidak.
Jika rasionalitas dikaitkan dengan 'ilm maka ia tidak dapat dipisahkan dari
iman, dan orang yang berilmu itu menjadi superior jika ia berangkat dari atau
berdasarkan pada iman kepada Allah (Lihat Qur'an 58:11).
Sebelum
seseorang beriman ia perlu mengetahui apa yang diimaninya, dan seorang mukmin
harus berilmu agar dapat beramal. Ilmu tanpa amal adalah gila, kata al-Ghazzali,
dan amal tanpa ilmu adalah sombong. Amal tanpa ilmu lebih banyak merusak
daripada memperbaiki dan amal tanpa ilmu akan menyesatkan, kata para ahli
hikmah. Jadi ilmu adalah prasyarat bagi amal dan memiliki peranan sentral dalam
peradaban Islam.
Peradaban
adalah derivasi dari kata adab. Adab sesungguhnya berarti jamuan makan yang
dalam konteks ini al-Qur'an merupakan jamuan spiritual (ma'dubah) yang terbaik
bagi ummat manusia. Maka para ulama terdahulu mengartikan adab sebagai ilmu,
ta'dib adalah pendidikan atau pananaman ilmu dan konsekuensi terkati seperti
iman, amal, dan akhlak. Ta'dib adalah usaha pengkaderan manusia-manusia
beradab, yaitu manusia yang mempunyai ilmu dan mempunyai moralitas yang tinggi
atau manusia-manusia yang ilmunya disertai amal dan sebaliknya. Manusia beradab
adalah individu yang dapat menempatkan sesuatu sesuai dengan kedudukan dan
tempatnya; individu yang dapat menempatkan kedudukan dirinya dihadapan
Penciptanya dan dikalangan masyarakatnya. Jika ia seorang rakyat jelata ia mengetahui
hak dan kewajibannya, jika ia seorang pemimpin ia mengerti arti keadilan dan
berlaku adil, jika ia seorang ulama ia berani mengatakan yang hak dan yang
batil kepada siapapun dan dimanapun, jika ia seorang seorang wakil rakyat
(politisi) ia dapat meletakkan (memilih) seseorang sesuai dengan kapasitas dan
keutamaannya baik dihadapan Tuhan maupun dan dihadapan manusia (rakyat).
Jika
kita memahami adab seperti itu, maka kita harus merubah pemahaman kita terhadap
makna peradaban selama ini. Peradaban adalah suatu struktur sosial dan
spiritual yang merupakan sumbangan Islam yang berharga bagi ummat manusia.
Realitas sosial dan spiritual itu harus difahami secara integral, tidak dapat
dipisah-pisahkan atau dilihat secara sendiri-sendiri tanpa saling-berkaitan
seperti dalam tradisi dan kebudayaan Barat.
Oleh
sebab itu peradaban Islam tidak sama dengan kebudayaan Barat atau kebudayaan
asing lainnya, karena akarnya memang berbeda. Di Barat masyarakat berbudaya
atau civil society hanya menggambarkan kedudukan individu-individu itu
dihadapan Negara, sedang masyarakat beradab menggambarkan kedudukan individu
dihadapan Tuhan dan didepan masyarakatnya sekaligus. Struktur civil society
tidak melibatkan unsur-unsur spiritual, sedang struktur masyarakat beradab
adalah kombinasi aspek-aspek fisikal dan spiritual yang sesuai dengan esensi
kemanusiaannya. Manusia berbudaya adalah manusia yang tunduk pada aturan-aturan
Negara, sedang manusia beradab tunduk pada perintah Tuhan, aturan Negara dan
masyarakatnya sekaligus. Dalam civil society Tuhan "tidak boleh campur
tangan" mengenai urusan negara, sedang dalam masyarakat beradab
aturan-aturan dan perintah Tuhan mengejawantah dalam setiap gerak individu
masyarakat dan pemimpin Negara dan menghiasai berbagai gerak dan kegiatan institusi
negara, dalam suatu bangunan peradaban yang manusiawi.
Atas
dasar itu iman, ilmu dan amal setiap individu masyarakat adalah sine qua non
dalam bangunan peradaban Islam, yang aktualisasinya pasti tercermin secara
institusional dan tak terbantahkan, baik dalam bentuk organisasi sosial, partai
politik, lembaga pendidikan, bahkan Negara. Sebaliknya, organisasi sosial,
partai politik, lembaga pendidikan dan juga Negara yang dibentuk oleh
individu-individu Muslim yang tidak beradab atau yang memenuhi prasyarat bagi
pembentukan bangunan peradaban Islam hanya akan menjadi simbol-simbol dan
wadah-wadah yang secara substantif tidak mencerminkan wajah peradaban Islam
bahkan mungkin malah merusaknya.
Kesimpulan
Ringkasnya, Islam adalah agama yang berangkat dari kebenaran mutlak dari wahyu Tuhan yang dalam dirinya terdapat nilai universal yang dapat mengakomodir kebudayaan dan pemikiran asing dengan melalui proses Islamisasi. Sedangkan Barat adalah kebudayaan yang bermula dari spekulasi akal belaka yang tiada memiliki rujukan kepada kebenaran mutlak dan tiada akan pernah mencapai kebenaran. Masalah yang dihadapi kebudayaan Islam hakekatnya bukanlah kemunduran dalam bidang-bidang yang sifatnya fisikal, akan tetapi adalah kerancuan (tumpah tindih) pemikiran, yaitu antara konsep-konsep Islam dan konsep-konsep Barat sekuler. Karena itu perbedaan dan pembedaan Islam dan Barat perlu dilakukan secara konsisten, agar dapat mengenali asal usul suatu konsep dan pemikiran dan mengetahui proses ilmiah selanjutnya, apakah harus diadapsi atau ditolak. Islamisasi bukanlah adopsi pemikiran asing kedalam Islam, tapi lebih merupakan adapsi pemikiran luar dengan proses epistemologis yang meletakkan realitas dan kebenaran dalam suatu kesatuan tawhidi.
Ringkasnya, Islam adalah agama yang berangkat dari kebenaran mutlak dari wahyu Tuhan yang dalam dirinya terdapat nilai universal yang dapat mengakomodir kebudayaan dan pemikiran asing dengan melalui proses Islamisasi. Sedangkan Barat adalah kebudayaan yang bermula dari spekulasi akal belaka yang tiada memiliki rujukan kepada kebenaran mutlak dan tiada akan pernah mencapai kebenaran. Masalah yang dihadapi kebudayaan Islam hakekatnya bukanlah kemunduran dalam bidang-bidang yang sifatnya fisikal, akan tetapi adalah kerancuan (tumpah tindih) pemikiran, yaitu antara konsep-konsep Islam dan konsep-konsep Barat sekuler. Karena itu perbedaan dan pembedaan Islam dan Barat perlu dilakukan secara konsisten, agar dapat mengenali asal usul suatu konsep dan pemikiran dan mengetahui proses ilmiah selanjutnya, apakah harus diadapsi atau ditolak. Islamisasi bukanlah adopsi pemikiran asing kedalam Islam, tapi lebih merupakan adapsi pemikiran luar dengan proses epistemologis yang meletakkan realitas dan kebenaran dalam suatu kesatuan tawhidi.